Berita Kota Kupang

Prof. Apris Adu Jadi Guru Besar Undana Kupang, Rektor Max Sanam Bangga

Ia menyampaikan terima kasih dan mengapresiasi kepada semua pihak karena Undana kembali melahirkan satu lagi guru besar.

Editor: Rosalina Woso
POS-KUPANG.COM/IRFAN HOI
Prof. Dr Apris A.Adu, S.Pt.,M.Kes 

"Saat ini tercatat Undana memiliki 39 Prof namun 19 lainya tidak aktif lagi karena pensiun dan telah meninggal dunia. Dalam waktu dekat ada yang pensiun maka para dokter segera diusulkan," tuturnya. 

Baca juga: Dosen Undana Kupang Sebut Ramos Horta Akan Lebih Terbuka Terkait Kerjasama Ekonomi Multilateral

Untuk meningkatkan mutu pendidikan, pihaknya menyepakati untuk mendorong para dosen lainnya agar dapat melanjutkan studi ke jenjang S3 karena bisa terjadi krisis doktor dan profesor yang bisa mengakibatkan turunnya status dan mutu pendidikan. 

"Kita memang maju tapi lambat sedangkan universitas lain bergerak lebih cepat. Untuk itu kita harus bergerak cepat untuk mengantisipasi hal ini," sebut dia. 

Dikesempatan itu, Prof Apris A. Adu,  menyebut perjalanannya meraih predikat ini tidak dengan hal mudah. Dibutuhkan kerja keras doa juga melibatkan semua orang.  

Dirinya diterima dan diangkat sebagai PNS golongan 2A menjadi sebagai staf administrasi. Golangan tersebut setara dengan ijasah SMA maka, harus menyesuaikan pendidikan lagi.

Semangat merubah nasibnya pun tak pernah surut. Dengan kemampuan keuangan yang pas-pasan, ia bertekad melanjutkan pendidikan nya ke jenjang strata dua (S2) dan berlanjut ke S3. 

"Puji Tuhan karena setelah saya menyelesaikan doktor 2017, terdapat 6 jurnal bereputasi dihasilkan serta didukung dengan track record pemenuhan kebutuhan dari segi penunjang, pengabdian, pembelajaran dan didikan serta inpirasi yang dihasilkan melalui penelitian sehingga 1 tahun 27 hari bisa dikukuhkan menjadi guru besar," kata dia berkisah. 

Keberhasilan tertinggi dibidang akademik itu diakui bukan karena kemampuannya semata namun terdapat banyak pihak yang turut serta mengantarkan meraih gelar profesor itu.

Prof Apris menyebut perjuangannya tidak luput dari kendala dan masalah yang dihadapi. Tantangannya yakni dirinya berlatar belakang  tenaga kependidikan bukan pendidik sehingga membutuhkan kerja keras dan banyak penyesuaian.

"Awalnya saya tidak memiliki mimpi menjadi guru besar karena yang jadi guru besar itu minimal harus tenaga pendidik bukan staf administrasi. Tapi saya nekat dengan bermodalkan ijin belajar saya melanjutkan S2 tahun 2014. Waktu itu saya berpikir ketika selesai hanya bisa digunakan untuk sosial saja namun ketika selesai, ada kebijakan pemerintah pusat untuk pemutihan ijazah dengan status ijin belajar," sebutnya.

"Dari sekian banyak dosen yang mengajukan pemutihan, terdapat 13 nama yang keluar untuk diakomodir sebagai tugas belajar salah satunya saya," tambah dia. 

Kepercayaan diri menjadi dosen pun mulai menguat dan mendapat dukungan dari berbagai pihak dan sejumlah profesor. Salah satunya adalah Prof Agus Benu yang saat itu mengatakan bahwa dirinya akan menjadi guru besar.

Selain itu, motivasi yang mendorongnya untuk terus belajar adalah Prof Alo Liliweri karena latar belakang keduanya sama-sama berasal dari tenaga kependidikan.

"Banyak orang yang menyebut bahwa saya akan menjadi guru besar. Saya juga melihat latar belakang prof Alo yg sudah menjadi guru besar, memicu saya untuk terus belajar dan berkarya dan hari ini sejarah mencatat saya menjadi guru besar," kata Prof. Apris. 

Setelah dikukuhkan, tak lupa ia berpesankan kepada akademisi lainnya yang juga memiliki kemampuan namun belum menjadi guru besar karena prestasi tertingga dalam akademik itu bisa diraih jika ingin bekerja keras.

Halaman
123
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved