Perang Rusia Ukraina
Rusia Kesulitan Pasok Makanan dan Bahan Bakar kepada Pasukan di Garis Depan
Pasukan Rusia bahwa terpaksa mengalihkan sejumlah besar pasukannya untuk mempertahankan jalur pasokan daripada melanjutkan aksi ofensif.
POS-KUPANG.COM - Pasukan Rusia dilaporkan kekurangan makanan dan bahan bakar di tengah invasinya ke Ukraina. Hal tersebut dilaporkan oleh update informasi intelijen yang dirilis oleh Kementerian Pertahanan Inggris, sebagaimana dilansir The Independent, Kamis 17 Maret 2022.
Kementerian Pertahanan Inggris menambahkan, pasukan Rusia bahwa terpaksa mengalihkan "sejumlah besar" pasukannya untuk mempertahankan jalur pasokan daripada melanjutkan aksi ofensif.
"Masalah logistik terus melanda invasi Rusia yang goyah ke Ukraina," tulis Kementerian Pertahanan Inggris.
Kementerian tersebut menambahkan, Rusia kesulitan memasok makanan dan bahan bakar kepada pasukan mereka di garis depan.
"Serangan balik Ukraina yang tak henti-hentinya memaksa Rusia untuk mengalihkan sejumlah besar pasukan untuk mempertahankan jalur pasokan. Ini sangat membatasi potensi ofensif Rusia," sambung Kementerian Pertahanan Inggris.
Baca juga: Warga Amerika ini Tewas Ditembak Tentara Rusia Saat Antre Roti di Chernihiv Ukraina
Sebelumnya, sejumlah pejabat pertahanan Inggris melaporkan bahwa pihak Rusia terus menderita kerugian besar. Mereka menambahkan, kemajuan pasukan Rusia di darat, laut, atau udara mengalami progres yang minimal dalam beberapa hari terakhir.
Selain itu, mereka juga memuji perlawanan Ukraina yang gigih dan terkoordinasi dengan baik terhadap pengeboman dari Rusia.
"Sebagian besar wilayah Ukraina, termasuk semua kota besar, tetap berada di tangan Ukraina," kata Kementerian Pertahanan Inggris.
Di sisi lain, sejumlah pejabat AS menuturkan bahwa pasukan Rusia telah menembakkan lebih dari 1.000 rudal ke target-target di Ukraina sejak Moskwa meluncurkan invasi.
Pejabat senior pertahanan AS lainnya mengatakan, Gedung Putih telah mencatat tanda-tanda melemahnya moral pasukan Rusia di beberapa unit yang dikerahkan ke Ukraina.
Menurunnya moral prajurit tersebut disebabkan oleh sejumlah faktor seperti kepemimpinan yang buruk, kurangnya informasi yang diperoleh pasukan tentang misi, dan perlawanan yang keras dari Ukraina.
Baca juga: Vladimir Putin Dihina Presiden Amerika Serikat Joe Biden, Rusia Mengamuk
Kejahatan Perang
Serangan baru nan berdarah terhadap warga sipil memicu tuduhan bahwa Rusia melakukan kejahatan perang di Ukraina. Di sisi lain, AS juga memperingatkan akan membuat China membayar untuk setiap dukungan yang diberikan untuk serangan Moskwa.
Dilansir AFP, tiga minggu setelah invasi Rusia, jumlah serangan yang keras terhadap sasaran sipil, bertambah termasuk sekolah dan pusat budaya di kota Merefa.
Fasilitas publik ini dihantam tembakan artileri dengan 21 orang tewas, kata pihak berwenang. Terlepas dari pembantaian yang meningkat, hukuman sanksi internasional dan perlawanan kuat yang tak terduga dari Ukraina, tampaknya tak mengubah apapun.
Diplomat tinggi AS Antony Blinken mengatakan pada Kamis 17 Maret 2022 bahwa dia tidak melihat tanda bahwa pemimpin Rusia Vladimir Putin "siap untuk berhenti."
Blinken menggandakan bahasa kasar yang digunakan Presiden Joe Biden, yang sehari sebelumnya mencap Putin sebagai "penjahat perang". Blinken lebih gawat, menyebut Putin sebagai "penjahat" dan "diktator pembunuh."
Baca juga: 4 Jenderal Rusia Terbunuh di Ukraina, Taktik Perang Vladimir Putin Dipertanyakan
Sementara itu, dalam serangkaian pidato terbaru kepada anggota parlemen Barat, Presiden Zelensky mengatakan kepada parlemen Jerman bahwa Moskwa sedang membangun tembok Perang Dingin baru di seluruh Eropa.
Ini disampaikannya tatkala serangan gencar Rusia terhadap Mariupol baru-baru ini telah menimbulkan kengerian khusus.
Pejabat setempat mengatakan lebih dari 2.000 orang telah tewas sejauh ini dalam penembakan tanpa pandang bulu ala Chechnya dari pelabuhan strategis, dan 80 persen dari perumahan telah hancur.
Di bawah penembakan baru Rusia, tim penyelamat menyisir puing-puing gedung teater yang berasap, di mana para pejabat Ukraina mengatakan lebih dari 1.000 warga sipil berlindung di tempat perlindungan bom ruang bawah tanah ketika dibom. Human Rights Watch yakin mereka berjumlah sedikitnya 500 orang.
Di antara 30.000 warga sipil yang dikatakan telah melarikan diri dari Mariupol sejauh ini, para pengungsi mengatakan mereka terpaksa mencairkan salju untuk air minum. Mereka juga memasak sisa makanan di atas api terbuka, dengan pasokan air dan listrik terputus. (*)