Gubernur Papua Diduga Korupsi

Lukas Enembe Gigit Jari, KPK Tolak Permintaan Penanganan Kasus Korupsi Sesuai Adat Papua

Lukas Enembe, Gubernur Papua kini gigit jari. Pasalnya, permintaannya agar kasus korupsi yang disangkakan padanya, diselesaikan sesuai adat Papua.

Editor: Frans Krowin
POS-KUPANG.COM
GIGIT JARI - Lukas Enembe, Gubernur Papua kini gigit jari. Pasalnya, permintaannya ke KPK agar kasus dugaan korupsi yang disangkakan padanya, diselesaikan secara adat Papua. KPK menolak tegas permintaan itu, karena tak mau mencampuradukan urusan adat dan kasus tindak pidana. 

POS-KUPANG.COM - Lukas Enembe, Gubernur Papua kini gigit jari. Pasalnya, permintaannya agar kasus korupsi yang disangkakan padanya diselesaikan secara adat, ditolak mentah-mentah oleh KPK ( Komisi Pemberantasan Korupsi ).

Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri menyebutkan, hukum adat tidak berpengaruh sama sekali pada proses penegakan hukum positif sesuai undang-undang yang berlaku.

"Untuk kejahatan terlebih korupsi, maka baik hukum acara formil maupun materil, tentu mempergunakan hukum positif yang berlaku secara nasional," ujar Ali Fikri.

Ali Fikri mengatakan, KPK sungguh yakin kalau tokoh masyarakat Papua tetap teguh menjaga nilai-nilai luhur adat yang diyakininya, termasuk nilai kejujuran dan antikorupsi.

Baca juga: Dominikus Sorabut Bela Lukas Enembe, Kini Wajibkan Negara Bayar Denda Rp 50 Triliun

Ali Fikri mengungkapkan hal itu merespon permintaan Lukas Enembe agar kasusnya diselesaikan secara adat di Papua.

Sebelumnya, Kuasa Hukum Lukas Enembe, Aloysius Renwarin menyampaikan pesan Lukas Enembe ke KPK, perihal permintaan adat untuk menyelesaikan kasus yang sedang dihadapinya.

RIBUAN MASSA - Gubernur Papua, Lukas Enembe dibela ribuan massa yang melarangnya meninggalkan Papua. Lukas Enembe merupakan tersangka kasus suap dan gratifikasi oleh KPK.
RIBUAN MASSA - Gubernur Papua, Lukas Enembe dibela ribuan massa yang melarangnya meninggalkan Papua. Lukas Enembe merupakan tersangka kasus suap dan gratifikasi oleh KPK. (POS-KUPANG.COM)

Aloysius meminta KPK agar menyelesaikan kasus Lukas Enembe secara adat. Sebab kliennya yang telah ditetapkan sebagai tersangka merupakan tokoh besar Papua.

Menyahuti permintaan itu, Ali Fikri mengatakan, "Sejauh ini seluruh hukum adat di Indonesia, diakui keberadaannya oleh negara."

"Namun untuk kejahatan, terlebih korupsi, baik hukum acara formil maupun materiil, tentu mempergunakan hukum positif yang berlaku secara nasional," kata Ali Fikri, Selasa 11 Oktober 2022.

Menurut Ali, hukum adat hanya akan memberikan sanksi moral kepada pelaku tindak kejahatan, dalam hal ini Lukas Enembe.

Baca juga: Lukas Enembe Jadi Pemimpin Besar Tanah Papua, Dominikus Sorabut Sebut: Dia Memang Layak

Makanya, kata Ali, hukum adat tidak berpengaruh pada proses penegakan hukum positif sesuai undang-undang yang berlaku.

KPK meyakini para tokoh masyarakat Papua tetap teguh menjaga nilai-nilai luhur adat yang diyakininya, termasuk nilai kejujuran dan antikorupsi.

Sehingga tentunya juga mendukung penuh upaya pemberantasan korupsi di Papua.

"Justru KPK menyayangkan pernyataan dari penasihat hukum tersangka, yang mestinya tahu dan paham persoalan hukum ini, sehingga bisa memberikan nasihat-nasihat secara professional," kata Ali.

"Kami khawatir statement yang kontraproduktif tersebut justru dapat mencederai nilai-nilai luhur masyarakat Papua itu sendiri," katanya.

Sebelumnya, penasihat hukum Lukas Enembe, Aloysius Renwarin, mengklaim warga Papua meminta kasus dugaan korupsi kliennya diusut lewat hukum adat.

Alasannya, Enembe merupakan kepala suku besar di Papua.

Baca juga: Lukas Enembe Sering Carter Pesawat ke Singapura, Tamara Anggraini Jadi Saksi di KPK

"Semua sudah sepakat bahwa Pak Lukas sebagai tokoh besar Papua dikukuhkan pada 8 Oktober kemarin, berarti semua urusan akan dialihkan kepada adat yang mengambil sesuai hukum adat yang berlaku di Tanah Papua," ucap Aloysius Renwarin di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin 10 Oktober 2022.

Untuk itu, menurutnya pemeriksaan terhadap Lukas Enembe telah disepakati untuk dilakukan di Papua.

"Pemanggilan terhadap Pak Lukas telah disepakati oleh keluarga dan masyarakat adat Papua, mereka menyatakan pemeriksaan ketika Pak Lukas sembuh dilakukan di Jayapura. Dilakukan disaksikan oleh masyarakat Papua di lapangan terbuka," ujar Aloysius Renwarin.

Diketahui, KPK mengumumkan telah menjerat Lukas Enembe sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pekerjaan atau proyek yang bersumber dari APBD Provinsi Papua.

Enembe telah dicegah bepergian ke luar negeri selama enam bulan terhitung sejak 7 September 2022 hingga 7 Maret 2023. Langkah itu dilakukan guna kelancaran proses penyidikan.

KPK sendiri kesulitan memeriksa Lukas Enembe dan keluarganya. Dari dua panggilan baik sebagai saksi maupun tersangka, Lukas selalu absen. Dia berdalih masih menderita sakit.

Sejauh ini Lukas Enembe sudah dua kali mangkir dari panggilan KPK untuk diperiksa.

Baca juga: Temui Lukas Enembe di Kediamannya, Komnas HAM Diterpa Isu Miring, Dibiayai Gubernur Papua

Sementara istri dan anaknya menolak sebagai saksi, dan mangkir dari penggilan penyidik lembaga antirasuah tersebut. (*)

Ikuti Pos-Kupang.Com di GOOGLE NEWS

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved