Cerpen

Jangan Panggil Saya Pater

Awalnya orang tua memberikan nama Karolus. Kemudian berganti nama Peter atas maunya Pater Peter sebagai “kado kenangan  bertugas  di paroki ini”.

Editor: Agustinus Sape
IMCNews.ID
Ilustrasi 

Jangan Panggil Saya Pater

Cerpen: Aster Bili Bora

POS-KUPANG.COM - Setelah satu bulan Pater Peter jadi pastor paroki kami, maka dilaksanakan acara permandian anak-anak. Satu-satunya bayi yang dibaptis kala itu adalah Peter, anak seorang petani yang kampungnya jauh dari pusat paroki.

Awalnya orang tua memberikan nama Karolus. Kemudian berganti nama Peter atas maunya Pater Peter sebagai “kado kenangan  bertugas  di paroki ini”.

Mudah-mudahan dengan pertolongan Tuhan suatu waktu Peter jadi pastor sama dengan Pater Peter.

Peter tamo Pater Peter, artinya nama sama. Karena nama sama, maka Peter kecil dipanggil Pater pula dengan tujuan menghargai dan menghormati Pater Peter tamonya Peter.

Kalau Peter dipanggil bukan dengan nama Pater, maka yang memanggil merasa malu semacam tidak sopan kepada tamonya, yaitu: Pater Peter.

Itulah alasannya sehingga Peter akhirnya dipanggil pater, meskipun bukan pastor.

Sejujurnya Peter diharapkan jadi pastor. Karena itu setelah tamat SD Peter masuk SMP-SMA  Seminari Menengah sebagai cikal-bakal masuk Seminari Tinggi.

Biaya pendidikan di Seminari Menengah sangat mahal, setidaknya menurut ukuran petani kampung. Mama Peter berkeberatan, dan meminta ayah Peter agar sebaiknya Peter masuk SMP-SMA yang biasa-biasa saja.

Namun ayah Peter tetap keras kepala, “Apa pun yang terjadi Peter harus masuk seminari berbasis asrama.”

Biaya pendidikan Peter selama 6 tahun di Seminari tidak ada yang tunggak. Dibayar lunas tiap semester, murni dari keringat ayah Peter yang mendambakan anaknya jadi pastor.

Sejak bulan pertama Peter di seminari, ayahnya bekerja tidak tahu capai. Semua pekerjaan yang mendatangkan uang, ayah Peter hajar semuanya tanpa malu.

Jual ayam kampung ok, telur ayam ok, jual lombok garam ok, kerja kebun sampai malam ok, apa saja semuanya ok.

Mencuri, merampok, menipu, dan semua yang curang-curang itu yang tidak ok karena tidak ada hobi sejak kecil.

Apa lagi Peter mau jadi pastor, jangan coba! Malu! Taruh di mana muka?

Para pembina seminari, baik pastor maupun guru, mendamba pula Peter jadi pastor. Kecerdasan Peter, baik kecerdasan spiritual, intelektual, emosional maupun kecerdasan sosialnya di atas rata-rata.

Diyakini dengan sungguh, bahwa nanti di seminari tinggi akan jauh lebih baik lagi setelah ditempa oleh lingkungan yang berbeda.

Mungkin saja akan jadi pastor termuda dalam acara pentahbisan pada masa yang akan datang.

Namun sayang di balik sayang. Sejuta mimpi belum tentu jadi nyata.  Setelah lulus SMA Seminari Peter bukannya studi lanjut ke seminari tinggi, tempat persemaian calon imam. Peter justru bercita-cita jadi guru dan akan kuliah Bahasa Inggris di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Pembinanya kecewa karena bibit yang sangat bagus seperti Peter memilih yang lain. Orang tua Peter lebih kecewa pula karena mimpi anak jadi pastor tidak kesampaian.

Tetapi sudahlah, banyak yang terpanggil sedikit yang terpilih.

Walaupun bukan pastor, Peter tetap saja dipanggil pater. Maklum mulai kecil sudah biasa dipanggil pater, sehingga ketika sudah jadi guru rasanya janggal dipanggil Peter.

Cuma saja kadang-kadang Peter tersinggung rasa kalau ada yang nakal menambah bumbu dengan panggilan, “Pater Berkembang”.

Untungnya Peter orang awam. Seandainya ia seorang pastor lalu dipanggil “Pater Berkembang”, maka sudah pasti seluruh umat bangun dan protes atas penghinaan terhadap gembala mereka.

Panggilan Pater bagi Peter orang awam justru membantu dia untuk selalu menjaga langkah, hati, dan bibir sebagaimana layaknya perilaku, sikap, dan perbuatan seorang pastor.

Dalam keseharian, baik di luar maupun di dalam sekolah, Peter menampakkan kepribadian yang menyenangkan. Terutama ia sungguh menjaga lidah sehingga seluruh isi hati yang keluar melalui ucapan tetap terkontrol dan tidak menyakiti orang lain.

Teman-teman guru yang hobi  fitnah, Peter selalu tegur, “Janganlah, itu dosa!”

Selain guru Bahasa Inggris di SMA, Peter bujangan 28 tahun terpilih jadi guru agama dan pembina umat salah satu stasi.

Menurut cerita pastor paroki, Peter memenuhi kriteria sebagai pembina umat. Muda usia tua pengalaman. Renungannya dalam banyak kesempatan dinilai berbobot, mudah dipahami semua kalangan, dan berdaya ungkit secara moral.

Karena itu, wajar saja kalau umat mempertahankan dia mati-matian dan tidak sudi melepas ke stasi lain.

Peter setiap kali ke stasi selalu bersama Yetty, seorang gadis cantik rupawan bersuara emas dan pandai bergaul. Kehadiran Yetty bersama Peter berpengaruh positif terhadap partisipasi umat stasi bersangkutan.

Misalnya anggota umat yang awalnya malasan masuk gereja dan anti ikut koor, dengan hadirnya Yetty sekarang rajin minta ampun dan ramai-ramai bergabung jadi anggota koor.

Umat yang sudah tua ompong saja tidak mau ketinggalan karena kepingin hebat menyanyi seperti Yetty.

Siapakah Yetty sebenarnya? Yetty anak petani kampung seperti halnya Peter. Meski anak kampung, karakternya tidak kampungan.

Ayah-ibu Yetty orang biasa-biasa saja, kalau tidak mau dikatakan miskin melarat tidak punya apa-apa. Tidak punya uang, tidak punya rumah bagus, tidak punya pergaulan, tidak punya pendidikan, tidak punya bakat nyanyi.

Semua kata “tidak” ada dalam keluarga Yetty. Gadis Yetty membuka sendiri, bahwa sejujurnya dia dari keluarga yang tidak punya…

Tetapi setelah Yetty menjadi sarjana Fisika dengan modal bantuan Yayasan Peduli Anak Bangsa dan setelah Yetty menjadi guru SMA, maka alhamdulillah semua yang tadinya dibilang “tidak punya.., sekarang ditutup rapat dengan kemampuan Yetty sebagai guru yang bersuara emas.

Yetty dan Peter awalnya teman biasa-biasa saja. Keseringan bersama-sama ke stasi dan ke mana pun itu semata-mata tuntutan pelayanan terhadap sesama.

Namun setelah mendengar saran pendapat dari orang-orang kepercayaan, bahwa Yetty dan Peter adalah pasangan yang ideal, maka akhirnya Peter berani menyatakan cinta.

Bagaimanakah reaksi Yetty? Spontan ia jawab, “Mengapa baru sekarang?”

Di luar dugaan Peter, bahwa ternyata sudah begitu lama Yetty menunggu kapan Peter melamarnya sebagai kekasih hati yang setia.  

Setelah enam bulan pacaran, Peter minta bikin anak. Yetty mau saja, karena memang sudah lama pula ia meredam gejolak birahinya.

Sesuai hari yang dijanjikan, Yetty bertandang ke kamar kos Peter yang agak jauh dari pemukiman warga. Di sana apa pun yang mereka buat, tidak akan ada yang hu-he. Dijamin aman dan terkendali rapi.

Dalam hati Yetty, semoga dengan hubungan yang pertama terjadi ia memperoleh anak laki-laki, pewaris kekayaan masa depan.

Tetapi kenyataannya apa? Di kamar kos mereka hanya bicara biasa-biasa, Yetty diperlakukan sebagai tamu istimewa yang harus dijaga kehormatan dirinya. Duduk mepet-mepet berpelukan sama sekali tidak terjadi di sana, apa lagi yang lain-lain.

Akhirnya Yetty pulang dengan perasaan murka. Hatinya bertanya-tanya, Peter jantan apa tidak. Apakah cinta yang tumbuh dari dalam hati atau hanya gula munafik?

Masih banyak pertanyaan yang berkecamuk dalam hati Yetty.

Untuk mendapatkan kenyamanan bercinta, dua hari kemudian Yetty minta Peter sama-sama check up. Kata Yetty, saya tidak mau jadi perempuan yang kecewa seumur hidup. Karena itu, wajib check up jangan sampai di antara kita ada yang AIDS.

Itu hanya permainan sembunyi kuku. Padahal intinya Yetty mau pastikan Peter jantan apa tidak. Kalau ternyata Peter banci, maka jauh lebih aman Yetty peluk bantal.

Pemeriksaan menunjukkan hasil negatif. Keduanya kembali ke kamar kos dengan perasaan penuh gembira. Yetty sudah memiliki perasaan cinta yang menggebu-gebu, semoga di sana harus berhasil bikin anak.

Dengan segala cara dengan segala gaya Yetty menggoda Peter harus mewujudkan kejantanannya hari itu. Namun tetap gagal, entah mau pakai alasan apa lagi. Yetty pulang dengan kecewa pula, setidaknya untuk kali yang kedua.

Hari Minggu berikutnya Peter mengajak Yetty sama-sama ke stasi tempat bertugas. Yetty menolak dengan raut wajah sedih dan kecewa. Tidak lazim begitu. Biasanya kalau diajak entah ke mana, Yetty reaktif dan spontan naik boncengan.

Ada apa sebenarnya? Terpaksa Peter berangkat sendirian dengan perasaan gundah-gulana. Untung saja masih konsentrasi sehingga tidak salah penyampaian dalam renungan.

Dari stasi Peter singgah di rumah Yetty untuk menyamakan persepsi. Di sana mereka membahas banyak hal yang berkaitan dengan rencana masa depan.

Salah satu pertanyaan yang tidak mampu lagi ditampung dalam hati Yetty, mengapa Peter masih ragu mewujudkan kejantanannya dalam kesempatan yang terbuka lebar.

Peter menanggapi dengan tertawa lepas. Masa hal yang sepele itu mengurung langkah Yetty untuk sama-sama ke stasi.

Setelah Peter menguraikan detail persoalan mengapa ia sabar sesabar-sabarnya dalam bercinta, akhirnya Yetty paham dan mengaku salah keburu napsu.

Hari-hari hidup selanjutnya ia mengalah, dan membiarkan perasaannya hanyut ke mana arah air mengalir. Kini ia berada dalam arena latihan mengendalikan kemauan, perasaan, dan harapan sebagai persiapan menjelang pernikahan secara resmi dengan Peter.

Bercintaan dengan Peter ibaratnya bercintaan gaya orang gila. Laki-laki lain kalau sudah cocok rasa, maka mereka akan huru-hara cari belis, dan mungkin juga huru-hara di tempat tidur. Tapi Peter hanya huru-hara pencitraan.

Kepada keluarga dan kepada siapa saja, termasuk seluruh umat stasi, ia minta pemulihan panggilan nama Pater menjadi Peter.

Kecuali itu, melalui media sosial Peter muat status: “Jangan panggil saya Pater”. Mengapa harus demikian, karena ia tahu bahwa status jabatannya bukan pastor, melainkan orang awam yang  berpeluang untuk berumah tangga.

Sekalipun publikasi pemulihan sudah dilakukan dengan banyak cara, masih ada saja yang panggil Peter dengan sebutan Pater.

Sebab itu dalam acara masuk minta secara adat dan dalam acara pernikahan nanti harus dipertegas ulang supaya tidak ada lagi yang panggil pater untuk Peter yang gaya-gayaan pater tempelan.

Peter sendiri sungguh berharap supaya kebiasaan lama diganti total dengan kebiasaan baru: menyebut nama orang harus sesuai surat permandian.

Apa sih yang paling ditakutkan kalau Peter terus dipanggil Pater? Jika sedang guyon dan canda ria lalu keceplos panggil Pater, sesungguhnya biasa saja, tidak masalah. Peter mungkin saja siap terima walaupun hati sakit.

Tetapi yang paling ditakutkan ialah jangan sampai kebiasaan panggil pater terbawa dalam forum-forum resmi.

Misalnya dalam pertemuan akbar yang dihadiri ribuan orang, Yetty diberi kesempatan melantunkan suara emasnya. Ketika ia turun dari panggung, orang yang belum tahu siapa dan apa status Yetty, pasti akan tanya pada teman Yetty: “Siapa itu yang nyanyi? Suaranya bagus sekali!” Lalu kemudian teman Yetty menjawab dengan kebiasaan lamanya: “Ou dia itu istri Pater!” Apa tidak gila?

Mana mungkin ada pastor yang punya istri?! Main mata saja sudah tidak boleh.*

Tambolaka, 6 Februari 2022

Aster Bili Bora, sastrawan tinggal di Tambolaka, Kabupaten Sumba Barat Daya, NTT. Email: asteriusbilibora@gmail.com

Antologi cerpennya: Bukan sebuah jawaban (1988), Matahari jatuh (1990),  Bilang saja saya sudah mati ( 2022), dan yang akan menyusul terbit: antologi cerpen Laki yang terbuang, dan antologi Lahore. Karya novel yang sedang disiapkan: Laki yang kesekian-sekian. Antologi bersama pengarang lain: 1) Seruling perdamaian dari bumi flobamora tahun 2018 2) Tanah Langit NTT tahun 2021, 3) Gairah Literasi Negeriku tahun 2021 .

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved