Berita Kota Kupang
Tolak Eksekusi Lahan di Alak Kota Kupang, Warga Hadang Alat Berat
Aksi warga ini menolak putusan pengadilan karena menilai eksekusi yang hendak dilakukan itu tidak prosedural dan menyalahi aturan.
Penulis: Oby Lewanmeru | Editor: Eflin Rote
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Oby Lewanmeru
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Sejumlah warga menghadang alat berat yang akan melakukan eksekusi lahan seluas 30 hektar di Kecamatan Alak, Kota Kupang.
Aksi warga ini menolak putusan pengadilan karena menilai eksekusi yang hendak dilakukan itu tidak prosedural dan menyalahi aturan.
Pantauan POS-KUPANG.COM Rabu 26 Oktober 2022, sekitar pukul 13:20 wita, saat alat berat hendak menuju obyek yang akan dieksekusi, sejumlah warga sudah ada lebih dahulu di lokasi itu. Mereka kemudian meminta agar eksekusi itu ditangguhkan karena masih ada proses hukum yang sementara dilakukan oleh penasihat hukum mereka.
Saat itu warga secara spontan melempar alat berat itu sehingga alat berat itu langsung mundur.
Baca juga: Penjabat Wali Kota Kupang George Hadjoh Resmikan Uji Coba Mall Pelayanan Publik di Kota Kupang
Aparat kepolisian yang ada lokasi berupaya menghalau warga namun warga tetap bersikeras untuk tetap berada di lokasi eksekusi. Amarah warga juga meledak ketika mereka mendapati salah satu pegawai dari PN Kupang Kelas 1 A yang membawa benda tajam berupa pisau.
Selain masih ada proses atau upaya hukum, warga setempat juga protes karena dalam putusan penetapan eksekusi, Pengadilan Negeri PN Kupang Kelas 1 A menyebutkan obyek tanah seluas 30 ha yang disengketakan berada di Kelurahan Manulai II, sementara warga yang dominan berdomisili di atas lahan tersebut merupakan warga RT 25/RW 10, Kelurahan Batuplat.
Sedangkan saat hendak eksekusi, yang diundang oleh pengadilan untuk hadir menyaksikan adalah Lurah Manulai II, Meksain Mauk, S.Sos,M.M.
Baca juga: Gangguan Ginjal Akut Misterius, Satu Anak di Kota Kupang Meninggal, Satu Dirawat di Nagekeo
Sebelum proses eksekusi, dilakukan pembacaan surat penetapan eksekusi dari Ketua PN Kupang yang dibacakan oleh Panitera PN Kupang Kelas 1 A, Julius Bolla,S.H.
Saat itu Julius menanyakan kepada penggugat atau kuasa bahwa apakah benar itu obyek sengeketa dengan nomor 118/PDT.G/2016/PN.KPG.
Saat itu warga tergugat menanyakan obyek yang mana apakah di Manulai II atau Batuplat.
Julius mengatakan, pihaknya mempersilahkan pihak yang keberatan agar melakukan upaya-upaya sesuai hukum yang berlaku dan tidak main hakim sendiri serta tidak menghalangi petugas pengadilan dalam melakukan eksekusi.
Menurut Julius, obyek sengketa yang hendak dieksekusi itu sesuai putusan Nomor 118/PDT.G/2016/PN.KPG tanggal 28 September 2016 dalam perkara antara Sarlin Penun Limau melawan Yakoba Adoe Nahak dkk sebagai termohon eksekusi.
Dijelaskan, eksekusi itu sesuai surat penetapan dari pengadilan No 69 PN.PDT/X/2022, Thomas Penun Limau adalah pemilik sah tanah seluas 30 ja dengan batas-batas sebagai berikut, bagian Utara dengan tanah sengeketa perkara No 87 PDTG /2000/PN Kupang, Selatan milik Thomas Penun Limau, Timur berbatasan dengan tanah keluarga Lasa dan keluarga Saijo, bagian Barat berbatasan dengan tanah milik Thomas Penun Limau.
Eksekusi ini Bentuk Pelanggaran Hukum
Riki Fanggidae kuasa hukum merupakan kuasa hukum dari Julius Penun,Cs meminta agar pengadilan menangguhkan eksekusi tersebut sampai ada putusan pengadilan yang inkrah.
"Jika eksekusi ini terjadi,maka merupakan pelanggaran hukum," kata Riki.
Menurut Riki, pada prinsipnya keluarga Penun menghormati putusan.
"Tetapi perlu kami sampaikan bahwa pada obyek sengketa yang sama terdapat dua putusan yang berbeda atau saling bertentangan dan diterbitkan oleh PN Kupang Kelas 1 A," katanya.
Dijelaskan, sebelum ada putusan 118 PDT G/2016 ini sudah ada putusan No 165 PDT G/ 2015 PN Kupang 26 Oktober 2015 dan sudah inkrah.
"Atas putusan itu kami sudah ajukan eksekusi pada tanggal 21 Maret 2021 namun tidak dieksekusi. Ini diskriminasi hukum dan melanggar UU. Kalau bapak mau menghormati putusan No 118, maka terlebih dahulu bapak menghormati putusan No 165 , karena itu produk bapak sendiri. Kami sudah ajukan eksekusi tapi bapak diam saja," kata Riki.
Dikatakan, karena atas obyek yang sama dan telah diterbitkan putusan oleh pengadilan yang sama dua putusan yang saling bertentangan secara hukum maka kedua putusan ini tidak boleh dieksekusi.
"Kalau paksa eksekusi maka paka melakukan perampasan hak sekaligus melanggar UU No 39 Pasal 36 (2) tahun 1999 tentang perampasan hak asasi manusia. Saat ini kami sudah mohon perlindungan di Polda NTT," katanya.
Ferdinan Dethan adalah kuasa hukum dari Yohanes Limau dan Ferdinand Limau mengatakan,semua pihak harus tunduk dan taat pada hukum. "Hari ini tidak boleh ada pelanggaran hukum.
Oleh karena itu, lanjutnya, perkara tanah yang hendak dieksekusi tersebut, masih perkara dengan register 278.
"Tanah ini masih kategori sengeketa sehingga tidak boleh ada kegiatan apapun. Kita minta eksekusi ditangguhkan," kata Ferdinan.
Proses eksekusi ini dikawal oleh aparat kepolisian yang langsung dipimpin Kapolsek Alak, Kompol. Edy, S.H. (oby)
Ikuti berita POS-KUPANG.com di GOOGLE NEWS