Sekda NTT Meninggal

Sekda NTT Meninggal, Domu Warandoy: Pria Ceking yang Sukses Jadi Pelayan Masyarakat dan Abdi Negara

Deg! Saya terhenyak. Domu Warandoy, putra Sumba itu adalah satu di antara sahabat sekaligus guru saya di Pos Kupang.

Editor: Rosalina Woso
POS-KUPANG.COM/JHO LENA
SUASANA - Suasana di rumah duka Sekda NTT, Domu Warandoy, Senin, 3 Oktober 2022 

Sekda NTT Meninggal, Domu Warandoy, Pria Ceking yang Sukses Jadi Pelayan Masyarakat dan Abdi negara

Oleh Yusran Pare

POS-KUPANG.COM, BANDUNG - DUKA meledak dari Malang. Sejak dini hari berita menyesakkan itu mengaliri berbagai media, menjalarkan kepedihan tak terkira.

Di sela seliweran kabar mengerikan itu, selarik pesan pendek masuk. Pengirimnya, sahabat sekaligus guru saya, Dion Db Putra , tokoh pers Nusa Tenggara Timur yang kini bertugas di Lombok, Nusa Tenggara Barat.

"Pagi kaka. Ingat Domu Umbu Warandoy ko? Bang Domu Sekda NTT saat ini, dia meninggal dunia Minggu dini hari karena kecelakaan mobil di Kupang," tulis Dion.

Baca juga: Sekda NTT Meninggal, Almarhum Domu Warandoy Dimata Kaum Milenial, Febiola Angelika

Deg! Saya terhenyak. Domu Warandoy, putra Sumba itu adalah satu di antara sahabat sekaligus guru saya di Pos Kupang.

Teringat kembali saat pertama kali saya menjejakkan kaki di Pulau Karang itu, tahun 1995. Seorang pria ceking menyambut di gerbang kedatangan Bandara El Tari.

Bersamanya adalah Elviana Pello yang diperkenalkan sebagai kepala bagian iklan. Sementara Domu kepala bagian umum, istilah kini mah general affair manager, alias penanggung jawab nyaris segala urusan. Belakangan, saya tahu bahwa sebelumnya ia adalah reporter di desk kota.

Orangnya ramah, trengginas, rendah hati, sangat melayani. Pokoknya, baik lah. Di kemudian hari, selama saya tugas belajar di Kupang, nyaris tiap saat bersinggungan dengannya.

Sepanjang perjalanan dari bandara menuju kantor, Domu menunjukkan tempat-tempat di kiri kanan jalan yang kami lalui. Aduh!

Baca juga: Sekda NTT Meninggal, Pesan Domu Warandoy Tidak Mau Buat Orang Sulit Mencarinya

Tak terbayangkan bagaimana sulitnya mengembangkan koran di tempat seperti ini. Tempat di mana beli dan baca koran entah jadi prioritas keberapa dalam kehidupan sehari-hari warganya masa itu.

Pertama terbit 1 Desember 1992, sampai saat itu (1995) Pos Kupang terbit teratur sebagai koran harian berformat tabloid delapan halaman. Atau setara dengan selembar koran broadsheet!

Dicetak hitam-putih, dengan logo POS KUPANG di kiri atas, koran “setebal” delapan halaman ini jadi tipis jika selesai dibaca langsung dilipat-lipat, masuk saku.

Selain soal teknologi dan keterbatasan infrasutrktur pendukung, kertas juga jadi masalah utama, karena sangat tergantung pada pengriman dari Surabaya. Kapal pengirim, tergantung cuaca.

Pengalaman tak terlupakan bersama Domu adalah, sekali waktu, proses pracetak sudah rampung tapi percetakan tak bisa bergerak karena kertas habis.

Halaman
12
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved