Berita Lembata

Kekerasan Jadi Alasan Perceraian Suami Istri di Kabupaten Lembata

Perempuan sering dianggap makhluk kelas dua setelah laki-laki. Perempuan dipandang sebagai pelengkap dalam rumah tangga.

Editor: Rosalina Woso
KOMPAS.com/SHUTTERSTOCK
Ilustrasi kekerasan dalam rumah tangga 

“Ya, ini juga soal. Orang kadang bilang korban ni bodoh sekali, kenapa tidak cerai saja. Padahal tidak sesederhana begitu ceritanya. Ada alasan lain yang harus kita pahami,” imbuhnya. 

Misalnya, secara ekonomi perempuan bergantung pada suami sehingga memutuskan bercerai pun akan berpikir dua kali. Begitupun stigma janda yang membayangi perempuan yang ingin bercerai.

Di masyarakat, status janda selalu dikaitkan dengan hal-hal yang negatif. Padahal menjadi janda merupakan pilihan sadar perempuan untuk keluar dari kondisi yang tidak menguntungkan, kecuali alasan kematian.

Banyak pula orang yang mengingatkan perempuan untuk tidak bercerai karena alasan agama. Menurut Nurhayati, ini merupakan alasan yang tidak menguntungkan perempuan.

“Masa kita lebih memilih perempuan kena pukul terus dari pada dia bebas menata kehidupan yang lebih baik,” gugat Nurhayati. Masalah yang kompleks tidak bisa menggunakan kacamata kuda lalu membuat kesimpulan yang paling sederhana.

Tambah Nurhayati, yang paling memilukan adalah ketika perempuan yang mengalami kekerasan tidak berani bersuara. Meskipun ada yang berani, namun yang memilih diam jauh lebih banyak.

Perempuan akan memiliki keberanian untuk bersuara ketika sudah terbuka dengan keluarga atau teman-temannya. Sebab lingkungan yang support, sedikit atau banyak, akan memberi kekuatan bagi perempuan yang mengalami kekerasan.

“Makanya penting bagi kita untuk ciptakan suasana yang aman dan nyaman bagi perempuan sehingga mereka bisa percaya untuk cerita ke kita,” terang Nurhayati.

Saat mendampingi korban, hal pertama yang dilakukan Nurhayati adalah memahami pengalaman trauma korban. Langkah tersebut dilakukan agar dapat menghindari hal-hal yang membangkitkan traumanya.

“Setelah itu baru advice hukum berbasis adil gender. Jadi kita jelaskan dulu dampak, manfaat, kekurangan dan kelebihan sehingga perempuan bisa putuskan langka mana yang akan kita tempuh,” jelas Nurhayati.

Tambah Nurhayati, Ada korban yang setelah bercerai merasa seperti semua beban telah hilang. Ada pula yang masih dalam tahap pemulihan dan ada yang masih menanggung beban karena masih berhadapan dengan mantan suami dalam urusan harta bersama.

Nurhayati berharap, agama dan budaya harus mengambil peran penting dalam upaya pencegahan kekerasan. Sebab agama dan budaya selalu menjadi tameng bagi pelaku untuk membenarkan setiap tindakan kekerasan.

“Kristalisasi nilai-nilai luhur dan nilai-nilai kebaikan dalam agama itu yang perlu dilakukan. Sehingga orang tidak ikut tafsir mereka untuk membenarkan kekerasan,” pungkas Nurhayati. (*)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved