Berita Nasional
Jokowi Bicara Tindakan Inkonstitusional di Mahkamah Konstitusi, Tak Pernah Terpikir Sedikit Pun
Berbagai kebijakan telah diambil Pemerintah Joko Widodo selama hampir dua tahun pandemi Covid-19. Semua kebijakan itu dibuat untuk kebaikan rakyat
Jokowi Bicara Tindakan Inkonstitusional di Hadapan Mahkamah Konstitusi, Tak Pernah Terpikir Sedikit Pun
POS-KUPANG.COM - Berbagai kebijakan telah diambil Pemerintah Joko Widodo selama hampir dua tahun pandemi Covid-19. Semua kebijakan itu dibuat untuk kebaikan rakyat dan mengurangi dampak ekonomi bagi negara.
Presiden Joko Widodo mengatakan, pemerintah selama ini tidak pernah terpikir untuk menempuh cara-cara inkonstitusional yang mengatasnamakan pandemi Covid-19.
Baca juga: Jokowi Rencana Berkemah di Titik Nol IKN di Tengah Kekhawatiran Proyek Mangkrak
Dia pun menegaskan pemerintah tidak pernah dengan sengaja melakukan cara-cara yang tidak sesuai dengan nilai demokrasi.
"Tidak pernah terlintas dalam pikiran pemerintah sedikit pun bahwa dengan mengatasnamakan pandemi Covid-19 pemerintah dengan sengaja menempuh langkah-langkah dan cara-cara inkonstitusional," ujar Jokowi saat berpidato pada Sidang Pleno Khusus Penyampaian Laporan Mahkamah Konstitusi (MK) Tahun 2021, di Ruang Sidang MK sebagaimana disiarkan secara virtual pada Kamis 10 Februari 2022.
Jokowi menjelaskan, situasi krisis telah memaksa pemerintah mengambil respons yang cepat dan tepat. Menghadirkan cara-cara yang lebih fleksibel dan lebih responsif agar keselamatan rakyat menjadi prioritas utama.
"Tetapi saya ingin menegaskan bahwa langkah-langkah extraordinary yang ditempuh pemerintah dalam penanganan pandemi dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan sudah dengan pertimbangan-pertimbangan yang cermat," tuturnya.
Selain itu, pemerintah menjaga agar semua langkah yang ditempuh tetap berada dalam koridor hukum dan koridor konstitusi.
Oleh karenanya, presiden menegaskan pemerintah memastikan semua langkah, semua regulasi, semua kebijakan sudah dipertimbangkan dan diputuskan dengan terukur.
"Dengan alasan-alasan yang faktual, alasan yang terukur, alasan yang objektif," kata Jokowi.
"Didasari berbagai pertimbangan yang matang untuk mengatasi krisis, menyelamatkan masyarakat, menyelamatkan bangsa," tambahnya.
Ada 3.317 Perkara
Sejak tahun 2003 hingga tahun 2021 silam, Mahkamah Konstitusi tercatat sudah meregistrasikan 3.341 perkara.
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman menjabarkan, ada 1.501 perkara pengujian Undang-Undang, 29 perkara sengketa kewenangan lembaga negara, 676 perkara pemilu atau Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) dan 1.135 perkara pemilihan kepala daerah.
"Dari jumlah tersebut, 3.317 perkara telah diputus," kata Anwar dalam Sidang Pleno Khusus Penyampaian Mahkamah Konstitusi tahun 2021, Kamis 10 Februari 2022, sebagaimana dilansir Kontan.id.
Anwar menambahkan, artinya sampai dengan akhir tahun 2021 terdapat 24 perkara masih dalam proses pemeriksaan.
Kemudian untuk penanganan perkara pada 2021 secara rinci ialah, MK telah menangani sebanyak 277 perkara untuk tiga kewenangan yang terdiri dari 121 perkara pengujian UU, 3 perkara sengketa kewenangan lembaga negara dan 153 perkara pemilihan kepala daerah.
Selanjutnya dari 277 perkara, sebanyak 253 perkara telah diputus dengan rincian 99 putusan perkara pengujian Undang-Undang, 3 perkara sengketa kewenangan lembaga negara dan 151 putusan perkara pemilihan kepala daerah.
"Dengan demikian sampai akhir 2021, terdapat 22 perkara pengujian UU masih dalam proses pemeriksaan dan seluruh perkara sengketa kewenangan lembaga negara (SKLN) telah diputus," jelasnya.
Selanjutnya, untuk mengadili 277 perkara dan tiga kewenangan tersebut, Anwar menjelaskan MK menggelar sebanyak 524 sidang yang terdiri dari 471 sidang panel dan 453 sidang pleno.
Baca juga: Suara dari Jember Bulat Untuk Prabowo Jadi Capres 2024 Gantikan Jokowi, Begini Kata Ahmad Halim
Untuk perkara Pengujian Undang-Undang (PUU), MK telah menyelenggarakan 388 persidangan. Adapun dari jumlah persidangan tersebut sidang panel diselenggarakan 128 kali, sementara sidang pleno diselenggarakan sebanyak 260 kali.
Kemudian untuk perkara Sengketa Kewenangan Lembaga Negara (SKLN) diselenggarakan 3 sidang panel dan 3 kali sidang pleno dengan agenda pengucapan putusan.
Terakhir untuk memutus perkara pilkada, 490 persidangan diselenggarakan yang terdiri dari 338 sidang panel dan 152 sidang pleno.
Anwar melanjutkan, berkaitan dengan perkara perkara pengujian undang-undang (PUU) pada tahun 2021, dari 121 perkara, sebanyak 71 perkara diregistrasi pada 2021, ditambah dengan 50 perkara, yang diregistrasi pada tahun sebelumnya. Dari 121 perkara tersebut, MK telah memutus sebanyak 99 perkara.
"Dengan jumlah ini, artinya MK telah menyelesaikan sejumlah 81,82% dari keseluruhan perkara di tahun 2021, dan 22 perkara, atau setara dengan 18,18%, masih dalam proses pemeriksaan," ungkap Anwar.
Mengenai jangka waktu penyelesaian perkara pada tahun 2021, untuk perkara PUU dan SKLN, rata-rata waktu penyelesaian perkara ialah 2,97 bulan per perkara.
Dia menyebut, dari rata-rata waktu penyelesaian perkara tersebut, sejak Januari hingga April 2021 MK fokus melaksanakan penyelesaian perkara pilkada.
Menurut ketentuan dibatasi waktu penyelesaiannya, yaitu 45 hari kerja sejak permohonan diregistrasi. Hal tersebut sejalan dengan ketentuan Pasal 82 Peraturan MK Nomor 2 Tahun 2021, tentang Tata Beracara dalam Perkara Pengujian Undang-Undang.
"Atas dasar itu, MK, memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pengujian undang-undang, setelah selesai memutus perkara perselisihan hasil pilkada serentak, yaitu pada bulan Mei, hingga Desember 2021, atau dalam kurun waktu 8 bulan," pungkas Anwar.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jokowi: Tak Pernah Terpikir Sedikit Pun Pemerintah Mengatasnamakan Pandemi untuk Berbuat Inkonstitusional"