Renungan Harian Katolik

Renungan Harian Katolik, Sabtu 19 Februari 2022: Berubah Wajah

Belakangan ini banyak orang sedang "demam" menggunakan aplikasi FaceApp. Di berbagai media sosial banyak yang meng-upload hasil edit foto wajah.

Editor: Agustinus Sape
Foto Pribadi
RD. Fransiskus Aliandu 

Renungan Harian Katolik, Sabtu 19 Februari 2022: Berubah Wajah (Markus 9:2-13)

Oleh: RD. Fransiskus Aliandu

POS-KUPANG.COM - Belakangan ini banyak orang sedang "demam" menggunakan aplikasi FaceApp. Di berbagai media sosial banyak yang meng-upload hasil edit foto wajah mereka.

Konon aplikasi ini sudah sempat populer sekitar satu hingga dua tahun lalu. Kini aplikasi edit wajah itu kembali naik daun karena dibuat viral oleh para netizen untuk mengikuti Oplas Challenge yang tengah hits atau sekadar untuk seru-seruan saja. 

Wajah mereka diubah, menjadi lebih tua, atau lebih muda, atau menjadi anak kecil; bahkan sampai mengubah bentuk muka menjadi laki-laki dan perempuan.

Unik memang, ketika melihat unggahan foto dari orang yang wajahnya berubah. Mulanya ada rasa kaget, terkejut. Terkadang sempat berucap "wouwww!!!"

Baca juga: Renungan Harian Katolik Kamis 17 Februari 2022: Mengenal Bertahap

Terkait wajah, umumnya semua orang tahu bahwa wajah dapat menjadi cerminan kepribadian seseorang. Kepribadian merupakan bagian yang penting dalam interaksi sosial. Setidaknya kontak diawali dari wajah, pengenalan bisa lewat wajah, relasi terbina oleh wajah.

Katakanlah saat berinteraksi dengan orang lain kita tentu akan bertatap wajah. Bisa secara langsung, bisa pula secara virtual. Karena wajah adalah media terluar yang langsung terlihat dan terbangun kontak saat interaksi. 

Pada dasarnya, wajah dapat memberikan banyak informasi mengenai pribadi seseorang seperti suasana hati, kesehatan, temperamen (watak atau sifat), bahkan status sosial dan ekonomi.

Setiap perubahan wajah yang terunggah di medsos, dan dilihat oleh orang lain, apakah itu mengekspresikan kepribadian seseorang?

Kembali lagi, wajah adalah identitas diri. Orang dikenal dari wajahnya. Perubahan wajah toh tidak serta merta berarti perubahan kepribadian, jati diri.

Dengan begitu, FaceApp yang menggambarkan perbedaan wajah ketika diedit, tentunya tidak menunjukkan gambaran pribadi yang sebenarnya.

Baca juga: Renungan Harian Katolik, Selasa 15 Februari 2022: Jauhilah Pengaruh Buruk

Yesus berubah wajah. Ini kisah menurut versi penginjil Markus. Wajah atau rupa Yesus nampak lain dari biasanya. Ia memiliki rupa lain dari rupa sebelumnya. Ia berubah dari rupa manusiawi menjadi rupa ilahi.

Hal ini diperkuat dengan catatan Markus ini, "... pakaian-Nya sangat putih berkilat-kilat. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang  dapat mengelantang pakaian sampai seputih itu" (Mrk 10:3).

Pertanyaan penting, mengapa Yesus berubah wajah, rupa? Apa makna perubahan itu untuk saya?

Saat pembaptisan-Nya di Yordan, terdengar suara dari sorga, "Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan" (lih. Mrk 1:11).

Sejak itu saat tampil dan selama berkarya, Yesus selalu berusaha memperkenalkan identitas-Nya.

Namun ternyata sepanjang itu, orang tidak menangkap identitas-Nya, tidak mengakui bahwa Ia adalah Anak Allah yang dikasihi Bapa.

Maka Ia berubah rupa, agar keilahian-Nya nampak. Jati diri-Nya sebagai Putera yang berkenan pada perutusan-Nya ditangkap.

Dengan berubah rupa, Yesus ingin menunjukkan identitas-Nya, jati diri-Nya, eksistensi-Nya bahwa Ia adalah Putera Allah, Anak Allah dalam arti yang sesungguhnya, dalam arti kata asli, bukan dalam arti kiasan.

Saya catat pesan bermakna berikut ini.

Pertama, Yesus pun berubah rupa untuk saya. Dia berubah rupa karena mungkin selama ini saya lebih menganggap Dia seperti tokoh-tokoh lain.

Hari ini saya kagumi, tapi mungkin besok sudah saya hujat. Dia berubah rupa, menunjukkan wajah keilahian-Nya, agar saya tahu bahwa Dia melebihi artis mana atau tokoh mana pun.

Dia bahkan melebihi siapa pun sehingga pengajaran-Nya harus saya dengarkan. Terutama ajaran-Nya tentang menyangkal diri dan memikul salib.

Sebab bila saya tak menyangkal diri, dapatkah saya mengharapkan "berubahnya rupa" saya kelak mirip dengan yang dialami Yesus?

Baca juga: Renungan Harian Katolik, Kamis 10 Februari 2022: Kasih Yesus Lintas Batas

Kedua, saya pun harus mau berubah rupa. Atau paling tidak mau diubah rupa oleh Tuhan. Bukan melulu berubah rupa dengan mempercantik diri di salon, spa, klinik kecantikan.

Namun berubah rupa sehingga menampak jelas wajah keilahian dari dalam diri saya. Yakni wajah seorang yang jujur, tulus, penuh cinta.

Ketiga, kadang saya dihargai dan menghargai orang karena wajah. Sering saya tak lagi bisa dikenali dan tak mau mengenali orang karena telah berubah wajah.

Kiranya saya tidak terbuai oleh wajah duniawi yang gemerlapan yang membuat saya lupa diri dan tak tahu diri lagi.*

Teks Lengkap Bacaan Renungan Katolik 19 Februari 2022:

Ilustrasi bacaan renungan harian Katolik dari Alkitab.
Ilustrasi bacaan renungan harian Katolik dari Alkitab. (POS-KUPANG.COM/AGUSTINUS SAPE)

Bacaan I: Yak 3:1-10

Tak seorang pun berkuasa menjinakkan lidah.

Bacaan dari Surat Rasul Yakobus:

Saudara-saudara, janganlah banyak orang di antara kalian, mau menjadi guru.

Sebab kita tahu, bahwa sebagai guru kita akan dihakimi menurut ukuran yang lebih besar.

Sebab kita semua bersalah dalam banyak hal.

Barangsiapa tidak bersalah dalam perkataannya, ia adalah orang sempurna, yang dapat juga mengendalikan seluruh tubuhnya.

Kita mengenakan kekang pada mulut kuda, sehingga kuda itu menuruti kehendak kita.

Dengan demikian kita dapat juga mengendalikan seluruh tubuhnya.

Dan lihat saja kapal-kapal, walaupun amat besar dan dilanda oleh angin keras, namun dapat dikendalikan oleh kemudi yang amat kecil menurut kehendak jurumudi.

Demikian juga lidah, walaupun hanya anggota kecil dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara yang besar.

Lihatlah, betapa pun kecilnya api, ia dapat membakar hutan yang besar.

Lidah pun adalah api.

Lidah merupakan suatu dunia kejahatan yang mengambil tempat di antara anggota-anggota tubuh kita.

Ia merupakan sesuatu yang dapat menodai seluruh tubuh dan menyalakan roda kehidupan kita, sedang ia sendiri dinyalakan oleh api neraka.

Semua jenis binatang liar, burung-burung, binatang-binatang menjalar, dan binatang-binatang laut dapat dijinakkan dan telah dijinakkan oleh sifat manusia.

Tetapi tak seorang pun berkuasa menjinakkan lidah.

Lidah itu sesuatu yang buas, yang tak terkuasai, dan penuh racun yang mematikan.

Dengan lidah kita memuji Tuhan, Bapa kita.

Dan dengan lidah kita mengutuk manusia yang diciptakan menurut rupa Allah.

Dari mulut yang satu dan sama keluarlah berkat dan kutuk.

Saudara-saudaraku, sebenarnya hal ini tidak boleh terjadi.

Demikianlah sabda Tuhan.

U: Demikianlah Sabda Tuhan

Mazmur Tanggapan: Mzm 12:2-3.4-5.7-8

Engkau, ya Tuhan, akan menjaga kami.

*Tolonglah, ya Tuhan, sebab sudah habislah orang saleh,
telah lenyaplah orang-orang setia dari antara anak-anak manusia.
Orang berkata dusta satu kepada yang lain,
dengan bibir yang manis dan hati yang bercabang mereka berbicara.

*Biarlah Tuhan mengerat segala bibir yang manis
dan memotong lidah yang berbicara sombong,
milik orang yang berkata, "Dengan lidah kami, kami menang!
Bibir kamilah topangan kami! Siapakah dapat menguasai kami?"

*Janji Tuhan adalah janji yang murni,
bagaikan perak yang teruji,
yang tujuh kali dimurnikan dalam dapur peleburan.
Engkau, ya Tuhan, akan menepatinya,
Engkau akan menjaga kami senantiasa terhadap angkatan ini.

Bait Pengantar Injil: Mrk 9:6

Langit terbuka dan terdengarlah suara Bapa, "Inilah Anak-Ku terkasih; dengarkanlah Dia"

Bacaan Injil: Mrk 9:2-13

Yesus berubah rupa di depan para rasul.

Inilah Injil Suci menurut Markus:

Pada suatu hari Yesus berbicara tentang bagaimana Ia akan menderita sengsara.

Sesudah itu Ia membawa Petrus, Yakobus dan Yohanes, dan bersama mereka naik ke sebuah gunung yang tinggi.

Di situ mereka sendirian saja.

Lalu Yesus berubah rupa di depan mata mereka, dan pakaian-Nya menjadi sangat putih berkilat-kilat.

Tidak ada seorang pun di dunia ini yang sanggup mengelantang pakaian seperti itu.

Maka nampaklah kepada mereka Elia dan Musa yang sedang berbicara dengan Yesus.

Lalu Petrus berkata kepada Yesus, "Rabi, betapa bahagianya kami berada di sini. Baiklah kami dirikan tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia."

Petrus berkata demikian, sebab tidak tahu apa yang harus dikatakannya, karena mereka sangat ketakutan.

Maka datanglah awan menaungi mereka dan dari dalam awan itu terdengar suara, "Inilah Anak-Ku yang terkasih, dengarkanlah Dia."

Dan sekonyong-konyong, waktu memandang sekeliling mereka tidak lagi melihat seorang pun kecuali Yesus seorang diri.

Pada waktu mereka turun dari gunung itu, Yesus berpesan, supaya mereka jangan menceriterakan kepada seorang pun apa yang telah mereka lihat itu, sebelum Anak Manusia bangkit dari antara orang mati.

Mereka memegang pesan tadi sambil mempersoalkan di antara mereka apa yang dimaksud dengan "bangkit dari antara orang mati."

Lalu mereka bertanya kepada Yesus, "Mengapa ahli-ahli Taurat berkata, bahwa Elia harus datang dahulu?"

Yesus menjawab, "Memang Elia akan datang dahulu dan memulihkan segala sesuatu. Tetapi bagaimanakah halnya dengan Anak Manusia? Bagaimana tertulis bahwa Ia akan banyak menderita dan akan dihinakan?

Tetapi Aku berkata kepadamu, memang Elia sudah datang dan orang memperlakukan dia menurut kehendak mereka, sesuai dengan yang tertulis tentang dia."

Demikianlah Sabda Tuhan.*

Renungan Harian Katolik lainnya

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved