KKB Papua
Mahasiswa dan Pelajar Nduga Desak Proses Hukum Kasus Mutilasi di Mimika Tak Diulur-ulur
Para mahasiswa dan pelajar asal Nduga kembali menggelar orasi mendesak percepatan proses hukum terhadap para pelaku kasus mutilasi
POS-KUPANG.COM, JAYAPURA - Para mahasiswa dan pelajar asal Nduga kembali menggelar orasi mendesak percepatan proses hukum terhadap para pelaku Kasus Mutilasi di Mimika, Provinsi Papua.
Di sela orasi yang berlangsung di Jayapura, Selasa 4 Oktober 2022, Koordinator Lapangan, Kineas Payage, menyampaikan kekhawatiran Kasus Mutilasi di Mimika akan sama dengan tragedi Paniai tahun 2014 yang hingga kini belum jelas penyelesaiannya.
"Kasus ini harus diselesaikan, jangan seperti kasus Paniai 2014 dan diadili di 2022, karena terus-menerus ditunda," katanya kepada Tribun-Papua.com.
Untuk itu, pihaknya meminta agar kasus itu diselesaikan dengan cepat. "Kami juga minta bagian-bagian tubuh korban yang terpisah segera dikembalikan. Karena keadaan sekarang hanya sebagian, itu tidak benar adanya," tegasnya.
Kineas mengatakan, peradilan hukum yang bakal dijalani oleh keenam pelaku harus diselesaikan di Pengadilan Negeri Timika, bukan di peradilan militer.
"Kami berharap sidang yang akan berjalan melibatkan keluarga korban. Kami akan kawal terus kasus ini. Dalam aksi berikut kami akan turun dengan massa yang lebih banyak lagi," tukasnya.
Kapendam: berkas masih disempurnakan
Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) XVII/Cenderawasih, Kolonel Kav Herman Taryaman, dalam keterangannya, Selasa 4 Oktober 2022, mengatakan, berkas perkara tersebut diserahkan setelah dilakukan penelitian oleh Oditur Militer Tinggi (Otmilti) IV Makassar.
Untuk berkas perkara tersangka Mayor Inf HFD, katanya, ada beberapa keterangan, baik saksi maupun tersangka, yang masih perlu didalami.
Keterengan tersebut terutama keterangan tersangka dan melengkapi beberapa barang bukti yang masih kurang lengkap dan pemeriksaan HP milik tersangka di Laboratorium Forensik sehingga berkas perkaranya dikembalikan kepada penyidik Pomdam XVII/Cenderawasih untuk disempurnakan.
"Berkasnya dikembalikan karena menurut Otmilti IV Makassar masih ada keterangan yang perlu ditambahkan oleh para saksi maupun tersangka,” terangnya.
Selain itu, pihaknya juga harus melengkapi barang bukti yang belum ada sehingga berkas nantinya sempurna. Penyidik Pomdam XVII/Cenderawasih telah berkoordinasi dengan Polres Mimika terkait beberapa barang bukti.
Baca juga: Perantau Asal Sulsel Luput dari Tembakan KKB Papua, Pengakuannya Bikin Merinding
Ia mengatakan, barang bukti yang belum diserahkan yakni berupa proyektil yang saat ini masih dilakukan pemeriksaan forensik di Bidlabfor Polda Papua.
Menurut Kapendam, apabila pemeriksaan telah selesai, maka berkas akan secepatnya diserahkan kepada penyidik Pomdam XVII/Cenderawasih.
"Keenam tersangka oknum TNI dituduhkan pasal berlapis dan saat ini penahanan semua tersangka telah dipindahkan ke Staltahmil Pomdam XVII/Cenderawasih di Waena Jayapura," jelas Kolonel Kav Herman.
Perlu Libatkan Keluarga Korban
Direktur Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua, Theo Hesegem, menyebutkan bahwa penyelesaian dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua perlu melibatkan keluarga korban.
"Kalau kita mau menyelesaikan kasus pelanggaran HAM tanpa menanyakan kepada keluarga korban, itu sangat tidak mungkin, karena itu sama saja kita memaksa kehendak kita tanpa keinginan mereka," kata Theo, Selasa 4 Oktober 2022.

Menurutnya, sampai hari ini keluarga dari para korban kekerasan di Papua masih hidup, maka perlu mendengar pernyataan mereka.
"Tapi kita harus melibatkan keluarga korban untuk menyelesaikan rentetan kasus di Papua sesuai kemauan mereka. Oleh sebab itu, pemerintah pusat tidak bisa memaksakan kehendak, tetapi harus mengikuti apa yang diinginkan oleh keluarga korban," jelasnya.
Selain itu, lanjut dia, di Papua bukan hanya diduga terjadi pelanggaran HAM, tetapi juga ada pelanggaran hukum.
Baca juga: Cerita Heroik Reva Luput dari KKB Papua, Rela Didorong ke Jurang Hingga Berkubang Lumpur
Maksudnya, dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pihak keamanan, dan pelanggaran hukum oleh Tentara Nasional Pembebasan Papua Barat (TPNPB) atau Organisasi Papua Merdeka (OPM) terhadap warga sipil non Papua.
"Itu juga tidak bisa diabaikan oleh pemerintah, jadi poin penting yang sudah saya sampaikan itu, pelanggaran hukum dan HAM harus dipenuhi dan diselesaikan oleh pemerintah pusat, karena semua persoalan di Papua dilatarbelakangi oleh isu politik hingga membuat situasi di Papua semakin buruk," ujarnya.
Lanjut dia, jika keluarga korban mau menyelesaikan semuanya tanpa melibatkan kasus politik, maka itu tidak jadi persoalan, tetapi jika mereka ingin mengaitkan dengan isu politik maka pemerintah bisa mengalami kesulitan dalam proses penyelesaian dugaan pelanggaran HAM di Papua.
"Itu membutuhkan waktu, tidak harus secepatnya, dan perlu dilakukan pendekatan khusus," katanya.
Selain itu, menurut dia, penyelesaian dugaan pelanggaran HAM di Papua juga tergantung situasi keamanan.
"Artinya situasi Papua harus aman baru semua itu bisa dilakukan, tetapi kalau belum, maka saya yakin proses penyelesaian dugaan pelanggaran HAM di Papua akan jadi sulit," pungkasnya. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribun-Papua.com
Ikuti berita Pos-kupang.com di GOOGLE