Opini

Sekadar Ujian…

Kurikulum Merdeka Belajar secara formal telah menetapkan bahwa Project Based Learning (PBL) menjadi salah satu dari 3 karakteristiknya

Editor: Edi Hayong
KOMPASIANA.COM
Robert Bala 

Sekadar Ujian…
Oleh : Robert Bala*)

In school you’re taught a lesson and then given a test. In life, you’re given a test that teach you a lesson (Tom Bodett)

MEI 2022, bulan puncak ujian. Setelah siswa kelas 12 dan kelas 9 mengikuti ‘ujian akhir’, lalu diikuti anak kelas 6. Gayung itu bakal bersambut dengan ujian kenaikan kelas. Yang jadi pertanyaan: setelah tertatih-tatih dengan pandemi, apakah pola ujian akhir sekolah itu dirancang berbeda sesuai pembelajaran yang didapatkan ataukah ia malah mengangkangi proses yang telah diretas?
Mustahil bertanya demikian. Tanpa mengingkari terobosan yang berani dilaksanakan oleh sekolah tertentu, tetapi kalau kita jujur, model ujiannya ternyata tidak beda dengan pola yang dilakukan sebelum pandemi.

Lihat saja. Sejak merendahnya kasus covid-19, sekolah sudah giat lagi dengan ujian praktik. Selanjutnya siswa kembali ‘bergaul’ dengan buku teks demi menajamkan lagi kemampuan mengingat, memahami, dan menerapkan. Sementara itu aneka pembelajaran berbasis proyek dipinggirkan.
Di sinilah terjadi keanehan. Pada Maret 2020 Kemendikbud sangat gesit menghentikan ujian. Kita sadar, ujian bukan segala-galanya. Model ujian diyakni sangat teoretis tidak mengena. Apa yang diuji bukan sesuatu yang telah dilakukan, tetapi sekadar teori yang coba didalami dan (syukur-syukur) bisa dipahami.

Keanehan ini dibongkar. Dengan gesit pula Kemendikbud menghadirkan kurikulum darurat. Di sana materi esensial yang berkaitan dengan pengalaman hidup lebih diprioritaskan. Yang lain diyakini, ketika materi utama dikuasai secara mendalam, akan muncul rasa ingin tahu yang membuat para siswa melengkapinya sendiri.  Terobosan tidak hanya itu. Hanya ganti bulan, sudah dihadirkan Kurikulum Prototipe yang katanya belum menjadi kurikulum resmi. Hal ini pula patut dihargai karena menunjukkan fleksibilitas tinggi tidak saja pada satuan pendidikan tetapi Kemendikbud sebagai penentu regulasi akhir. Malah dalam hitungan minggu, ‘si prototipe’ itu telah disahkan menjadi Kurikulum Merdeka Belajar.
Sampai pada tataran ini kita pun masih harus mengapresiasi terobosan yang ada. Yang jadi pertanyaan, apakah terobosan itu terbukti mengerucut dalam ujian pada April, Mei, dan Juni?

Di sinilah persoalannya. Ujian yang seharusnya menjadi bagian penting yang perlu dirumuskan mempertimbangkan proses sebelumnya dalam suasana pandemi, ternyata dibiarkan ditafsir sendiri. Masing-masing provinsi malah kabupaten kota menafsir dan menetapakn sendiri. Di sana tidak saja adanya variasi waktu pelaksanaan tetapi juga model ujian yang kembali menguji teori (seperti sediakala) terjadi. Kelas 12, 9, dan 6 sudah melaksanakan dan nanti diikuti juga oleh kelas lainnya dalam ujian kenaikan kelas.

Ujian Proyek

Kurikulum Merdeka Belajar secara formal telah menetapkan bahwa Project Based Learning (PBL) menjadi salah satu dari 3 karakteristiknya. Kuantitas proyek telah ditetapkan untuk tingkatan SD, SMP, dan SMA/SMK. Untuk TK, lebih diarahkan agar menjadikan hari raya sebagai tema proyeknya.
Dalam arti ini maka disain model ujian mestinya bergerak seputar proyek. Hal itu bisa mencakup tema proyek, realisasi proyek, dan model penilaian (ujian). Dengan kata lain, model ujian yang semestinya digagas lebih realistis dengan bertumpuh pada model penilaian yang lebih bermakna.

Tidak hanya itu. Proyek yang dilakukan tidak sekadarnya. Ia telah digagas menjadi sangat kontekstual tidak saja mengikuti tuntutan situasi dan perubahan zaman tetapi dengan mengakomodir masalah kontekstual. 17 Tujuan pembanguann dari Sustanible Development Goals (SDGs) dari PBB misalnya dianggap paling pas. Darinya setiap siswa telah diarahkan sejak dini menjadi bagian dari solusi mengatasi persoalan global.
Adanya pengerucutan tema seperti ini menyadarkan bahwa pada akhirnya sekolah akan sangat mengerucut pada materi esensial yang kontekstual. Proyek itu pun tidak sekadar ada. Ia digagas secara baik dan profesional karena bersifat khusus (specific), dapat diukur (measurable), dapat dicapai (achiveble), realistis (realistic) dan dapat dinamsi dan fleksibel (dynamic) yang disingkat SMARD.

Tidak hanya itu. Hantaman pandemic telah menyadarkan bahwa pendidikan perlu sangat realistis dengan fokus pada materi esensial saja. Ada keyakinan bahwa dengan fokus pada materi yang hanya dibutuhkan oleh tahapan kehidupan pada setiap jenjang tetapi juga memungkinkan adanya intensitas pendalaman materi yang memungkinkan fleksilibitas dalam mengadakan penyesuaian yang perlu.
Proses itu diharapkan mengerucut pada model ujian proyek. Di sana yang diuji bukan lagi pengetahuan yang telah dihafal, penjelasan yang telah dipahami dan kemampuan menerapkan, tetapi lebih jauh akan mengarah kepada model berpikir tingkat tinggi. Para siswa tidak saja menganalisis dan menilai/mengevaluasi, tetapi juga dirangsang untuk bisa mencipta.

Selanjutnya ujian akan menguji kemampuan nyata bagaimana pada sisa berkomunikasi, berpikir kritis menjawabi persoalan nyata, berkolaborasi untuk menyelesaikan sebuah permasalahan, dan akhirnya dapat menciptakan sesuatu sebagai jawaban atas permasalahan. Bila sampai di sini maka ujian menjadi sangat bermanfaat dan diakui sebagai hasil paling menakjubkan di tengah pandemi ini.

Tetapi apakah benar demikian? Sambil berusaha menjawab pertanyaan ini, saya mendengar lagu Tommy J. Pisa berjudul ‘Sekadar Ujian’. Ia menghadirkan kontradiksi antara tingginya harapan di hati dan kenyataan yang terjadi dan terlukis sebagai bedanya langit dan bumi.
Apakah itu menunjukkan bahwa ujian yang lagi kita buat sekarang ‘sekadarnya saja?’ Kalau tidak, maka apakah kita telah belajar dari pandemi yang mengawali ujian kemudian baru memberikan penjelasan ataukah kita kembali model lama yang menghamburkan waktu untuk pembelajaran yang tidak efektif yang diakhiri dengan ujian yang teoritis?.(*)

Oleh : Robert Bala*)

Alumnus Universidad Pontificia de Salamanca Spanyol. Penulis buku Menjadi Guru Hebat Zaman Now (Grasindo, 2019)

BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    berita POPULER

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved