Perang Rusia Ukraina

Rusia Bom Sekolah Tempat Berlindung 400 Orang, Warga Sipil Terjebak Reruntuhan

Zelensky juga memperingatkan Rusia bahwa ribuan tentara mereka telah tewas dalam konflik tersebut.

Editor: Alfons Nedabang
dailymail.co.uk via Wartakotalive.com
Rusia tembakan rudal Hipersonik ke Ukraina 

POS-KUPANG.COM - Rusia mengebom sebuah sekolah yang menjadi tempat berlingung 400 orang di pelabuhan Mariupol Ukraina, Minggu 20 Maret 2022. Mariupol sudah dikepung tentara Rusia.

Ukraina mengkonfirmasi bahwa laporan itu disampaikan ketika Moskwa mengklaim kembali menembakkan rudal hipersonik di Ukraina, penggunaan senjata generasi terbaru.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan bahwa pengepungan Mariupol, sebuah pelabuhan strategis yang sebagian besar berbahasa Rusia di tenggara di mana utilitas dan komunikasi telah terputus selama berhari-hari, akan dianggap sebagai kejahatan perang.

Zelensky juga memperingatkan Rusia bahwa ribuan tentara mereka telah tewas dalam konflik tersebut.

Perang di Ukraina, yang dilancarkan Presiden Rusia Vladimir Putin pada 24 Februari untuk membasmi kecenderungan pro-Barat di negara bekas Soviet itu, telah memicu krisis pengungsi terbesar di Eropa sejak Perang Dunia II.

Baca juga: Ukraina Kewalahan Jinakan Ranjau Kiriman Rusia yang Belum Meledak, Butuh Waktu Bertahun Tahun

Hubungan antara Rusia dan Barat telah jatuh ke posisi terendah dari era Perang Dingin, dan mendatangkan malapetaka dalam ekonomi dunia yang masih belum pulih dari pandemi virus corona.

"Kemarin, penjajah Rusia menjatuhkan bom di sebuah sekolah seni No 12," kata dewan kota Mariupol pada aplikasi pesan Telegram pada Minggu 20 Maret 2022.

Dia menambahkan bahwa sekitar 400 wanita, anak-anak dan orang tua telah berlindung di sana dari pemboman.

"Warga sipil yang damai masih berada di bawah reruntuhan," katanya, seraya menambahkan bahwa bangunan itu telah hancur.

Pemerintah kota juga mengklaim bahwa beberapa penduduk Mariupol dibawa secara paksa ke Rusia dan paspor Ukraina mereka dilucuti.

"Para penjajah mengirim penduduk Mariupol ke kamp penyaringan, memeriksa telepon mereka dan menyita dokumen Ukraina (mereka)," kata Pavlo Kyrylenko, kepala administrasi regional Donetsk.

Baca juga: Rusia Mulai Gunakan Rudal Kinzhal yang Sangat Mematikan di Ukraina, Sulit Ditangkis Musuh

Dia menambahkan bahwa lebih dari 1.000 penduduk Mariupol telah dideportasi. "Saya mengimbau masyarakat internasional: berikan tekanan pada Rusia dan pemimpinnya yang gila," katanya di Facebook.

Perebutan sengit kota strategis Pelabuhan Mariupol telah menjadi salah satu kota yang paling parah terkena dampak karena menempati posisi strategis utama.

Penguasaan kota ini akan menghubungkan semenanjung Krimea, yang direbut Rusia dari Ukraina pada 2014, dengan wilayah timur separatis Donetsk dan Luhansk, yang berusaha memisahkan diri dan dikendalikan oleh pemberontak yang didukung Moskwa.

Ribuan warga sipil diperkirakan terperangkap di dalam kota, di mana komunikasi, air, listrik dan gas telah terputus.

Pada Sabtu 19 Maret 2022, Rusia mengatakan telah menembus pertahanan kota dan pasukannya berada di dalam.

Rabu 16 Maret 2022, sebuah teater tempat lebih dari 1.000 orang berlindung dihantam, dengan ratusan orang masih dianggap hilang di antara puing-puing.

Baca juga: Ukraina Dirikan Kamp-Kamp Tawanan Perang, Tampung 562 Tentara Rusia

"Ini bukan lagi Mariupol, ini neraka," kata warga Tamara Kavunenko, 58 tahun. "Jalan-jalan penuh dengan mayat warga sipil."

Dalam pesan video hariannya, Zelensky mengatakan bahwa pengepungan Mariupol "adalah teror yang akan diingat bahkan di abad berikutnya."

Presiden Ukraina, yang telah mendapatkan ketenaran dan kekaguman di seluruh dunia karena tetap tinggal di ibu kotanya dalam menghadapi serangan Rusia, memperingatkan rakyat Rusia bahwa sekitar 14.000 prajurit mereka telah tewas.

"Dan (jumlah) korban hanya akan terus meningkat," dia memperingatkan.

Penembakan acak Dalam pembaruan intelijen pada Minggu 20 Maret 2022, Kementerian Pertahanan Inggris mengatakan Rusia "telah meningkatkan penembakan acak di daerah perkotaan yang mengakibatkan kehancuran meluas dan sejumlah besar korban sipil". Itu terjadi setelah kemajuan terbatas militer Rusia dalam merebut beberapa kota di Ukraina timur.

"Moskwa kemungkinan akan terus melakukannya untuk membatasi kerugiannya sendiri yang sudah cukup besar, dengan mengorbankan korban sipil lebih lanjut," katanya.

Negosiator Ukraina dan Rusia telah bertemu beberapa kali tetapi tidak berhasil. Rusia ingin Ukraina melucuti senjata dan menolak semua aliansi Barat, khususnya untuk tidak bergabung dengan NATO atau mencari integrasi lebih dekat dengan Uni Eropa. Namun langkah itu menurut Kyiv akan mengubahnya menjadi negara "budak" Moskwa. (*)

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved