Berita Nagekeo Hari Ini
Trend Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Nagekeo Meningkat
Maria Anjelina Sekke Wea mengatakan bahwa trend kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Nagekeo meningkat
Penulis: Thomas Mbenu Nulangi | Editor: Kanis Jehola
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Tommy Mbenu Nulangi
POS-KUPANG.COM, MBAY - Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak ( P2TP2A) Kabupaten Nagekeo, Maria Anjelina Sekke Wea mengatakan bahwa trend kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Nagekeo meningkat.
Sebab baru awal tahun 2022, dilaporan ada 3 kasus kekerasan terhadap anak dibawah umur.
Hal itu disampaikan oleh Ketua P2TP2A Kabupaten Nagekeo, Maria Anjelina Sekke Wea dalam kegiatan pelatihan kelompok perlindungan perempuan dan anak yang digelar Plan Indonesia di Hotel Pepita, Selasa 15 Februari 2022.
Maria menjelaskan, berdasarkan data yang dihimpun oleh P2TP2A Kabupaten Nagekeo pada tahun 2021 yang lalu sekitar ada 16 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Baca juga: Indahnya Persawahan Tadah Hujan di Boanio Kabupaten Nagekeo Dikala Musim Hujan
Dari 16 kasus tersebut, tiga kasus terjadi pada perempuan dewasa dan sisanya 13 kasus kekerasan seksual terhadap anak.
Sementara untuk diawal tahun 2022 sudah 3 kasus. Tiga kasus tersebut semuanya merupakan kasus kekerasan seksual yang korbanya adalah anak dibawah umur.
"Sayang sekali data yang saya sampaikan hanya sebatas kasus yang dilaporkan. Mungkin masih banyak kasus di luar sana yang tidak kita ketahui," ujarnya.
Anjelina mengatakan, untuk membantu mendapingi para korban, pihaknya membutuhkan rumah aman. Sebab rumah aman merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi korban kekerasan terhadap anak dan perempuan baik kekerasan fisik maupun kekerasan seksual.
Baca juga: Kemenag Kabupaten Nagekeo Gelar Donor Darah Bersama Karyawan PT Waskita
"Kita sangat butuh rumah aman. Tidak mungkin korban kekerasan pulang ke tempat yang tidak aman," ungkapnya.
Ia mengaku, selama ini korban kekerasan terhadap anak, terutama korban kekerasan seksual, terpaksa ditampung di rumah-rumah pribadi para Anggota P2TP2A.
Untuk itu, pihaknya sangat membutuhkan rumah aman untuk proses rehabilitasi dan konseling kepada para korban kekerasan. Karena kalau bukan ditempatkan di tempat khusus, seperti di rumah aman, tentunya pendampingan akan tidak maksimal.
"Kita perlu sebuah tempat yang kondusif bagi pemulihan psikis para korban kekerasan. Apalagi kalau korbannya masih di bawah umur, tentu butuh pendekatan dan bimbingan yang lebih intens," terangnya. (*)