Berita Nasional Hari Ini
Kader PDIP Puji Anies Baswedan Tapi Langsung Skakmat: Positipnya Ada 7, Tapi Lemahnya Banyak, Lho?
Anies Baswedan memang publik figur. Disoroti dari berbagai arah tapi ia tak kelimpungan. Disebut banyak lemahnya tapi juga ada sisi positipnya. Apa?
POS-KUPANG.COM - Politisi yang satu ini tak henti-hentinya menyoroti Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan yang sebentar lagi akan lengser dari kekuasan.
Namanya Gembong Warsono, Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI Jakarta. Selama ini ia dikenal sebagai anggota dewan yang tak jemu-jemunya mengkritisi kebijakan Anies Baswedan.
Salah satu kritikan yang sempat menggemparkan Tanah Air, adalah rencana menggelar balapan mobil Formula E di kawasan Ancol, Jakarta Utara.
Ia juga menyoroti kebijakan Anies Baswedan terkait pengadaan rumah dengan down payment (DP) nol rupiah.
Gembong Warsono juga menguliti program gerebek lumpur yang bukan solusi mengatasi banjir Jakarta.
"Sudah tahu penyebab banjir karena drainase kecil, kenapa tidak dilebarin? Kenapa programnya justru gerebek lumpur," ujar Gembong kritis.
Atas pelbagai hal tersebut, Wartakotalive,com lantas mewawancarai khusus Sekretaris PDI Perjuangan DKI Jakarta ini.
Baca juga: Diam-diam Rano Karno Incar Posisi Gubernur DKI, Bang Doel Siap Lawan Anies Baswedan hingga Ahok?
Ketika ditanya apa kebaikan Anies di mata Gembong Warsono, kader militan PDIP ini mengungkap setidaknya ada tujuh sisi positif di matanya.
Kebaikan Anies di mata Gembong adalah:
1. Anies Baswedan dinilai sebagai orang yang baik.
2. Anies Baswedan di mata Gembong sebagai orang yang cerdas.
3. "Orangnya pintar," kata Gembong.
4. Anies Baswedan memiliki sikap yang sopan dan santun.
5. Komunikasi Anies bagus.
6. Persahabatan antarpersonal juga sangat baik.
7. Sistem integrasi angkutan umum di Jakarta sudah bagus.
Di balik sisi positip tersebut, Gembong juga secara blak-blakan mengungkap kelemahan Anies Baswedan.
"Ada juga yang kurang-kurang. Salah satunya eksekusinya lemah, yang nggak pernah ada," tandas Gembong.
Meski demikian, Gembong Warsono mengakui memiliki hubungan personal dengan Anies tetap baik. Sikap kritisinya sebatas menjalankan fungsi sebagai anggota dewan.
Baca juga: Duet Anies Baswedan-Ridwan Kamil di Pilpres Disinggung, Pengamat: Sama-sama Tak Punya Partai
Transkrip Wawancara
Berikut adalah transkrip Wawancara Wartakotalive.com dengan Gembong Warsono di Sekretariat DPD PDI Perjuangan DKI Jakarta di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Kamis, 27 Januari 2022.
Sempat mencuat kabar Anies Baswedan dipasangkan dengan Puan Maharani dalam Pilpres 2024. Sementara Anda begitu kritis menyikapi kebijakan Anies saat menjadi Gubernur DKI Jakarta, bagaimana menanggapinya?
Pertama soal Presiden bukan domainnya DPD tapi itu domain DPP, sehingga ketika bicara soal calon presiden ya enggak elok kalau saya bicara, karena itu kewenangan DPP. Saya enggak mau komentar soal itu.

Tapi kenapa kami mengkritisi Anies, ya saya hanya menjalankan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) saja sebagai anggota dewan.
Kenapa kritis? ya karena kami menuntut supaya kinerja lebih maksimal dalam rangka memberikan pelayanan terbaik bagi warga Ibu Kota.
Cuma itu saja, nggak lebih dari itu ya. Sepanjang Pak Anies bisa menjalankan itu pasti akan saya apresiasi.
Kenapa saya belum memberikan apresiasi, karena memang belum nampak kinerja Pak Anies yang bisa dirasakan langsung oleh rakyat Jakarta.
Jadi saya menunggu mengeluarkan apresiasi cuma saya belum, karena menjelang akhir masa jabatan (Anies Baswedan pada 16 Oktober 2022) ini belum ada satu program yang memang betul-betul dirasakan manfaatnya secara maksimal oleh rakyat Jakarta.
Bukankah Pemprov DKI telah menyediakan hunian DP Nol Rupiah dan sudah dimanfaatkan masyarakat?
Itu yang merasakan siapa? Kan waktu itu program yang digadang-gadang oleh Pak Anies untuk membangun keberpihakan Pak Anies kepada warga miskin. Karena kapan lagi kita berpihak kepada orang miskin dan di sinilah kita berpihak.
Bentuk keberpihakannya apa? Kapan lagi orang miskin punya rumah. Maka dia membuat yang namanya program DP nol rupiah, itu siapa yang merasakan, karena yang bisa mendapatkan rumah DP nol rupiah ini orang yang berpenghasilan Rp 14 juta per bulan.
Awalnya kan Rp 7 juta per bulan, sekarang naik Rp 14 juta per bulan. Lah itu apakah orang miskin, kan bukan.
UMP saja Rp 4 juta sekian per bulan, orang yang berpenghasilan UMP saja belum dapat kan rumah DP nol rupiah.
Kedua dari target 300.000 hunian, jangankan sesuai target, untuk 60.000 saja nggak terpenuhi. Dari sisi target tidak tercapai, dan dari sasaran juga tidak sampai.
Kalau sasarannya sampai mungkin saya akan acungin jempol buat Pak Anies. Katakanlah sampai akhir jabatan Pak Anies dapat 10.000 rumah susun atau rumah yang janjinya dulu kan, bukan rumah susun, rumah tapak kan gitu.
Rumah tapak juga nggak, tadinya rumah tapak tapi jadinya rumah susun. Dia nggak mau pakai istilah rumah susun, tapi rumah lapis ya sudah nggak apa-apa terserah mau pakai istilah apa.
Baca juga: PDI Perjuangan Bicara Soal Ahok & Risma Muncul di Survey Cagub DKI Jakarta, Ini Kata Gembong Warsono
Tapi kalau sasarannya untuk rakyat miskin tercapai saya akan apresiasi, namun ini sasarannya tidak sampai. Kemudian target tidak sampai, terus apa yang mesti diapresiasi.
Selama ini Anda kritis pada kebijakan Anies Baswedan, bagaimana hubungan personal Anda dengannya?
Ya biasa sajalah, sikap kritis kami dalam menjelaskan tugas pokok dan fungsi sebagai anggota dewan.
Untuk hubungan personal biasa-biasa saja, ya kami ketemu ketawa-tawa saja biasa. Alhamdulilah saya belum pernah diajak ngopi.
Apakah sering bertemu dengan Anies mengingat posisi Anda di DPRD DKI Jakarta sebagai Ketua Fraksi PDIP?
Sering ya ketemu di ruang paripurna, ketemu di ruang VIP biasa ngobrol happy-happy (senang-senang) saja ngobrol. Tapi ngobrol khusus nggak pernah, ngopi berdua nggak pernah, makan berdua juga nggak pernah.
Apakah Anda melihat sisi positif yang dimiliki Anies Baswedan?
Ya banyaklah sisi positifnya, orangnya baik, orangnya cerdas, orangnya pintar, orangnya sopan santun dan bahasa komunikasinya luar biasa bagus.
Persahabatan antarpersonal sangat baik. Cuma dari semua itu ada satu yang kurang, yaitu eksekusinya yang nggak pernah ada.
Masa jabatan Anies Baswedan akan berakhir 16 Oktober 2022, bagaimana Anda melihat sosok pengganti sementara di Jakarta sampai Pemilu 2024 nanti?
Saya sampaikan begini bahwa Penjabat (Pj) Gubernur itukan yang menetapkan Presiden RI atas usul dari Kemendagri. Siapa orangnya?
Tentu Presiden lebih tahu, tapi sebagai warga Ibu Kota dan pimpinan parpol, serta Ketua Fraksi PDIP boleh dong berharap.
Harapan kami adalah Pj Gubernur orang yang memahami persoalan Jakarta, sehingga dari sisa waktu yang ditinggalkan oleh Pak Anies sampai dengan Pemilu 2024 itu, Pj tadi mampu mengeksekusi program-progam yang belum sempat dilakukan oleh Pak Anies.
Harapannya sisa kerja sampai Pemilu tadi 2024, hasilnya bisa dirasakan oleh warga Jakarta. Contoh paling sederhana persoalan banjir, ini kan lima tahun belum sempat dilakukan eksekusi oleh Pak Anies.
Baca juga: Kemesraan Anies Baswedan dan Ridwan Kamil, Adu Penalti di JIS Jadi Sinyal Duet Pilpres 2024?
Mudah mudahan Pj yang ditunjuk Presiden nanti mampu melakukan eksekusi progam yang notabene adalah persoalan prioritas warga Ibu Kota.
Kalau bidang transportasi sudah baik dan oke, karena sistem integrasinya sudah mulai membaik.
Sekali lagi dalam konteks transportasi ini adalah proses panjang yang sudah dilakukan oleh Gubernur sebelumnya.
Dia akhir ini, semua yang dilakukan oleh Pak Anies adalah melakukan integrasi terhadap seluruh moda yang ada di Jakarta.
Alhamdulillah di sisi itu saya pernah memberikan apresiasi cukup berhasil dalam melakukan integrasi dalam transportasi publik
Berarti sikap PDIP bukan sekadar keras saja, tapi tetap objektif?
Kami objektif saja, kalau baik saya katakan baik. Dalam konteks mengintegrasikan transportasi massal saya katakan Pak Anies jempolan.
Ya walaupun belum sempurna, dalam arti kata seperti kereta LRT kan belum terintegrasi tapi embrionya sudah terbangun.
Apakah sikap kritis PDIP akan tetap seperti sekarang terhadap sosok Pj Gubernur nanti?
Iya sikap kritiknya dalam mengemban tugas. Untuk kepentingan rakyat Jakarta sekalipun itu Gubernur usualan PDIP, kami tetap mengkritisi itu.
Ketika kebijakan yang dikeluarkan oleh Pj Gubernur tidak sesuai dengan warga Ibu Kota, tugas kami menyuarakan itu. Jadi karena sekarang Pak Anies bukan Gubernur yang diusung PDIP, lalu kemudian kami menyerang terus-terusan yah nggak juga.
Ketika Pak Anies membuat kebijakan yang berpihak pada kepentingan rakyat Jakarta pasti PDIP mendukung.
Tapi sebaliknya walaupun Pj Gubernur yang diusung PDIP, ketika dia membuat kebijakan yang tidak sesuai harapan warga sudah barang tentu kami akan berdiri bersama demi kepentingan warga Ibu Kota.
Baca juga: Kader Golkar Ini Ternyata Dilirik Partai Gerindra Gantikan Anies Baswedan Jadi Gubernur DKI, Siapa?

Tahun 2024 Ibu Kota tidak lagi di Jakarta tapi di Kalimantan Timur. Bagaimana Anda melihat kondisi seperti itu?
Pertama bahwa persoalan Jakarta tidak akan tuntas dengan pindahnya Ibu Kota. Persoalan kesemrawutan, kemacetan, persoalan banjir tidak akan selesai dengan kebijakan pemindahan IKN ke Kalimantan Timur.
Pindahnya Ibu Kota, tapi persoalan tetap ada di Jakarta. Persoalan itulah tugas kita untuk menyelesaikannya, bagaimana kita mengentaskan persoalan banjir, kemacetan dan sebagainya.
Itu menjadi pekerjaan rumah kita bersama pasca pemindahan Ibu Kota, selanjutnya bagaimana setelah Ibu Kota berpindah? kami Fraksi PDI Perjuangan yah berharap bahwa Ibu Kota pindah, tetapi pusat segala aktivitas bisnis, pariwisata dan sebagainya tetap di Jakarta.
Jadi, di Kalimantan hanya berbicara pusat pemerintahan tapi pusat bisnis, pariwisata dan sebagainya ada di Jakarta sehingga pendapatan asli daerah (PAD) tidak terlalu melorot ketika kepindahan Ibu kota ke Kalimantan.
Memang berkurang (PAD) tetapi dengan status Jakarta seperti itu saya yakin Jakarta masih memiliki kekuatan keuangan yang bagus karena PAD tetap tinggi.
Kalau nanti Jakarta sudah tidak lagi menjadi Ibu Kota, bagaimana sistem otonomi daerahnya apakah tetap berada di provinsi atau tidak?
Baca juga: Duet Anies Baswedan Jenderal Andika Perkasa di Pilpres 2024 Mencuat, Jadi Pasangan Jalan Tengah?
Ya karena Jakarta jadi pusat bisnis saya berpikir ada dua.
Pemikiran saya sebagai orang partai, sudah tentu kami mengharapkan otonomi ada di tingkat kabupaten/kota, sehingga kami bisa mendistribusikan kader-kader yang selama ini kami didik dan rekrut untuk ditempatkan di sana.
Tetapi ketika bicara kepentingan Jakarta yang lebih besar, Indonesia yang lebih besar maka saya berpikir Jakarta statusnya memang harus seperti ini.
Artinya otonomi tetap berada di tingkat provinsi. Saya nggak bisa bayangkan kalau Jakarta Selatan menjadi daerah otonomi, Jakarta Timur juga demikian, dan sebagainya.
Jakarta Selatan membuat kebijakan A, lalu Jakarta Timur membuat kebijakan B yang jaraknya hanya sekian ratus meter.
Itu nggak bisa dibayangkan, maka saya secara pribadi tetap demi kepentingan Jakarta yang lebih besar maka otonomi daerah ada tetap di tangan provinsi. (*)
Artikel ini telah tayang dengan judul: 7 KEBAIKAN Anies Baswedan di Mata Gembong Warsono, Pimpinan PDI Perjuangan DKI Jakarta