Berita Nasional
Izin Praktik ’Cuci Otak’ Dokter Terawan Bisa Dicabut
Pelanggaran etik yang dilakukan Terawan yang tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Ketua Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) dr Djoko Widyarto angkat bicara mengenai rekomendasi pemberhentian dr Terawan Agus Putranto dari anggota PB IDI.
Hal ini terkait dengan metode Digital Subtraction Angiography (DSA) atau lebih dikenal dengan 'cuci otak'. Metode DSA dinilai meragukan karena menggunakan alat yang tidak difungsikan dengan semestinya dan belum terbukti ilmiah.
DSA yang sejak puluhan tahun dikenal sebagai alat diagnosis, oleh Terawan diklaim sebagai terapi pengobatan yang manjur dan dikomersialkan dengan harga yang tidak murah.
Terawan yang merupakan dokter radiologi juga dinilai tidak memiliki iktikad baik untuk memenuhi beberapa kali panggilan organisasi guna menjelaskan atau membela diri tentang metodenya yang berkaitan dengan ranah neurologi itu.
Baca juga: Dokter Terawan Terima Sanksi Kategori 4, IDI Proses Pemecatan
Djoko mengungkapkan sudah ada proses panjang MKEK terkait pelanggaran etik yang dilakukan Terawan yang tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
"Kalau kita cermati UU praktek dokter UU 29 Tahun 2004, Pasal 50, di sana disebutkan bahwa profesionalisme dokter itu meliputi 3 komponen yaitu, pertama adalah skill, kedua knowledge.
Yang terakhir yang kadang-kadang suka dilupakan adalah professional attitude," kata Djoko dalam konferensi pers secara virtual, Kamis 31 Maret 2022.
Menurut Pedoman Organisasi dan Tata Laksana Kerja (ORTALA) MKEK, pemberian sanksi terhadap dokter yang melanggar kode etik dapat berupa penasihatan, peringatan lisan, peringatan tertulis, pembinaan perilaku, pendidikan ulang (re-schooling), hingga pemecatan keanggotaan IDI, baik secara sementara maupun permanen.
Djoko mengatakan, terkait pelanggaran etik yang dilakukan Terawan sebelumnya ia sempat dikenakan sanksi yang berat, yaitu pemecatan keanggotaan IDI secara sementara pada tahun 2018. Namun, kala itu PB IDI tidak melaksanakan rekomendasi itu. Saat itu, PB IDI diketuai Prof Ilham Oetama Marsis.
"(Putusan soal Terawan) itu merupakan proses panjang karena di dalam Muktamar Samarinda 2018 juga ada satu keputusan bahwa kasus dokter Terawan kalau tidak ada indikasi dan iktikad baik mungkin kan diberikan pemberatan untuk hukumannya, untuk sanksinya," ujarnya.
Tahun 2022 MKEK kembali mengeluarkan rekomendasi pemecatan terhadap Terawan, kali ini bersifat permanen. Lalu dengan pemecayan ini apakah Terawan akan disanksi tidak boleh praktik?
Baca juga: 5 Kontroversi Dokter Terawan, Mantan Menteri Kesehatan yang Dipecat IDI
"Dalam Ortala MKEK bahwa ada kategori 1-4 itu adalah pelanggaran yang sangat berat dengan sanksi antara lain pemberhentian sementara atau tetap," kata Djoko. "Jadi memang di dalam Ortala MKEK, MKEK diberi kewenangan untuk melakukan hal-hal seperti itu tadi," tutur dia.
Ketua Bidang Hukum Pembelaan dan Pembinaan Anggota (BHP2A) PB IDI, Beni Satria kemudian menambahkan penjelasan Djoko.
"Izin menambahkan sedikit terkait izin praktik. Tentu sesuai UU Praktik Kedokteran 29 tahun 2004 bahwa surat izin adalah bukti tertulis yang diberikan pemerintah kepada dokter dan dokter gigi setelah memenuhi persyaratan. Pasal 37 adalah kewenangan pemerintah. Sementara IDI di pasal 38 rekomendasi kepada dokter atau dokter gigi," ujarnya.
Terawan sendiri saat ini diketahui masih praktik di RSPAD Gatot Subroto hingga di sebuah rumah sakit di Jawa Tengah. (tribun network/rin/dod)