Wawancara Eksklusif

25 Tahun Paroki St. Gregorius Agung Oeleta, Romo Jeffrey Nome : Menghidupi Semangat Komunio

Paroki St. Gregorius Agung Oeleta, Keuskupan Agung Kupang, genap berusia 25 tahun pada Rabu 31 Agustus 2022.

Editor: Alfons Nedabang
POS-KUPANG.COM/ASTI DHEMA
PODCAST – Manager Online Pos Kupang Alfons Nedabang dan Ketua Panitia Pesta Perak Paroki St. Gregorius Agung Oeleta Kupang RD Jeffrey Nome (kanan) dalam acara Podcast Pos Kupang, Rabu 24 Agustus 2022. 

POS-KUPANG.COM - Paroki St. Gregorius Agung Oeleta, Keuskupan Agung Kupang genap berusia 25 tahun pada Rabu 31 Agustus 2022. Puncak perayaan pesta perak ditandai dengan misa syukur. Umat menyambut dengan penuh suka cita.

Misa syukur akan berlangsung di gereja paroki yang terletak di wilayah Kelurahan Penkase Oeleta, Kecamatan Alak Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Rabu sore.

Bangunan gereja unik, bergaya modern dengan motif kapal. Ada jangkar menempel di dinding. Gereja menghadap ke laut, seakan sedang berlayar mengarungi perairan laut Teluk Kupang.

Bagaimana awal mula paroki terbentuk? Apa makna gereja motif kapal? Seperti apa persiapan umat menyongsong pesta perak? Manager Online Pos Kupang Alfons Nedabang mewawancarai Ketua Panitia Pesta Perak Paroki St. Gregorius Agung Oeleta, RD Jeffrey Nome dalam acara Podcast Pos Kupang, Rabu 24 Agustus 2022. Berikut petikan wawancaranya :

Romo bisa ceritakan awal mula paroki terbentuk?

Berbicara tentang gereja kami yang tadi dikatakan unik, ya dia desainnya seperti kapal, tapi memang perjuangannya luar biasa. Untuk seperti kapal itu, memang luar biasa.

Jadi, sejarah gereja itu memang setiap apa namanya setiap langkah dari setiap manusia atau juga setiap komunitas hidup beriman itu ada punya proses. Jadi Gereja Santo Gregorius Agung Oeleta itu berproses dari awal, mulai dari tahun 90-an, ketika itu umatnya masih menjadi bagian dari Paroki Katedral Kristus Raja Kupang. Jadi, luar biasa setelah dengar cerita-cerita pengalaman dari umat sekalian mulai terbentuk Paroki Santo Gregorius Agung Oeleta itu mulai dari Wilayah VI waktu itu ya, bagian dari Paroki Katedral. Wilayah VI itu dari wilayah Fatufeto, Kisbaki, Namosain, Penkase Oeleta sampai dengan Tenau. Karena lihat ada perkembangan umat meningkat waktu itu, sehingga dari wilayah enam itu dia mekar kemudian menjadi Wilayah VII khusus untuk Namosain, Penkase Oeleta dan Tenau.

Dari situ ada antusiasme dari kehidupan keberimanan umat sekalian. Umat memiliki satu impian, harapan yang baru untuk mereka bisa dilayani oleh pastor di dekat pemukiman dari umat waktu itu. Jadi, mereka memiliki maksud, tujuan dan impian. Kemudian mereka menghadap ke Pastor Paroki Katedral waktu itu, Romo Piet Olin. Mereka mengutarakan ingin menjadi satu bagian kecil dari paroki dengan mendirikan sebuah gereja supaya bisa dilayani lebih dekat.

Waktu itu umat beribadat dimana?

Mereka luar biasa. Mereka bisa bertahan kemudian beribadah, melakukan perayaan ekaristi. Mereka berdoa di salah satu gubuk, bekas asrama dan bekas kandang ayam. Pertama kali dilayani oleh Romo Stef Mau, sekarang Kepala Sekolah SMA Giovanni Kupang. Jadi, mereka beribadah di bekas kandang ayam yang disulap menjadi tempat beribadah untuk perayaan ekaristi. Bahkan Mgr. Gregorius Monteiro (Uskup Agung Kupang) pernah memimpin misa di bekas kandang ayam itu. Gubernur NTT Herman Musakabe juga sempat hadir. Saat itu umat mengutarakan keinginan mereka seingga bapak Gubernur Herman Musakabe menyumbangkan uang Rp 10 juta dan semen 100 sak.

Sejarah ini diceritakan oleh tokoh-tokoh umat seperti bapak Anton Lay, bapak Paulus Medi, bapak Alo Koten, bapak Pit Ola Beda, termasuk Ketua DPP Katedral waktu itu pak Stanis Tefa.

Kehadiran pemukiman-pemukiman baru di sekitar Penkase Oeleta, Osmok dan di Namosain juga memiliki andil. Ada juga perumahan Pitoby serta pabrik Semen Kupang. Umat mulai banyak sehinga menjadi cikal bakal.

Setelah dari kandang ayam?

Dari kandang ayam, pindahlah mereka beribadah di gudang Delsos milik Keuskupan Agung Kupang. Gudangnya masih ada. Gudangnya dibagi dua bagian pakai sekat. Satunya untuk tempat beribadah, ruang lainnya untuk menyimpan barang-barang. Dalam perjalanan, gudang sudah tidak bisa menampung lagi karena umat bertambah banyak. Sebelum bangun gereja, terlebih dahulu dibangun rumah pastoran.

Kapan paroki terbentuk?

Pada tanggal 31 Agustus 1997, tepat di hari minggu. Yang meresmikan Uskup Agung Kupang Mgr Gregorius Monteiro. Saat peresmian, sekaligus pengukuhan Pater Feliks Kosat sebagai pastor paroki yang pertama. Nama pelindung juga dikasih oleh Bapa Uskup. Jadi waktu itu ada dua nama yang diusulkan menjadi pelindung paroki, yaitu Santo Petrus dan Santo Gregorius. Bapa Uskup memilih Santo Gregorius Agung menjadi pelindung paroki. Pater Feliks Kosat menempati rumah pastoran.

Pada saat peresmian paroki, bangunan gereja belum ada?

Iya, gereja belum ada. Peresmian paroki di gudang Delsos. Setelah itu baru dibangun aula serba guna yang kemudian difungsikan menjadi gereja pertama. Umat sangat antusias. Mereka mengorbankan tenaga, material dan juga berbagai macam sumbangsih untuk membangun gereja.

Bagaimana dengan gereja motif kapal?

Seiring perjalanan waktu, memang perkembangan umat semakin banyak sehingga daya tampung gereja yang lama tidak bisa lagi. Kemudian umat bersama DPP dan Pastor Paroki berusaha untuk mendirikan satu gereja yang membentuk kapal itu yang sekarang gereja yang baru.

Gereja motif kapal itu idenya siapa?

Dari umat dan juga Pastor Paroki. Karena memang kita di Alak terutama di bagian barat dari Kupang, hampir semua kita punya umat itu adalah nelayan sehingga menjadi satu penghargaan dan penghormatan besar terhadap umat kita sehingga dibangun gereja berbentuk kapal.

Gereja berbentuk kapal supaya mengingatkan umat bahwa memang dari sini kami mendapatkan kehidupan dan kesejahteraan. Kalau kita berdiri di depan gereja, melayangkan pandangan ke Teluk Kupang, sama seperti di atas kapal dan sementara berlayar.

Gereja motif kapal ini mulai dibangun tahun 2004. Proses pengerjaan dan rampung dalam sepuluh tahun. Pada Februari 2017 baru dilakukan peresmian oleh Uskup Agung Kupang Mgr Petrus Turang.

Apa makna filosofis dari gereja motif kapal?

Gereja motif kapal juga sebenarnya mengingatkan kami para pelayan, rohaniwan, imam bersama umat, kami sementara berlayar bersama Tuhan Yesus. Kita bertolak ke tempat yang lebih dalam dan kita bukan menemukan ikan tetapi kita menemukan jiwa-jiwa yang sebenarnya memang butuh untuk dipedulikan dan diperhatikan. Semua diangkat, ditarik ke dalam kapal yang adalah gereja supaya mereka menemukan kenyamanan, keamanan terutama mereka mendapatkan keselamatan di sana.

Bahwa memang di laut itu ada banyak gelombang, mungkin angin juga ada, tetapi ketika tarik mereka naik ke kapal, kita berlayar bersama Tuhan Yesus yang adalah kepala gereja, kita sesungguhnya akan hidup karena nahkoda kita adalah Tuhan sementara berlayar dengan umat Paroki Santo Gregorius Agung Oeleta.

Romo bisa deskripsikan simbol-simbol kapal yang melekat pada bangunan gereja?

Di situ ada jangkar sementara tergantung di samping. Itu sesungguhnya begini, iman kita itu harus menjangkar pada Tuhan supaya ketika badai dia membawa kita, tetapi kita tidak pernah lari keluar atau berari jauh dibawa arus atau gelombang perubahan zaman yang terus-menerus menempa manusia.

Jadi, iman itu harus menjangkar di batu karang yang sebenarnya adalah Tuhan Yesus sendiri, bukan Petrus. Supaya manusia atau umat yang percaya kepada Tuhan di dalam komunio atau persekutuan di dalam gereja, mereka menemukan bahwa kalau iman kepada Tuhan, mereka tidak akan pernah ditenggelamkan oleh gelombang arus zaman yang selalu mengintai, yang selalu datang untuk menerpa manusia.

Di usia 25 tahun ini, berapa banyak umat dan tersebar dimana saja?

Di mulai dari beberapa kelompok umat, Namosain, Osmok, Penkase Oeleta, Tenau dengan jumlah umat yang waktu itu 200-an lebih saja. Tapi sekarang dari perjalanan ziarah Paroki Santo Gregorius Agung Oeleta ini, jumlah umat kurang lebih 4.000 umat. Tersebar di pusat paroki itu ada 15 KUB (Kelompok Umat Basis) dengan pembagian 5 wilayah. Lalu kemudian ada Stasi Batakte, Stasi Tenau, Stasi Boniana, lalu yang satunya di Pulau Semau. Dulu stasi Semau, sekarang statusnya sudah Kuasi Paroki, mau dibilang pra paroki. Kuasi Paroki belum terlepas dari paroki induk, Paroki Oeleta.

Saya yakin umat Paroki Santo Gregorius Agung Oeleta pasti berbangga, karena dalam ziarah gereja selama 25 tahun ini, ada buah-buah iman yang memang tertoreh yang mereka peroleh kemudian mereka maknai sebagai sebuah panggilan untuk tetap bersekutu. Sebagaimana tema Pesta Perak yang digagas oleh Pastor Paroki kami yang tercinta Romo Bob Muda bahwa kita semua umat Paroki Santo Gregorius Agung adalah saudara seperti bunga yang berbeda di taman yang sama. Satu filosofi yang luar biasa bahwa berbagai macam etnis, suku dan bahasa Gereja Oeleta berziarah tetapi kemudian menemukan persaudaraan yang intens di dalam Kristus lalu kemudian bergerak oleh karena doa-doa dari Santo Gregorius Agung sebagai Pelindung Paroki Oeleta. Kami sedang berziarah sebagai sahabat, sebagai saudara, kami bersekutu di dalam iman.

Apakah sejarah paroki ini telah dibukukan?

Iya, buku yang kita buat bersama. Umat Paroki Santo Gregorius Agung Oeleta refleksi bahwa di 25 tahun ini harus ada satu memori yang mesti dipegang oleh umat dan menjadi catatan sejarah untuk kita supaya masyarakat beriman terutama umat. Mereka bisa memiliki sebuah catatan sejarah yang baik sehingga sebaiknya perjalanan sejarah dari gereja ini kita bisa bukukan. Kita narasikan secara baik, secara literil, kemudian secara kontekstual, lalu dari kontekstual kita tekstualisasikan dalam sebuah buku yang baik.

Sehingga buku ini menjadi pegangan untuk umat, mereka merefleksi bahwa perjuangan dulu ya umat mulia dari orang-orang yang beberapa orang itu, mereka berjuang untuk mendirikan gereja ini bukanlah perjuangan yang gampang. Melalui proses yang melelahkan tetapi mereka tidak mengalah. Mereka terus berjuang untuk kehidupan gereja terutama dalam perkembangan gereja ini.

Kehadiran buku yang ditulis bersama nanti diberikan kepada umat, sesungguhnya sebuah kesadaran dari iman umat dan juga bukti nyata bahwa sesuatu yang dialami mesti juga dibukukan supaya jangan sampai hilang oleh karena memori manusia terhapus karena termakan usia tetapi juga masih ada supaya bisa di usia anak-anak yang sekarang nanti kemudian hari mereka lihat bahwa perjalanan gereja ternyata mesti dibukukan supaya mereka tahu,kita tahu dan orang juga tahu bahwa ada sesuatu yang tercatat di sana. Buku sudah dicetak, tinggal nanti tanggal 31 Agustus kita launching bukunya.

Seperti apa persiapan menyongsong Pesta Perak?

Kalau yang namanya perayaan, pesta biasanya ada persiapan. Jadi persiapan kita menyongsong Pesta Perak yang akan terjadi pada 31 Agustus ini, sudah mulai dari tahun lalu. Pertemuan perdana dimulai pada bulan Oktober 2021 dan kemudian pertemuan-pertemuan berkala hingga Minggu kemarin. Banyak umat yang mengatakan, memang kita baru 25 tahun dan sesungguhnya jiwa kita itu masih sangat muda, ya dan antusiasme kita untuk tetap berkembang menjadi umat yang militan, kita harus mempersiapkan sekurang-kurangnya satu tahun sebelum perayaan Pesta Perak ini.

Jadi, dengan antusiasme umat, mereka datang dan kita berembuk, bertemu, berbicara bersama untuk persiapan pesta perak ini. Memang ada banyak kendala yang dihadapi, dialami tapi namanya sebuah ide bersama, sebuah keputusan bersama pasti dijalankan dengan baik. Memang pesta perak ini banyak membutuhkan tenaga kemudian waktu, semuanya kita mengajak umat semua untuk meluangkan waktu dan tenaga mempersiapkan dengan baik. Semua umat berpartisipasi karena mereka mencintai gereja yang berbentuk kapal yang sedang mereka di atas dan berziarah bersama.

Mungkin bisa dibocorkan juga konsep acara pada hari H?

Kita sudah konsepkan semua acar dengan baik. Pertama sekali bahwa dalam gereja Katholik atau orang-orang beriman sebelum dia merasakan kegembiraan secara jasmaniah, rohaniah harus lebih dulu dikenyangkan dengan kita merayakan Ekaristi bersama 25 tahun gereja berziarah, itu perayaan misa Pesta Perak dan juga di sana ada juga dengan penerimaan Krisma. Calon penerima Krisma ada 308 orang. Mereka akan diterimakan sakramen Krisma supaya mereka merasa bahwa di 25 tahun ini mereka sungguh-sungguh dewasa dan mereka siap untuk diutus menjadi garam dan terang bagi dunia.

Saya juga kebetulan baru pulang dari Keuskupan bertemu dengan Bapa Uskup Mgr Petrus Turang berkoordinasi mengenai persiapan untuk acara Pesta Perak tanggal 31 Agustus.

Ada pesan khusus Bapa Uskup yang bisa dibocorkan?

Bapa Uskup berpesan bahwa siapkan semua itu secara baik, supaya umat juga merasa bahwa mereka merayakan Pesta Perak itu secara baik. Itu saja beliau punya pesan. Bapa Uskup bersedia hadir. Beliau akan memimpin perayaan Ekaristi sekaligus memberikan sakramen Krisma untuk umat.

25 tahun ini tidak sekedar angka matematis. Apa makna 25 tahun berdasarkan hasil refleksi romo, pastor paroki bersama umat?

Refleksi dari pastor paroki bahwa di usia 25 tahun perjalanan Paroki Santo Gregorius Agung Oeleta ini, umat harus menghidupi semangat komunio atau persekutuan supaya kita tetap berjalan bersama, berdiri bersama. Kita tetap hadir bersama sebagai sebuah komunitas persekutuan orang beriman di Paroki Oeleta dan dari sana kita bisa mendapatkan kesempatan untuk bisa menumbuhkembangkan imat umat semua.

Kita semua bersekutu. Komunio sesungguhnya menjadi digembor-gemborkan, dibesarkan supaya orang bisa menemukan bahwa gereja hadir itu untuk memberikan persekutuan yang baik dan dari situ iman orang bisa bertumbuh dengan benar, bapak. Kalau tanpa persekutuan, kita berdiri sendiri-sendiri gereja tidak akan berjalan dengan baik. Ini juga disuarakan oleh Bapa Uskup bahwa bukan soal imannya tetap berjalan oleh umat, tetapi juga kehidupan, kesejahteraan dari umat sekalian itu mesti diperhatikan baik oleh pastor maupun oleh DPP.

Ada informasi di Oeleta lagi giat-giatnya membangun taman doa?

Saya harus mengatakan, saya harus tunduk menghormati saya punya pastor paroki yang memang orangnya dengan kebapakan dan seorang kakak yang baik, dia sangat memperhatikan kehidupan umat lalu juga tentang keimanan umat yang sebenarnya harus ditingkatkan sehingga beliau sekarang bersama umat, sementara membangun gua. Gua Maria pas persis di hadapan pastoran tapi bisa dijangkau sehingga kalau nanti sudah jadi menjadi taman yang bagus dan luar biasa indah. Pastor paroki orang seni, beliau menata dengan sangat baik. Pesona pemandangan luar biasa. Orang bisa merasakan ketenangan dan kenyamanan sehingga bisa devosi di sana. Tahapan pengerjaan sudah 75 persen sehingga sudah merasakan nampak keindahan. Rencananya tanggal 31 Agustus bisa diresmikan, tapi rupanya tidak. Yang jelasnya bulan Oktober 2022 sudah bisa pakai.

Pesan Romo untuk umat?

Bahwa beriman itu tidak akan berdiri di atas kemunafikan. Sebab kemunafikan itu itu sama seperti gunung berapi, di sana tidak akan tumbuh bunga kebahagian. Yang terjadi bahwa ketika kita beriman, kita membuka hati kita pertama kepada Tuhan, kedua kepada sesame manusia.

Supaya suka cita dari Tuhan kita taruh di hati, suka cita yang ada di hati kita bagikan kepada sesama manusia. Itu iman yang sesungguhnya, beriman dan kemudian berbuah. Saya mengutip kata-kata dari Santo Bapa Paus Fransiskus bahwa iman yang tidak bertumbuh berarti tidak bernyawa. Iman yang tidak berbuah berarti iman itu mati atau kosong. (asti dhema)

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved