Perang Rusia Ukraina

Rusia Kuasai Melitopol Ukraina Lewat Perlawanan Sengit

Penduduk setempat mencoba memblokir kendaraan lapis baja ketika konvoi tentara masuk untuk menduduki Kota Melitopol.

Editor: Alfons Nedabang
KOMPAS.COM/KANTOR KEPRESIDENAN UKRAINA
Tangkap layar video yang dirilis oleh kantor kepresidenan Ukraina menunjukkan orang-orang bersenjata membawa Wali Kota terpilih Melitopol Ivan Fedorov pergi pada Jumat 11 Maret 2022. 

POS-KUPANG.COM - Pasukan Rusia mendapat perlawanan sengit dari penduduk sejak mereka tiba di kota Melitopol, Ukraina selatan pada Februari.

Penduduk setempat mencoba memblokir kendaraan lapis baja ketika konvoi tentara masuk untuk menduduki kota. Orang-orang membanjiri jalan-jalan sambil mengibarkan bendera Ukraina.

Ketika Rusia mulai menindak para pengunjuk rasa, gerakan perlawanan dipaksa untuk melakukan perubahan dan kelompok-kelompok baru muncul.

Melitopol, menurut Institut Studi Perang yang berbasis di AS, adalah daerah di mana perang partisan telah aktif terjadi setidaknya sejak pertengahan Maret.

Dilansir dari BBC pada Senin 23 Mei 2022, Intelijen Militer Ukraina melaporkan bahwa dari 20 Maret hingga 12 April "para partisan menyingkirkan 70 tentara Rusia selama patroli malam mereka". Kelompok-kelompok Ukraina ini terus melakukan serangan.

Baca juga: TERUNGKAP, Rusia Gunakan Senjata Ilegal, Termasuk Bom Tandan

Rabu 18 Mei lalu, sebuah barisan kendaraan lapis baja Rusia dilaporkan tergelincir. Beberapa hari sebelumnya, dua tentara Rusia ditemukan tewas di jalan.

Bulan lalu sebuah jembatan di dekat Melitopol - yang digunakan untuk mengirimkan pasokan ke tentara Rusia - diledakkan.

Wali Kota Melitopol Ivan Fedorov mengatakan serangan-serangan ini diorganisir oleh kelompok-kelompok partisan.

Fedorov sendiri diculik oleh pasukan Rusia dan kemudian dibebaskan sebagai bagian dari pertukaran tahanan.

"Ini adalah tugas partisan kami, dinas rahasia kami, dan tentara kami. Mereka melakukan pekerjaan ini bersama-sama," katanya kepada BBC.

Kelompok-kelompok perlawanan ini sebenarnya hanyalah sebagian kecil dari gerakan perlawanan Melitopol. "Sembilan puluh persen penduduk Melitopol sekarang partisan dan mereka melawan dengan caranya sendiri," kata Svitlana Zalizetska, seorang jurnalis lokal.

Baca juga: Dampak Perang Rusia Ukraina, Hungaria Umumkan Keadaan Darurat, Indonesia Incar Gandum Serbia

"Beberapa orang hanya menatap tentara Rusia dengan kebencian. Yang lain menyanyikan lagu-lagu patriotik di malam hari. Beberapa orang menggantung poster di jalan dengan bendera Ukraina," katanya, menambahkan bahwa beberapa juga membagikan informasi tentang gerakan militer Rusia.

Pada awal invasi pada Februari, warga Melitopol mengorganisir protes massal terhadap kehadiran tentara Rusia. Orang-orang secara teratur turun ke jalan dengan bendera Ukraina, meneriakkan: "Melitopol adalah Ukraina."

“Pasukan Rusia benar-benar terkejut melihat penduduk setempat tidak senang melihat mereka. Para prajurit itu benar-benar percaya bahwa mereka adalah pembebas,” kata Iryna (bukan nama sebenarnya), yang tinggal di Melitopol.

Beberapa minggu setelah invasi, polisi dari Rosgvardia - penjaga nasional Rusia - tiba untuk menindak protes. Mereka mulai membubarkan massa dan menahan para aktivis.

Tetapi pasukan Rusia tampaknya memahami bahwa mengalahkan perlawanan di sini membutuhkan lebih dari sekadar menghentikan aksi unjuk rasa. Tidak seperti wilayah lain yang diduduki oleh Rusia, militer Putin di Melitopol telah berusaha memenangkan hati dan pikiran rakyat.

Baca juga: Pakai Meriam Howitzer Bantuan NATO, Ukraina Bombardir Pangkalan Rusia

"Mereka membantu wanita lanjut usia dan menunjukkan bahwa mereka peduli pada orang lain. Tetapi mereka tidak sadar bahwa merekalah yang menciptakan semua masalah ini dan bahwa kami orang tidak meminta bantuan sebelumnya."

Untuk menciptakan persepsi normal, pasukan Rusia mencoba membungkam siapa pun yang secara terbuka menentang mereka.

Svitlana Zalizetska, yang dulu menjalankan situs berita populer, ditekan untuk bekerja sama dengan otoritas baru yang ditunjuk oleh militer Rusia.

Dia menolak. Ketika Wali Kota Fedorov diculik, Svitlana menyadari bahwa dia bisa menjadi yang berikutnya. Dia kemudian melarikan diri ke wilayah yang dikendalikan oleh pasukan Ukraina.

Kemudian, petugas Rusia mulai mengancam keluarganya. "Mereka menahan ayah saya dan menyanderanya untuk membuat saya kembali, dan menguasai situs web."

Baca juga: Ukraina Menembak Jatuh Seorang Pilot Pesawat Tempur Terbaik Rusia

Hanya ketika dia secara terbuka mengakui bahwa dia tidak lagi memiliki situs web dan berhenti menulis untuk itu, mereka membebaskan ayahnya.

Tentara Rusia memobilisasi sumber daya untuk mengubah pandangan pro-Ukraina terhadap penduduk di Melitopol.

Mereka sangat ingin agar sekolah, toko, dan bisnis dibuka kembali dengan tujuan menghadirkan pemerintahan Rusia sebagai langkah positif.

Dan semakin lama pendudukan Rusia berlangsung, semakin sulit bagi orang untuk menolak. Beberapa penduduk, tanpa dana tersisa untuk memberi makan keluarga mereka, kembali bekerja - bahkan jika itu berarti mendukung rezim baru Rusia.

"Jika mereka secara fisik membunuh orang Ukraina di Mariupol, di sini mereka mencoba menghancurkan jiwa kita," kata Iryna. "Tapi mereka akan gagal." (*)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved