Berita Nasional

Harga Solar Harusnya Rp 13.950 Pertalite Rp 14.450, Kuota BBM Subsidi Terancam Jebol

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, harga jual solar oleh Pertamina dengan seizin pemerintah hanya Rp 5.150 per liter.

Editor: Alfons Nedabang
POS-KUPANG.COM/RICKO WAWO
ANTRE - Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis pertamax dan pertalite kembali melonjak drastis sejak hari Selasa kemarin di Kota Lewoleba. Warga tampak mulai kesulitan mendapatkan BBM yang dijual eceran. Sementara antrean kendaraan roda dua dan roda empat di SPBU Lamahora mengular hingga memenuhi sebagian badan jalan. SPBU Lamahora sendiri merupakan satu-satunya SPBU yang ada di Kota Lewoleba. 

POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Kementerian Keuangan menyatakan, dengan Harga Minyak Dunia sekira 100 dolar Amerika Serikat (AS) per barel dan rupiah di Rp 14.700 per dolar AS, maka harga bahan bakar minyak atau BBM Subsidi solar jauh di bawah keekonomian. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, harga jual solar oleh Pertamina dengan seizin pemerintah hanya Rp 5.150 per liter.

"Ini artinya harga solar jauh di bawah keekonomian hanya 37 persen dari harga keekonomian. Kalau menggunakan hitungan dolar AS di Rp 14.700 dan harga minyak 105 dolar AS, harusnya harga solar Rp 13.950 per liter," ujarnya dalam konferensi pers di Gedung Kementerian Keuangan, Jumat 26 Agustus 2022.

Karena itu, pengguna dari solar mendapatkan subsidi 63 persen dari harga keekonomian atau sebesar Rp 8.800 per liter. Kemudian, Sri Mulyani menambahkan, untuk pertalite juga sama yakni harga sekarang Rp 7.650 per liter, jauh di bawah keekonomian.

"Kalau hitungan minyak dunia 105 dolar AS dan kurs Rp 14.700 per dolar AS, maka harga Pertalite harusnya di Rp 14.450 per liter," katanya.

Baca juga: Tambah Lokasi Pendaftaran Subsidi Tepat BBM, Pertamina Ajak Warga di NTT Daftarkan Kendaraannya

Menurut dia, artinya konsumen dari Pertalite sekarang ini mendapatkan subsidi dari pemerintah sebanyak Rp 6.800 per liter.

Kuota BBM Subsidi Terancam Jebol

Pemerintah kini tengah mempertimbangkan untuk melakukan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi. Sebab saat ini harga minyak dunia mengalami fluktuasi dan berada di level yang cukup tinggi. Ditambah lagi, kuota BBM subsidi yang disalurkan Pertamina kian tipis.

Hal tersebut berdampak kepada anggaran subsidi energi, khususnya BBM yang meningkat tajam, dan berpotensi rawan jebol. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membeberkan polemik terkait wacana naiknya harga BBM subsidi.

Menkeu mewanti-wanti volume solar dan pertalite akan membeludak pada akhir tahun. Kuota saat ini untuk solar 15,1 juta kiloliter sementara kapasitas konsumsi 1,5 juta per bulan. Diprediksi akan habis pada bulan Oktober tahun ini.

Untuk pertalite lanjut Menkeu kuotanya yang sebesar 23,05 juta liter akan habis juga pada bulan Oktober 2022. Menkeu mengungkapkan sebagian besar anggaran subsidi BBM jenis pertalite dan solar dinikmati oleh orang kaya. Hanya sedikit dari anggaran BBM subsidi itu yang dinikmati oleh orang miskin.

Baca juga: Ombudsman: Kekurangan Kuota BBM di NTT Banyak Kendaraan Plat Luar

Dari anggaran subsidi dan kompensasi energi yang ditetapkan sebesar Rp 502,4 triliun, mencakup alokasi untuk Pertalite sebesar Rp 93 triliun dan alokasi untuk Solar sebesar Rp 143 triliun. Sayangnya, anggaran pertalite dan solar itu malah lebih banyak dinikmati oleh orang kaya.

Sebab banyak orang dengan daya ekonomi yang mampu lebih memilih mengkonsumsi BBM bersubsidi. "Solar dalam hal ini dari Rp 143 triliun itu sebanyak 89 persen atau Rp 127 triliunnya yang menikmati adalah dunia usaha dan orang kaya," ujar Sri Mulyani saat konferensi pers di kantornya, Jumat 26 Agustus.

Begitu pula dengan Pertalite, dari anggaran Rp 93 triliun yang dialokasikan untuk biaya kompensasi, sekitar Rp 83 triliun dinikmati oleh orang kaya.

Artinya hanya sedikit masyarakat miskin yang mendapat subsidi dan kompensasi energi. "Dari total Pertalite yang kita subsidi itu Rp 83 triliunnya dinikmati 30 persen terkaya," katanya.

Oleh sebab itu, pemerintah saat ini tengah berupaya untuk membuat kebijakan yang mendorong konsumsi pertalite dan solar bisa tepat sasaran. Terlebih anggaran subsidi dan kompensasi energi bisa bertambah Rp 198 triliun jika tidak ada kebijakan pengendalian dari pemerintah.

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved