Berita NTT

Ayah Diseret Anak Kandung, Ketua LPA NTT: Tindakan Main Hakim Sendiri Bukan Solusi Terbaik

Ketua LPA NTT Veronika Ata mengatakan tindakan main hakim sendiri bukan solusi terbaik menyelesaikan masalah

Editor: Kanis Jehola
POS-KUPANG.COM/CHRISTIN MALEHERE
Ketua Lembaga Perlindungan Anak NTT Veronika Atta 

Laporan Reporter POS-KUPANG,COM, Christin Malehere

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Tindakan main hakim sendiri bukan solusi terbaik dalam menyelesaikan masalah. Terlebih dalam hubungan orangtua dan anak, tidak boleh ada tindakan kekerasan dalam bentuk apapun dalam menangani masalah.

Seperti kasus penganiayaan anak terhadap ayah kandung yang terjadi di Waibakul, Kabupaten Sumba Tengah, secara kasat mata, anak yang telah dewasa dan telah menikah harus menyadari tindakan dan konsekuensinya.

Baca juga: Gara-gara ATM, Anak Seret Tubuh Ayah di Lantai Toko HP, Menantu Ikut Mengumpat Mertua

Dalam arti, anak tersebut harus siap bertanggungjawab secara hukum atas tindakan penganiayaan terhadap ayahnya yang saat ini sementara menjalani perawatan medis di Rumah sakit di Kabupaten Sumba Timur.

Demikian tanggapan Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi NTT, Veronika Ata kepada POS-KUPANG.COM, Minggu 16 Januari 2022.

Baca juga: Korban Penganiayaan di SumbaTengah, Kini Jalani Perawatan di RSUD Waingapu, Sumba Timur

Atta mengatakan seorang anak wajib menghormati orangtua, tidak berbuat kasar terlebih sampai melakukan tindakan fisik terhadap orangtua.

Demikian pula orangtua harus memahami kebutuhan anak dan keluarganya, bukan seenaknya menghabiskan uang pensiun untuk kepentingan pribadi.

"Saya menilai dalam kasus ini, antara anak dan ayahnya kurang memiliki komunikasi yang baik dan tidak ada rasa pengertian antar ayah dan anak yang memicu kemarahan dari anak, hingga mengambil tindakan menganiaya ayahnya di muka umum," ungkap Atta.

Baca juga: Ayah yang Diseret Anaknya di Lantai Toko HP Belum Sadarkan Diri, Dirawat Intensif di Rumah Sakit

Belajar dari perkara tersebut, seharusnya pola komunikasi antara ayah dan anak harus mengutamakan saling pengertian.

"Setiap anak memiliki pemikiran sendiri, demikian pula orangtua juga mempunyai jalan pikirannya, sehingga keduanya harus saling memahami kebutuhan masing-masing, dan duduk bersama membicarakan masalah guna mendapatkan solusi terbaik berdasarkan kesepakatan bersama agar tidak terjadi perbuatan yang merugikan diri sendiri maupun orang lain," pintanya.

Baca juga: Kapolsek Katikutana Sumba Tengah: Pelaku Penganiayaan Ayah Kandung Sudah Diamankan

Baginya tindakan kekerasan dalam menyelesaikan masalah bukan cara terbaik melainkan dapat berujung pada perbuatan pidana.

Termasuk permasalahan uang pensiun, hal tersebut sangat sensitif bahkan seseorang dapat bertindak nekat apabila tidak mendapat keinginannya.

"Uang pensiun bagi para pensiunan ASN/abdi negara sebagai bekal untuk kelangsungan hidup pensiunan dan keluarganya, apabila dipakai untuk kepentingan pribadi dari ayahnya, maka amarah yang timbul di hati anak sebagai hal yang wajar, namun sebaiknya masalah itu dibicarakan dengan baik serta tidak sampai tindakan fisik yang melukai orang lain," terang Atta.

Sesuai ketentuan Norma Agama menegaskan setiap anak wajib menghormati orangtua.

Baca juga: Ayah yang Diseret Anak Dirawat Dokter Ahli Bedah RSUD Waingapu, Begini Kondisinya

Demikian juga Norma Hukum mengatur setiap orang dilarang melakukan tindakan kekerasan terhadap orang lain.

"Dalam hubungan antar sesama anggota keluarga, meski anak telah berusia dewasa serta telah menikah maka wajib menghargai dan menghormati saudara dan orangtuanya, demikian juga pola komunikasi antara orangtua dan anak harus tetap seimbang, tidak boleh egois dan mementingkan diri sendiri," pintanya.

Apabila dalam komunikasi antar sesama anggota keluarga tidak menemukan solusi, maka dapat menempuh cara terakhir melalui jalur hukum.

Pihaknya menyarankan agar setiap persoalan di dalam keluarga sebaiknya tidak menggunakan kata-kata kasar, serta tidak melakukan kekerasan fisik.

Baca juga: 10 Anggota Polres Sumba Barat Terlibat Penganiayaan Tahanan hingga Tewas

Dalam hal ini peran orangtua wajib menanamkan sikap menghormati dan menghargai sejak anak berusia dini, maka sikap tersebut menjadi budaya yang akan terbawa sampai anak itu beranjak dewasa.

Selain itu, perlu ada rasa cinta kasih dalam keluarga, baik antara orangtua ayah dan ibu, serta antar saudara kandung, dan jangan ada sikap diskriminasi kepada anak.

Apabila ada pihak luar yang ingin memecah belah situasi keluarga, seharusnya tidak perlu terpengaruh dengan selalu melakukan konfirmasi dan klarifikasi serta membangun kepercayaan antar sesama anggota keluarga.

"Komunikasi sangat penting dalam membentuk kekuatan keluarga, maka dapat menepis berbagai unsur negatif sehingga tercipta kehidupan keluarga yang harmonis," pungkasnya. (*)

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved