Pembunuhan Ibu dan Anak

20 Pernyataan Sikap Aksi Damai Aliansi Peduli Kemanusiaan, Mencari Keadilan untuk Astri dan Lael

Inilah 20 Pernyataan Sikap Aksi Damai Jilid IV Aliansi Peduli Kemanusiaan, Mencari Keadilan untuk Astri dan Lael

Penulis: Oby Lewanmeru | Editor: Kanis Jehola
POS-KUPANG.COM/OBY LEWANMERU
AKSI DAMAI - Koordinator Umum Aksi Damai, Christo Kolimo saat berorasi di depan Polda NTT, menuntut keadilan atas kasus pembunuhan Astri dan Lael, Senin 10 Januari 2022 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Oby Lewanmeru

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Astri ES. Manafe (30) dan anaknya, Lael Maccabee (1) ditemukan telah meninggal dunia di lokasi proyek penggalian pipa di Kali Dendeng, Kelurahan Penkase Oeleta, kecamatan Alak, Kota Kupang, NTT pada Sabtu, 30 Oktober 2021 lalu.

Penemuan dua jenazah ini sontak menarik perhatian publik tentang siapa pembunuhnya dan apa motif di balik pembunuhan ini.

Koordinator Umum Aksi Damai Jilid IV Aliansi Peduli Kemanusiaan, Christo Kolimo, Senin 10 Januari 2022 mengatakan, Aliansi Peduli Kemanusiaan telah melakukan aksi damai sebanyak tiga kali dan pada Senin 10 Januari 2022, aliansi kembali menggelar aksi damai Jilid IV.

Aksi damai ini dilakukan pada tiga titik, yakni Kantor Gubernur NTT, DPRD NTT dan Polda NTT.

"Sejak aksi pertama sampai aksi Jilid III, kami tidak ditemui oleh Kapolda NTT, karena itu saat ini aliansi kembali turun ke jalan untuk melakukan aksi damai, termasuk ke Polda NTT," kata Christo.

Baca juga: Kasus Pembunuhan Astri dan Lael, Lima Orang Saksi Kembali Diperiksa Penyidik Polda NTT

Sementara itu dalam pernyataan sikap aliansi yang dibacakan saat menggelar aksi damai, menyatakan bahwa, menurut informasi dari keluarga, kedua korban sudah hilang sejak tanggal 27 Agustus, artinya korban baru ditemukan 2 bulan kemudian.

Setelah ditemukan, pihak kepolisian kemudian turun tangan melakukan investigasi dan upaya untuk menangkap pelaku pembunuhan ini.

Bahkan, pada  tanggal 25 November, korban baru diserahkan pada keluarga untuk dikebumikan, namun belum ada tanda-tanda polisi akan menangkap pelaku.

Hingga akhirnya bermunculan banyak akun palsu di media sosial yang menyebut bahwa pelakunya ialah Randi Badjideh. 

Sementara itu pada tanggal 2 Desember 2021, Randi Bajideh menyerahkan diri ke polisi dan mengaku sebagai pelaku tunggal atas pembunuhan ini.

Baca juga: Halangi Kerja Wartawan di Lokasi Rekontruksi Pembunuhan Astri dan Lael , AKP Lorens Minta Maaf

Walaupun Randi mengaku sebagai pelaku tunggal, namun publik menaruh curiga atas pernyataan tersebut. Randi juga mengaku bahwa ia menyerahkan diri karena desakan warganet.

Tanggal 3 Desember, Randi resmi ditahan dengan ancaman pasal 338 KUHP. Masyarakat secara aktif bekerja sama mengawal kasus ini, baik melalui media maupun berdemonstrasi.

Masa aksi turun ke jalan pada tanggal 20 Desember, malam harinya, polisi mengubah pasal 338 ke pasal 340 tanpa penjelasan mengenai penyebab perubahan pasal, anehnya lagi, rekonstruksi baru akan dilakukan pada keesokkan harinya. 

Hingga akhirnya, pada tanggal 21 Desember 2021 Polda NTT melakukan gelar rekonstruksi atas kejadian pembunuhan tersebut dan terkesan tertutup sebab media dilarang meliput.

Dan pada 28 Desember 2021 pengiriman berkas perkara dari kepolisan telah dilimpahkan kepada Kejati NTT sesuai dengan nomor: B/2321/XII/2021/Ditreskrimum.

Bertolak dari pernyataan di atas maka Aliansi Peduli Kemanusiaan menyatakan sikap sebagai berikut:

1. Kasus pembunuhan terhadap ibu dan anak, Astri dan Lael merupakan sebuah tindakan kejahatan kemanusiaan luar biasa (extraordinary crime) yang sangat tidak beradab dan merendahkan martabat manusia, terutama perempuan dan anak.

2. Masyarakat menolak berkas penyidikan Polda NTT yang dilimpahkan ke Kejati NTT dan menuntut penyidikan ulang, Autopsi ulang, Ganti Penyidik Polda, dan Gelar Perkara Ilmiah dalam kasus ini. Meminta kepada Negara yaitu Presiden melalui Kapolri agar memberi atensi penuh dalam kasus ini.

3. Meminta Komnas HAM dan Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak untuk mendampingi keluarga mencari keadilan dalam kasus ini.

4. Mendesak Polda NTT segera menuntaskan kasus ini dengan menangkap, memeriksa, dan menyelidiki semua yang berpotensi terlibat dalam pembunuhan keji tersebut. 

5. Menagih janji Kapolda NTT yang disampaikan kepada keluarga korban, atas pernyataannya untuk mengungkap pelaku-pelaku pembunuhan Astri dan Lael dan akan mengenakan pasal berlapis-lapis kepada tersangka pembunuhan Astri dan Lael.

6. Menuntut para penyidik polda NTT agar bekerja secara transparan, professional, jujur, adil, dan tanpa diskriminasi.

7. Menuntut agar tidak boleh ada pihak yang melakukan intervensi dalam bentuk apapun dengan maksud mengaburkan dan bahkan menghilangkan kasus ini agar tidak ada lagi kejahatan kemanusiaan seperti ini. 

8. Meminta Penasihat Hukum tersangka  untuk fokus pada tugas pokok dan fungsinya sebagai penasihat hukum, yakni menjamin hak hukum pelaku saja dan tidak mencampuri hal hal yang tidak tergolong dalam tugas seorang penasihat hukum, apalagi menganggap ini sebagai kasus biasa seperti pernyataan Yance Mesakh dalam wawancara Bersama Pos Kupang pada tanggal 30 Desember 2021 lalu.

9. Mempertanyakan para penyidik yang terlalu terburu-buru menetapkan Randy Badjideh sebagai pelaku tunggal dan bahkan telah melimpahkan berkas ini ke Kejati.

10. Mempertanyakan kepada Kapolda NTT mengapa dalam pra-rekonstruksi dan rekonstruksi tidak melibatkan anggota keluarga korban.

11. Meminta Polda NTT untuk melakukan audiensi dengan tim independen untuk mendengar hasil investigasinya yang mestinya harus menjadi bahan untuk disandingkan dengan Kapolda dan Kapolri, bukan mempublikasikan ke media sosial sehingga menggiring opini masyarakat yang kemudian sangat membingungkan serta menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat pada kinerja Polda NTT.

12. Meminta Polda NTT dan Kejati NTT untuk melakukan ‘Pemisahan Berkas Perkara Pidana (Splitsing)’ pada kasus pembunuhan terhadap Astri dan Lael untuk menjamin terpenuhinya hak kedua korban.

13. Menuntut Gubernur NTT bersuara atas Kasus Astrid dan Lael. 

14. Meminta DPRD Provinsi Nusa Tenggara Timur untuk segera melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kapolda NTT, Kejati NTT, APH, Alianse (Perwakilan masyarakat), TPFI dan Keluarga Korban. 

15. Meminta DPRD mendesak Kejati dan Polda NTT untuk melakukan Gelar Perkara Ilmiah yang melibatkan pakar hukum pidana, ahli forensik, psikolog kriminal, kedokteran kriminal, pakar IT, tes lie ditector dan ahli bahasa sebagai saksi ahli untuk mendapatkan second opinion dalam pengawalan kasus ini.

16. Meminta Kejati NTT untuk secara serius dan penuh ketelitian dalam meneliti berkas-berkas perkara Astrit Manafe dan Lael Maccabe yang diserahkan pihak Polda NTT. 

17. Meminta adanya “Uji Layak Ilmiah” terhadap bukti forensik berupa ahli forensik dan kedokteran, uji layak penerapan pasal oleh ahli hukum pidana dan uji "kebohongan" terhadap pelaku melalui uji ahli psikologi/ psikiater sebagai " opini pembanding" atas kontroversi dan ketidaktransparan polisi dalam menerangkan anatomi kejahatan secara utuh kepada keluarga korban dan masyarakat yang dibingungkan oleh polisi yang mengabaikan hak untuk mendapat informasi untuk setiap step penerapan proses hukum. 

18. Menuntut Kapolda NTT mengganti Kabid Humas, Para Penyidik, lakukan penyelidikan ulang dan kerja transparan dalam penyelidikan. 

19.  Meminta DPR RI memanggil Kapolri untuk menindaklanjuti kasus ini agar Kapolri bisa mengambil sikap yang tepat dalam penanganan kasus ini.

20. Meminta Mabes Polri mengirim tim penyidik dari Mabes Polri ke Polda NTT untuk menangani sesuai janji Kabid Humas Mabes polri kepada Aliansi yang melakukan demonstrasi di Mabes Polri pada Selasa, 28 Desember 2021. (*)

Berita Lain Pembunuhan Ibu dan Anak

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved