Berita Nasional
Jokowi Didesak Copot Menaker Ida Fauziyah Buntut Kebijakan Pencairan JHT di Usia 56 Tahun
Tuntutan itu diungkap sebagai buntut aturan baru Menaker soal pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) yang baru bisa dilakukan saat peserta BPJS Naker
Jokowi Didesak Copot Menaker Ida Fauziyah Buntut Kebijakan Pencairan JHT di Usia 56 Tahun
POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Kebijakan Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah mencairkan Jaminan Hari Tua (JHT) di usia 56 tahun menuai protes.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) memecat Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah.
Tuntutan itu diungkap sebagai buntut aturan baru Menaker soal pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) yang baru bisa dilakukan saat peserta BPJS Ketenagakerjaan berusia 56 tahun atau memasuki masa pensiun.
Aturan tersebut tertuang dalam Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT. Beleid ini menggantikan Permenaker 19/2015 yang membolehkan peserta mencairkan dana JHT saat terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
"Kami minta Bapak Presiden Jokowi memecat Menaker. Ganti dengan orang yang lebih memahami dunia usaha," ujar Said dalam konferensi pers daring, Sabtu 12 Februari 2022.
Sebagai gantinya, ia mengusulkan Jokowi menunjuk menteri dari kalangan dunia usaha atau serikat buruh. Asalkan, bukan politikus atau yang terafiliasi dengan partai politik tertentu.
"Pengusaha kan paham dunia kerja, serikat pekerja juga. Carilah pengusaha yang bisa menjaga keseimbangan antara kepentingan buruh dan pengusaha. Jangan politikus," tegas Said.
Ia menuding sosok Menaker saat ini kerap mementingkan kelompok pengusaha. Bukan buruh atau pekerja. Terbukti dari berbagai kebijakan yang dikeluarkannya.
"Ini menteri pengusaha atau menteri ketenagakerjaan? Tidak bosan-bosan 'menindas' dan bertindak tanpa hati. Padahal, kami baru dihantam PP 36/2021 tentang pengupahan," tutur Said.
Baca juga: Jokowi Bicara Tindakan Inkonstitusional di Mahkamah Konstitusi, Tak Pernah Terpikir Sedikit Pun
Diketahui, Permenaker 2/2022 mengatur pencairan dana JHT di BPJS Ketenagakerjaan hanya bisa dilakukan saat peserta berusia 56 tahun. Atau, ketika peserta meninggal dunia atau cacat tetap.
Selain itu, manfaat JHT juga berlaku pada peserta yang berhenti bekerja seperti mengundurkan diri, terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), dan peserta yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
Aturan JHT 2015
Aturan baru yang dikeluarkan Menaker ini tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.
Jika ditilik ke belakang, upaya pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menahan dana JHT milik pekerja hingga usia pensiun sebenarnya pernah dilakukan di tahun 2015 silam alias di periode pertamanya.
Heboh penolakan perubahan skema pencairan JHT itu terjadi pada Juli 2015. Hampir sama dengan polemik JHT yang terjadi saat ini, saat itu pemerintah juga mengeluarkan aturan bahwa pencairan JHT bisa dilakukan apabila pekerja sudah memasuki usia 56 tahun.
Kebijakan yang diberlakukan serentak sejak 1 Juli ini membuat banyak peserta yang hendak mencairkan dana JHT harus gigit jari.
Akibat perubahan yang dinilai kurang sosialisasi tersebut, sempat terjadi kericuhan di sejumlah kantor cabang BPJS Ketenagakerjaan.
Saat itu, para pekerja yang sudah membawa dokumen lengkap dan berharap bisa mendapatkan dana JHT, justru harus pulang dengan tangan hampa mengetahui adanya perubahan aturan pencairan.
Dalam aturan yang diteken Presiden Joko Widodo pada 29 Juni 2015, perubahan dilakukan pada syarat tenggat waktu peserta bisa mencairkan JHT, sementara besaran iuran tetap sama yakni 5,7 persen per bulan dari gaji yang dipotong.
Aturan pencairan JHT di tahun 2015 tersebut didasarkan pada Peraturan Pemerintah (PP) No 46 Tahun 2015.
PP ini sendiri merupakan implementasi dari UU No 40 Tahun 2004 yang diteken saat era Presiden Megawati.
Dalam aturan yang lama, JHT bisa diambil penuh jika peserta sudah terdaftar selama 5 tahun 1 bulan di BPJS Ketenagakerjaan.
Syaratnya adalah keluar dari kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan.
Baca juga: Jokowi Rencana Berkemah di Titik Nol IKN di Tengah Kekhawatiran Proyek Mangkrak
Sementara, dalam aturan yang dirilis di 2015, syarat pencairan JHT adalah minimal 10 tahun terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan.
Peserta bisa dapat sebagian dana JHT tanpa perlu keluar dari peserta BPJS Ketenagakerjaan, tapi jumlahnya hanya 10 persen dari saldo untuk persiapan pensiun, dan 30 persen untuk pembiayaan Kredit Perumahan Rakyat (KPR) rumah pertama.
Namun, jika peserta ingin menarik seluruh saldo JHT, peserta harus sudah dinyatakan berumur 56 tahun.
Belakangan, aturan pencairan JHT yang dibatasi hanya maksimal 10 persen ini kemudian direvisi setelah mendapatkan penolakan keras dari berbagai pihak, terutama para serikat buruh.
Pemerintah revisi aturan JHT
Dikutip dari Kontan, setelah revisi aturan karena penolakan buruh, BPJS Ketenagakerjaan menjamin seluruh pencairan dana JHT seluruh peserta dapat dicairkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Hal tersebut merujuk PP Nomor 46 tahun 2015 mengenai Jaminan Hari Tua dan revisinya PP nomor 60 tahun 2015.
Kala itu, Kepala Divisi Komunikasi BPJS Ketenagakerjaan, Abdul Cholik, mengatakan melalui ketentuan tersebut masyarakat tidak perlu khawatir maupun panik karena sudah dijamin undang-undang.
Dia juga menegaskan proses pencairan JHT tidak memiliki batasan waktu.
"Kami menghimbau masyarakat untuk tidak perlu ketakutan jika dananya tidak cair karena undang-undang menjamin hal tersebut (pencairan dana).
Masyarakat juga kami harap tidak mudah percaya terhadap isu atau informasi yang tidak jelas mengenai proses pencairan jaminan BPJS Ketenagakerjaan khususnya JHT," ujarnya dalam keterangan tertulis, 3 September 2015.
Cholik menjelaskan, bahwa berdasarkan PP 46 tahun 2015, JHT merupakan sistem tabungan hari tua yang besarnya merupakan akumulasi iuran ditambah hasil pengembangannya.
JHT ini, lanjutnya, dapat dicairkan saat pekerja mencapai usia 56 tahun atau meninggal dunia atau cacat total tetap.
"Pemilihan umur 56 tahun, karena tahap itu merupakan masa mulai tidak produktif bekerja, kita di sini hadir untuk membantu mereka dalam mempersiapkan dana bagi masa tua nya," jelasnya.
Baca juga: Perintah Langsung Presiden Jokowi untuk Anies Baswedan Terungkap, Apa Isinya?
Selain itu, manfaat JHT juga dapat diambil saat kepesertaan mencapai 10 tahun dengan besaran 10 persen untuk persiapan hari tua atau 30 persen untuk pembiayaan perumahan.
Pencairan manfaat pada kepesertaan 10 tahun tersebut hanya dapat dipilih salah satu, baik untuk persiapan hari tua ataupun pembiayaan perumahan.
"Program JHT ini tidak hanya bisa digunakan sebagai persiapan hari tua, tetapi juga untuk pembiayaan perumahan. Jadi ketika kita sudah pensiun sebelum mencapai usia 56 dan tetap ingin memiliki rumah, dana tersebut bisa diambil dari tabungan JHT kita", ujarnya.
Berbeda dengan tabungan biasa, tabungan JHT ini memang program yang dipersiapkan untuk masa tua.
"Namanya juga untuk masa tua, jadi ya harus diambilnya pada saat sudah tidak bekerja lagi atau berusia 56 tahun," jelasnya.
Namun berbeda untuk pegawai yang di PHK atau berhenti bekerja.
Mereka bisa mengambil seluruh tabungan JHT setelah 1 bulan masa PHK atau berhenti bekerja. Jadi tidak harus menunggu 10 tahun atau usia 56, sesuai dengan PP 60 tahun 2015 dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No 19 tahun 2015.
Sumber: CNNIndonesia.com/kompas.com