Berita Lembata Hari Ini

Polres Lembata Proses 220 Kasus Kekerasan Seksual Anak dan Perempuan

menuturkan pada tahun 2018 dan 2019 dia mendampingi 5 kasus kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan.

Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Rosalina Woso
POS-KUPANG.COM/RICARDUS WAWO
Acara diskusi yang diselenggarakan Pondok Perubahan dengan tema, 'Memerangi Kekerasan Seks Terhadap Anak di Bawah Umur' di Cafe The AL, Kota Lewoleba, Rabu, 13 April 2022. 

Laporan Reporter POS-KUPANG, Ricko Wawo 

POS-KUPANG.COM, LEWOLEBA - Penyidik Polres Lembata telah memproses sebanyak 220 kasus kekerasan seksual perempuan dan anak yang terjadi di Lembata sepanjang tahun 2019-2022. 

Kasat Reskrim Polres Lembata, Iptu Yohanes Mau Blegur, berujar saat ini tersisa 6 kasus yang masih dalam proses penanganan. 

Hal ini diungkapkan Iptu Yohanes dalam acara diskusi yang diselenggarakan Pondok Perubahan dengan tema, 'Memerangi Kekerasan Seks Terhadap Anak di Bawah Umur' di Cafe The AL, Kota Lewoleba, Rabu, 13 April 2022. 

Menurut dia, kasus ini merupakan delik aduan jadi kalau ada warga yang melapor pasti polisi akan layani dan tindaklanjuti. 

Baca juga: Jet Tempur J-20 Mulai Patroli Latihan Rutin di Laut China Selatan dan Laut China Timur

Iptu Yohanes menjelaskan, dalam proses penyelidikan kasus kekerasan seksual anak, ada batasan yang dipedomani dan tidak dilakukan upaya hukum paksa terhadap pelaku dan yang diduga melajukan kejahatan.

"Sesuai Peraturan Kepolisian Nomor 8 Tahun 2021, beberapa kasus diselesaikan dalam kekeluargaan atau restorasi justice (RJ) bisa diselesaikan kekeluargaan dengan memenuhi pertimbangan mengganti kerugian atau tutup malu, kecuali kasus besar seperti korupsi tidak dapat di-RJ, kejahatan terhadap negara, kehilangan jiwa," tegas Yohanes Blegur.

Pihaknya selalu bertekad supaya semua kejahatan terhadap anak siapa pun orangnya akan diproses sepanjang tidak ada kesepakatan damai kedua belah pihak.

Baca juga: Ketum BPP HIPMI dan Pengusaha Bertemu Presiden Jokowi

"Karena kita akan lihat segi keadilannya, semuanya kita pertimbangkan. Kalau stop berarti ada kesepakatan kedua belah pihak, bukan paksaan polisi," imbuhnya. 

Dia berpesan kepada warga supaya berani melapor segala bentuk kasus kekerasan seksual perempuan dan anak. Tugas polisi, lanjutnya, ialah membuktikan kasus itu sesuai hukum. 

Iptu Yohanes menambahkan selama ini tidak ada kendala signifikan dalam proses hukum kasus kekerasan anak dan perempuan.

Jika tak ada saksi, penyidik biasanya akan mencari petunjuk lain, salah satunya bukti visum, yang nantinya dibuktikan dengan keterangan korban dan pelaku. 

"Penyidik saya sudah lakukan yang terbaik," tambahnya. 

Baca juga: Anies Baswedan Segera Akhiri Masa Jabatan, PDIP Sarankan Staf Jokowi di Istana Pimpin DKI Jakarta

Direktur LSM Permata Maria Loka, menuturkan pada tahun 2018 dan 2019 dia mendampingi 5 kasus kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan.

Lalu, pada tahun 2020, dia menangani 9 kasus kekerasan seksual anak dan perempuan. Lalu, pada tahun 2021, jumlah kasus yang ditangani meningkat drastis menjadi 17 kasus dan dari jumlah ini, ada 6 kasus yang sudah diproses hukum. 

Maria berkata masyarakat rupanya masih enggan melapor ke polisi kasus kekerasan seksual kepada anak dan perempuan.

Sebabnya, masih ada anggapan dari keluarga kalau kasus seperti ini adalah aib untuk keluarga dan keterbatasan akses informasi tentang kasus ini. (*)

Berita Lembata Hari Ini

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved