Cerpen
Guru Kurang Ajar
Cerpen Guru Kurang Ajar dari Aster Bili Bora memberi kesan guru yang kejam, tetapi di balik kekejaman ternyata sang guru menginginkan muridnya sukses.
Setelah naik kelas III kami mendapatkan kemerdekaan karena guru lain yang ajar kami. Cukuplah sudah satu tahun dalam penjajahan.
Seandainya guru itu pula yang mengajar kami, maka sudah pasti saya memutuskan untuk pindah ke sekolah lain. Biar jauh bukan masalah, asalkan tidak bertemu lagi dengan guru kurang ajar.
Dua tahun kemudian sialnya diasuh kembali oleh guru kurang ajar. Dia menjadi guru kelas kami, kelas V.
Kemerdekaan kami dua tahun belakangan kembali terbang hilang. Memang dia sudah bertobat dengan pendekatan tusuk paha, namun kami tetap dalam penjajahan karena guru kurang ajar mendidik kami dengan tangan besi.
Tidak ada hari yang terlewatkan tanpa pukul. Ada-ada saja alasan yang menyebabkan ia hajar murid.
Tentu saja kami paham yang orang bilang rotan kasih. Tetapi cara pukul guru kurang ajar kelewatan. Ia pukul murid sama dengan pukul orang PKI.
Rumah saya dengan sekolah jaraknya 150 meter. Suatu waktu ketika jam istirahat, saya dan 3 kawan mencari nangka di seputar kompleks rumah.
Keasyikan mencari dan makan nangka akhirnya kami lambat 10 menit. Ketika kami kembali dan akan masuk kelas, guru kurang ajar menghadang kami di mulut pintu kelas.
Ia hajar kami satu-satu dengan belahan bambu. Pinggul saya kebiruan.
Mama saya yang sudah janda merawat saya dengan kasih sayangnya yang luar biasa. Tiga hari berturut-turut ia merebus daun balakacida kemudian memandikan dan membilas pinggul saya yang kebiruan.
Ketika itu nurani saya bertanya: Dapatkah suatu saat orang yang beranak rahim dan orang yang beranak tangan sama kasih sayangnya?
Guru kurang ajar itu memiliki relasi sosial yang baik. Dengan orang tua dan kakek saya bergaulnya sangat erat. Kalau ia dapat daging banyak dari pesta, tempat berbaginya pada orang tua saya. Tempat ambil kayu api dan tempat ambil sayur di kebun orang tua saya.
Tiap minggu paling kurang dua kali ia pasti singgah dan makan sirih pinang di rumah kami. Tetapi tega-teganya ia menghajar saya demikian tanpa perasaan.
Setelah saya sembuh dan kembali bersekolah, guru kurang ajar itu datang ke rumah. Dia bergaya seperti biasanya mengganggu kakek saya tanpa ada perasaan bersalah mencederai saya. Kesempatan itulah mama saya semprot dia habis-habisan.