Renungan Harian Katolik
Renungan Harian Katolik, Rabu 2 Maret 2022: Abu di Kepala dan Air di Kaki
Gereja mengawali Masa Prapaska dengan memperagakan sebuah ritus di kepala manusia dan mengakhirinya dengan meragakan sebuah Ritus di kaki manusia.
Dengan lain kata, bertobat berarti menjadikan Yesus dan ajaran-Nya sebagai pedoman hidup kita: kita mau berpikir, berbicara dan mencintai seperti Yesus berpikir, berbicara dan mencintai.
Dalam kaitan dengan tobat ini, mengemuka seruan tentang puasa dan mati raga. Dua praktek hidup yang menjadi sahabat karib yang membantu langkah untuk bertobat.
Maka ada penetapan waktu untuk berpuasa pada hari Rabu Abu dan Jumat Agung, dan saatnya berpantang pada tiap hari Jumat selama Masa Prapaskah.
Meski begitu, tetaplah dijadikan pedoman dasar perkataan Yesus, "Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan" (Mat 12:7). Itu berarti puasa dan mati raga harus terarah dan bermuara pada belas kasihan.
Seorang misionaris tua asal Italia berbagi pengalaman menarik tentang praktek puasa dan mati raga.
"Waktu kecil, saya diajari oleh guru katekis agar di waktu puasa kita harus berkorban. Misalnya, tidak makan es krim untuk menyatakan kasih kepada Yesus.
Saya tidak mengerti mengapa Yesus minta supaya saya tidak makan es krim. Padahal tidak seperti sekarang, waktu saya kecil, jarang sekali kami bisa dapat makan es krim. Namun saya tetap bermatiraga untuk menyatakan kasih kepada Yesus.
Ketika saya sudah besar, saya mendengar dari seorang ahli Kitab Suci bahwa dengan pernyataan, "Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan", Yesus ternyata tidak mau makan es krim saya. Yesus tidak membutuhkan es krim saya.
Yesus tidak mau supaya saya berkorban bagi Dia. Tetapi Yesus justru senang kalau saya tidak makan es krim itu agar bisa diberikan kepada teman saya yang kurang mampu sehingga membuat dia bahagia. Yesus mau belaskasihan saya, bukan persembahan saya".
Maka, pantang dan puasa yang dijalani selama 40 hari bermakna bahwa kita dengan penuh kesadaran mengambil keputusan berbagi apa yang kita miliki, sepadan dengan kemampuan kita, untuk mengurangi penderitaan sesama.
Kita menurunkan sedikit taraf hidup kita untuk membantu sesama yang menderita untuk menikmati taraf hidup yang lebih layak.
Kita tidak akan menjadi miskin. Sebab Yesus tidak minta agar kita menelanjangi diri, melainkan Ia minta agar kita memberikan pakaian kepada orang yang telanjang dan memberikan makanan kepada orang yang lapar (bdk. Mat 25:35-36).
Nah ... belas kasihan yang berwujud dalam pelayanan kasih itu akan menemukan makna sepenuhnya pada Hari Kamis Putih dalam Perjamuan Ekaristi, di mana bersama Yesus dan seperti Yesus kita belajar membasuh kaki sesama sebagai simbol belas kasih kita.
Abu di kepala dan air di kaki. Di antara keduanya terbentang Masa Prapaskah selama 40 hari. Selama itu kita berziarah dari diri kita yang bertobat dibarengi berpuasa dan bermati raga kepada diri sesama yang berwujud konkrit dalam pelayanan kasih kita.*
Teks Lengkap Bacaan Renungan Katolik 2 Maret 2022:
