Berita Manggarai Barat Hari Ini

Pelaku Pariwisata Akan Unjuk Rasa Bila Penolakan Tarif Baru Masuk Pulau Komodo Tidak Direspon

wacana tersebut dilakukan oleh Pemerintah Provinsi NTT melalui PT Flobamor (BUMD milik Pemerintah Provinsi NTT) dengan Balai TNK. 

Penulis: Gecio Viana | Editor: Rosalina Woso
POS-KUPANG.COM/GECIO VIANA
Ketua PHRI Cabang Mabar, Silvester Wanggel saat ditemui di Kantor DPRD Mabar, Senin 4 Juli 2022. 

"Jika wacana ini benar, kita sepakat, tetapi kenaikan itu harus berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat dan PAD," katanya. 

Pihaknya pun mengakomodir penolakan para pelaku pariwisata atas kebijakan tersebut. 

 Menurutnya, bila informasi kenaikan tiket Pulau Komodo, TNk menjadi keputusan final, perlu keterlibatan semua stakeholder yang bergelut di bidang Pariwisata dalam menelurkan sebuah kebijakan. 

Terlebih, lanjut dia, kebijakan tersebut berdampak bagi kepentingan masyarakat secara luas.

"Sejauh ini DPRD Mabar belum mendapatkan keputusan resmi terkait isu tersebut. Tetapi sekali lagi, itu harus berdampak terhadap perekonomian masyarakat dan penerimaan daerah," ujarnya.

Pelaku Pariwisata dan DPRD Gelar RDP

Sebanyak 14 asosiasi di sektor pariwisata mendatangi DPRD Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) menolak wacana Pemerintah Provinsi NTT dan Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) yang berencana pada 1 Agustus 2022 mendatang menetapkan biaya ke kawasan konservasi Taman Nasional Komodo (TNK), menjadi Rp 3,75 juta per orang untuk periode satu tahun.

Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait wacana tarif masuk TNK yang mencapai Rp 3.7 juta di Aula Kantor DPRD Manggarai Barat, Senin 4 Juli 2022 itu dipimpin Wakil Ketua DPRD Mabar, Marselinus Jeramun didampingi Ketua DPRD Mabar, Martinus Mitar. 

Sebanyak 14 pelaku pariwisata yang hadir diantaranya, ASITA (Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia), Asosiasi Kapal Wisata (Askawai), Persatuan Penyelam Profesional Komodo (P3KOM), GAHAWISRI (Gabungan Pengusaha Wisata Bahari dan Tirta), PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia), HPI (Himounan Peramuwisata Infonesia), Astindo (Asosiasi Travel Agen Infonesia), dan AWSTAR (Asosiasi Angkutan Wisata Darat Labuan Bajo). 

Selanjutnya, Formapp (Forum Masyarakat Peduli dan Penyelamat Pariwisata), IPI (Insan Pariwisata Indosesia), DOCK (Dive Operator Comunity Komodo), JANGKAR (Jaringan Kapal Rekreasi), AKUNITAS Mabar (Asosiasi Kelompok Usaha Unitas) dan BPLP (Barisan Pengusaha Pariwisata Labuan Bajo). 

"Kenaikan tiket tersebut kami dengan tegas menolak," kata Ketua PHRI Cabang Manggarai Barat (Mabar), Silvester Wanggel.

Dalam kesempatan itu, mereka juga menyampaikan tuntutan dan memberikan pernyataan sikap yang ditandatangani bersama. 

Dalam pernyataan sikap, para pelaku menilai pertama: Kebijakan kenaikan harga tiket ke Pulau Komodo hanya akan bisa dijangkau oleh pasar menengah ke atas. Sampai sekarang, belum ada survey terkait besaran jumlah segmen ini. Kami menilai kebijakan ini akan berdampak pada penurunan jumlah kunjungan wisata atau pembatalan reservasi calon klien kami.

Kedua: Argumen konservasi yang dipublikasikan di beberapa media sangat tidak masuk akal. Ini dikarenakan :

a. Tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa peningkatan jumlah kunjungan wisatawan berdampak penurunan jumlah Komodo. Bahkan pada tanggal 2 Maret 2022, Balai TNK justru menyatakan bahwa populasi Komodo selalu bertambah dari tahun 2018-2021.

Halaman
1234
Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved