Berita Timor Tengah Utara Hari Ini

Balada Bocah Tunagrahita di Kota Kefamenanu, TTU Jual Sapu untuk Biaya Sekolah

Sosok bocah yang muncul di ujung jalan tepat di simpang tiga lampu merah mengalihkan pandangan penulis

Penulis: Dionisius Rebon | Editor: Edi Hayong
POS-KUPANG.COM/DIONISIUS REBON
Stefanus Sandro Nusin (12) bocah tunagrahita di Kefamenanu, Ibu kota Timor Tengah Utara saat menjajakan sapu lidi 

Harapan seakan terbersit di wajah bocah ini. Seperti awan tebal telah membendung terik mentari hingga lega menyeruak sesaat di alis matanya nan jujur. Sekilas melempar senyum lalu melangkah menyeberangi jalan sebelum memperhatikan secara detail lalu-lalang kendaraan.

"Saya jual sapu untuk beli HP (handphone) supaya bisa sekolah online dan bantu orangtua," suara parau bocah bernama Stefanus Sandro Nusin (12) ini membuka percakapan kami tentang balada hidupnya.

Bocah Kelas V SLB Negeri Benpasi, Kecamatan Kota Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi NTT ini mengaku terpaksa membantu orangtuanya menjual sapu agar bisa membeli kuota internet demi mengikuti proses pembelajaran online.

Sapu lidi ini dijajakan di pasar-pasar, toko, dan rumah warga di Kota Kefamenanu seharga Rp 10.000 per buah. 

Raut sedih terekam di wajah Steven ketika mulai mengisahkan kegetiran hidup yang dialami oleh dirinya. Ia harus dipaksa realita mencari selembar rupiah sejak pukul 06.00 Wita hingga siang hari ketika tidak ada jadwal sekolah online.

Bukan tanpa alasan. Semua ini dilakukan mengingat kondisi keluarganya yang tergolong keluarga kurang mampu.

Demi tetap eksis mengikuti proses pembelajaran online, bocah ini terpaksa saling berbagi handphone dengan kakaknya. Tidak hanya itu. Anak bungsu dari bersaudara ini juga harus mengecas handphone milik kakaknya di rumah tetangga karena ketiadaan listrik di rumah tersebut.

Steven berdomisili di RT/RW, 020/006 Kelurahan Benpasi, Kecamatan Kota Kefamenanu, Kabupaten TTU bersama kedua orangtua dan 8 orang saudaranya.

Tinggal Di Gubuk Reot

Pasca pertemuan yang tidak disengaja itu, Penulis beserta beberapa rekan jurnalis sempat menyambangi rumah milik Steven (bocah penjual sapu lidi). 

Gubuk reot berukuran kira-kira  6 x 3 berdinding bebak ini sungguh mengiris Sukma. Beberapa bagian dinding itu ditambal menggunakan seng bekas, tripleks dan kardus bekas tak beraturan.

Jelaga bergelayut nyaris di setiap sudut rumah, menggerus iba. Tiang-tiang kayu ditanam di atas pondasi yang perlahan lapuk. Beberapa perabot rumah tangga dibiarkan tergelatak begitu saja di tanah di dalam rumah tersebut.

Atap rumah milik Yosep Nusin dan Yovita Fallo (orangtua Steven) terlihat berlubang pada beberapa titik. Seng yang sudah lapuk itu meninggalkan pesan tersirat. Pekarangan rumah yang sangat sempit itu dimanfaatkan untuk menanam beberapa jenis sayuran umur panjang.

Yovita Fallo mengisahkan, sebelum menderita sakit, suaminya adalah seorang tukang kayu. Saat ini pasangan suami isteri ini hanya mencukupi kebutuhan hidup dengan mengolah lahan.

Demi bertahan hidup, Yovita juga membantu menjajakan sayur singkong hasil dari kebun milik mereka. Keluarga kecil ini mengobati lapar dengan hanya mengonsumsi jagung rebus, singkong dan pisang rebus.

Halaman
123
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved