Satgas Covid IDI Minta Kemendikbud Ristek Tinjau PTM Siswa 100 Persen

Masuknya Omicron yang dapat menular lebih cepat, seharusnya dapat menjadi pertimbangan pemerintah dalam mengambil kebijakan.

Editor: Alfons Nedabang
POS-KUPANG.COM/APOLONIA MATILDE DHIU
Siswa SDK Citra Bangsa Kupang menjalankan PTM dengan prokes ketat. 

POS-KUPANG.COM | JAKARTA - Satuan Tugas Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menilai Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri tentang Panduan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19 yang mengatur Pembelajaran Tatap Muka (PTM) dengan kapasitas siswa 100 persen kurang cocok diterapkan saat ini.

Situasi pandemi yang belum berakhir, ditambah dengan masuknya varian Corona B.1.1.529 atau Omicron yang dapat menular lebih cepat, seharusnya dapat menjadi pertimbangan pemerintah dalam mengambil kebijakan.

Ketua Satgas Covid-19 PB IDI Zubairi Djoerban mengatakan, jangan sampai keinginan pemerintah agar PTM diselenggarakan demi mengatasi learning loss justru berpotensi menimbulkan gelombang ketiga penularan Covid-19 yang tidak diharapkan oleh semua pihak.

Baca juga: Profil Ketua DPD Partai Demokrat NTT Leonardus Lelo, 14 Tahun Dosen Lalu Menjelma Jadi Politikus

SKB tersebut terbit pada 21 Desember 2021 atau lima hari setelah kasus pertama varian Omicron ditemukan di Tanah Air. Dengan demikian, menurut dia, SKB tersebut belum mengikuti perkembangan terbaru Covid-19.

"Jadi SKB 4 Menteri dibuat tertanggal 21 Desember, berarti bahannya sebelum tanggal itu sudah benar SKB-nya pada waktu itu. Tapi kalau diterapkan sekarang kurang cocok," kata Zubairi, Rabu 5 Januari 2022.

Ia menilai, semestinya kebijakan terkait PTM di sekolah dapat dibuat lebih dinamis. Dalam hal ini, kebijakan harus dibuat mengikuti situasi yang berkembang pada saat ini.

Di sisi lain, Zubairi mendorong agar Kemendikbud Ristek tetap membuka opsi pembelajaran jarak jauh atau secara daring serta melibatkan keputusan orang tua peserta didik.

Baca juga: Jaksa Temukan Indikasi Korupsi Proyek Rumah MBR di Kabupaten Kupang

"Menurut saya karena naik (kasus omicron), ya menurut saya jangan 100 persen, diberi opsi kembali 50 persen dan orangtua dapat pilihan untuk daring," ucap dia.

Diketahui, pemerintah tetap memutuskan melaksanakan PTM 100 persen kepada siswa dengan dalih situasi pandemi yang sudah mulai membaik dibandingkan beberapa bulan terakhir.

"Dalam beberapa bulan terakhir tahun 2021, sudah banyak progres kondisi pandemi (Covid-19) juga membaik, situasi PPKM juga menurun," kata Sekjen Kemendikbud Ristek Suharti dalam Webinar Penyesuaian Kebijakan Pelaksanaan Pembelajaran Tatap Muka Terbatas Tahun 2022, Senin 3 Januari 2022.

Menurut Suharti, pandemi telah memberikan dampak negatif bagi dunia pendidikan. Tak sedikit mahasiswa yang justru absen mengikuti kegiatan belajar daring. Di sisi lain, angka putus sekolah di tingkat sekolah dasar (SD) justru melonjak.

Baca juga: Ketua KNPI Lapor Ferdinand Hutahean ke Bareskrim Polri, Giliran Denny Siregar Pasang Badan, Ada Apa?

Senada dengan IDI, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) juga mendorong pemerintah menerapkan metode pembelajaran hybrid, yaitu 50 persen pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau online dan 50 persen PTM.

Menurut Ketua IDAI Piprim Basarah Yanuarso, tidak semua orangtua sepakat anak-anak mereka mengikuti PTM terbatas di masa pandemi.

Selain karena belum yakinnya orangtua dengan penerapan protokol kesehatan di sekolah, juga masih banyak anak yang belum divaksinasi. Piprim menyarankan agat tidak ada pemaksaan sekolah tatap muka terbatas jika orangtua tidak memberikan persetujuan.

"Jadi pihak sekolah tidak bijak nantinya kalau semua harus masuk (PTM). Yang bertanggung jawab itu orangtua maka harus dilibatkan juga keputusan orangtua dihargai," kata Piprim saat dihubungi.

Baca juga: Dandim 1622/Alor NTT Tinjau Lokasi Pasca Banjir di Pailelang

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved