Wawancara Eksklusif
KPU NTT Menyongsong Pemilu 2024: Usia Anggota KPPS Jadi Pertimbangan Utama (Bagian-1)
Semakin pendek jarak antara penyelenggaraan Pemilu dan pemilihan kepala daerah maka beban kerja penyelenggara akan semakin tinggi.
Penulis: Ryan Nong | Editor: Alfons Nedabang
POS-KUPANG.COM - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) siap menghadapi gelaran Pemilu 2024.
Rangkaian persiapan pelaksanaan pesta demokrasi lima tahunan itu telah dimulai dengan launching hari pelaksanaan Pemilu yang diselenggarakan pada 14 Februari 2022.
Peluncuran dilaksanakan oleh KPU RI, diikuti jajaran KPU di seluruh Indonesia, termasuk KPU NTT.
Seperti apa persiapan KPU NTT?
Manager Produksi Pos Kupang, Fery Jahang mewawancarai Ketua KPU NTT Thomas Dohu dalam acara Jurnal Politik di Studio Pos Kupang, Rabu 16 Februari 2022.
Berikut ini petikan wawancara eksklusif tersebut:
Apa argumentasi KPU dalam penentuan tanggal 14 Februari 2024 sebagai hari pelaksanaan Pemilu?
Kita ketahui KPU telah launching tahapan dalam rangka persiapan menuju pemungutan suara pada 14 Februari 2024. Sebelum launching, ada proses yang telah dilakukan KPU sejak setahun lalu.
KPU bersama Bawaslu dan DKPP, DPR RI dan Kemendagri telah mendesain bersama jadwal Pemilu serentak 2024 dan terakhir pada 24 Januari pada forum RDP disepakati hari pemungutan suara pada 14 Februari 2024 untuk Pemilu Presiden, DPR, DPRD dan DPD. Sementara itu, untuk Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota akan dilaksanakan pada 27 November 2024.
Kenapa sampai angka 14 ? Apa saja pertimbangan pertimbangan dari proses itu?
Pertama, pada tahun 2024, itu merupakan momen Pemilu dan Pemilihan dalam tahun yang sama, maka penting bagi KPU untuk mendesain waktu penyelenggaraan yang tidak menimbulkan beban kerja bagi penyelenggara.
Nah, semakin pendek jarak antara penyelenggaraan Pemilu dan pemilihan kepala daerah maka beban kerja kita selaku penyelenggara dan pihak terkait akan semakin tinggi.
Kedua, dalam Pemilu 2024, ada desain yang lebih awal mempertimbangkan adanya kemungkinan Pilpres dua putaran. Hal itu juga bisa kita ikuti bahwa dengan adanya waktu yang semakin panjang maka beban kerja penyelenggara bisa diminimalisir.
Sementara itu, hampir semua penetapan hari Pemilu sejak 2014 itu umumnya ditetapkan pada hari Rabu. Pertimbangan hari rabu adalah hari kerja di tengah pekan. Dengan adanya hari kerja maka tidak ada pemilih yang libur panjang.
Pengalaman kita sejak 2014 semua dilaksanakan hari Rabu sehingga bisa meningkatkan partisipasi masyarakat untuk datang ke TPS
Kenapa pelaksanaan Pemilu legislatif dan Pilpres pada hari yang sama? Sementara penentuan lolosnya calon presiden menggunakan suara dari DPR RI hasil Pemilu 2019? Bagaimana KPU menjelaskan ini?
Kalau mengacu pada Undang Undang 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, maka sejak 2019 kita sudah mengenal istilah Pemilu Serentak Nasional. Kalau kembali ke regulasi yang lebih tinggi, yakni Undang Undang Pemilu perubahan pasal 22e, Pemilu untuk memilih Presiden, Wakil Presiden, DPR dan DPD.
Jika ditambah maka Pemilu menjadi Pemilu serentak bukan lagi Pemilu yang terpisah antara legislatif dan eksekutif.
Terakhir kita Pemilu terpisah tahun 2014. Masuk 2019 kita sudah memasuki Pemilu serentak.
Kepesertaan menurut UU 7 tahun 2017, syarat untuk mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden adalah berdasarkan hasil Pemilu sebelumnya. Sehingga untuk Pemilu 2019, hasil Pemilu 2014 menjadi acuan mengajukan pasangan calon.
Begitu juga nanti di 2024, hasil Pemilu 2019 dipakai untuk mengajukan pasangan calon sebagai peserta pemilihan Presiden dan wakil presiden.
Apakah ini berbeda dengan Pilkada?
Mengapa, salah satu pertimbangan, hasil pemilihan DPRD provinsi dan DPRD kabupaten kota pada tanggal 14 Februari 2024 akan menjadi landasan bagi partai politik untuk mengajukan bakal pasangan calon untuk mengikuti pemilihan.
Karena kita tahu, serta merta hasil pemilihan DPR dan DPRD tidak diterima langsung oleh partai politik, ada juga gugatan di Mahkamah Konstitusi makan kita memiliki waktu yang cukup untuk melayani gugatan yang diajukan.
Penentuan hari Rabu dengan harapan partisipasinya akan naik. Bagaimana pengalaman kita sebelumnya?
Pengalaman selama ini secara nasional di 2019 partisipasi kita tertinggi untuk Pemilu termasuk di NTT. Partisipasi kita sampai di 80 persen dari target nasional 77,5 persen.
Demikian pula dengan Pilkada Serentak 9 Desember 2020, target kita tercapai di 9 kabupaten. Hal itu terjadi karena semua pemilihan diarahkan ke TPS pada hari pemilihan.
Beban kerja penyelenggara begitu besar pada Pemilu. Mengacu pada Pemilu sebelumnya, ada begitu banyak korban. Apakah ada penambahan anggota atau petugas di lapangan?
Sebagaimana kita ketahui Pemilu 2024 menjadi satu-satunya pemilu yang tidak mengalami perubahan undang undang pelaksanaannya. Kalau Pemilu 2019 ada perubahan UU Nomor 12 tentang Pemilu menjadi UU nomor 7 tahun 2017.
Pada 2024 undang undangnya masih sama, penyelenggara khusus panitia Ad hoc, PPK, PPS dan KPPS, jumlahnya masih sama 5 orang setiap desa, 3 di tiap kelurahan dan 7 orang tiap ada TPS tambah 2 pengamat.
Tata cara pun tetap sama, tetapi mengantisipasi beban kerja yang tinggu dan banyaknya dampak, misalnya korban jiwa maka perlu dilakukan pengaturan tata cara dan prosedur. Kalau kita hitung, beban kerja penyelenggara paling tinggi pada saat proses pemungutan dan penghitungan suara.
Undang undang kita sudah sangat jelas menyebutkan bahwa pemungutan suara dilaksanakan pada hari itu dan dilanjutkan dengan penghitungan suara pada hari itu jaga. Tetapi memang kemarin ada tambahan putusan MK, penghitungan wajib diselesaikan satu hari setelah pemungutan suara dengan batas pada pukul 12 siang hari berikutnya
Waktu ini dikerjakan KPPS kita, mulai dari pelayanan pemungutan suara, pelayanan penghitungan suara lalu mencatat semua hasil penghitungan suara untuk diserahkan ke saksi. Kemudian menyalin ke format kertas dan disertakan ke peserta.
Contohnya akan dibagikan kepada calon DPR, DPRD, partai politik lalu kepada calon DPD, diserahkan ke Bawaslu, KPU dan pengamat.
Dengan melihat tingkat kesulitan itu maka KPU menawarkan, selama pemilihan 2020 kita sudah menerapkan si rekap, yakni sistem informasi rekapitulasi.
Kalau proses itu dijadikan proses maka hasil C plano tidak perlu lagi di salin ke kertas kecil. Hasil itu difoto dan diupload di sistim si rekap dan itu bisa disampaikan ke seluruh peserta termasuk saksi. Dengan itu beban kerja makin berkurang.
Hal lain dari kajian KPU, diperoleh data penyelenggara yang meninggal kemarin lebih banyak karena mereka dari sisi usia sudah berada di ujung tanduk yakni di atas 50 tahun dengan penyakit penyerta.
Ke depan mungkin syarat umur ini kita akan sesuaikan. Berikut, pentingnya kerja sama dengan dinas atau pihak kesehatan untung melakukan pemeriksaan sebelum menjadi penyelenggara. (ryan nong)