Berita NTT Hari Ini
Gaungkan Smart Farming, Petani Milenial NTT Raup Jutaan Rupiah
dibudidayakan diantaranya cabe, tomat, dan juga bawang merah dengan masa panen cabe 3 bulan, tomat 2 bulan dan bawang merah 3 bulan.
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Smart farming, istilah yang tidak asing lagi dalam sistem pertanian berbasis teknologi yang dapat mempermudah petani dalam meningkatkan hasil panen secara kuantitas dan kualitas. Sejatinya, sistem smart farming ini sudah bisa diterapkan di seluruh wilayah indonesi, termasuk NTT.
Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, menegaskan Kementan terus berupaya mengubah wajah sektor petanian mengandalkan para petani muda dan pemanfaatan korporasi serta kerjasama dengan petani milenial ataupun gabungan kelompok tani.
“Pembangunan pertanian ke depan akan semakin mengandalkan para petani muda dengan korporasinya, terutama sebagai strategi untuk memperkuat produksi dan distribusi. Agripreneur muda yang melek teknologi adalah potensi dan mitra strategis memecahkan kendala distribusi serta lemahnya akses pasar petani selama ini", tutur Mentan SYL.
Salah satu petani milenial yaitu Yoseph Nong Yance sebelum berhasil mengembangkan usaha smart farming, ia memulai usaha yang bergerak dibidang hortikultura. Dengan modal 100 juta yang berasal dari tabungan sendiri, ia berhasil mengembangkan usaha ini dengan cukup cepat.
Baca juga: Kesbangpol Sebut 13 Paprol Baru Hadir di NTT
Tanaman yang dibudidayakan diantaranya cabe, tomat, dan juga bawang merah dengan masa panen cabe 3 bulan, tomat 2 bulan dan bawang merah 3 bulan.
Untuk satu kali panen berkisar 1-2 ton perkomoditi. Hal tersebut merupakan jumlah yang sangat banyak bagi usaha yang tergolong baru karena berdiri kurang lebih tiga tahun ini.
Pria yang akrab disapa Yance ini, telah merambah ke bidang pembuatan alat dengan teknologi smart farming. Sebagai petani muda, ia telah merasakan manfaat dari smart farming ini, khususnya untuk sistem irigasi tetes.
Sistem ini bekerja dengan cara membiarkan air menetes pelan-pelan ke akar tanaman, baik melalui permukaan tanah atau langsung ke akar. Salah satu alasannya menggunakan sistem ini karena wilayah NTT termasuk wilayah yang kering dan memiliki keterbatasan air.
Baca juga: Dirut Bank NTT Raih Penghargaan Digital Banking Awards 2022
“Smart farming yang saya coba kembangkan yaitu sistem irigasi tetes yg dipadukan dengan berbagai sensor, seperti sensor NPK, PH, kelembapan, water flow, watter lefel dan kontrol pengairan menggunakan aplikasi android,” paparnya.
Hal ini serupa dengan yang disampaikan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo terkait digitalisasi pertanian akan menjadi efektif jika usaha agribisnis modern berbasis smart farming dapat tercapai .
Karena tujuan utamanya ialah meningkatkan produksi dengan kualitas yang tinggi dan pendapatan petani semakin naik.
Walaupun usahanya baru berdiri di tahun 2019, namun omzet yang ia dapatkan dari usaha hortikulturan dan pembuatan alat dengan metode smart farming sangat fantastis.
Baca juga: Aston Hotel Kupang Kembali Suguhkan Live Musik Sepanjang Minggu
“Untuk omzet sendiri dalam usaha selalu fluktuatif atau naik turun. Dari lahan, kami bisa mendapat sekitar 15-20 juta perbulan, sedangkan untuk smart farming bisa sampai 100juta per/bln tapi itu tidak setiap bulan karena tergantung permintaan konsumen untuk pembuatan alat,” jelas Yance.
Ia berharap banyak terhadap program pemerintah terkait duta petani milenial terutama bagi petani-petani muda di daerah.
”Tentu harapannya dengan usaha kami ini bisa berkembang lebih besar dan bisa merangkul anak muda lebih banyak untuk terjun ke dunia pertanian, serta kami harap pemerintah lebih proaktif terkait dengan petani muda didaerah, begitu juga duta petani milenial,” tutupnya.
Baca juga: Aston Hotel Kupang Kembali Suguhkan Live Musik Sepanjang Minggu