Renungan Harian Kristen
Khotbah Akhir Tahun 2021: Tuhan Ada di Setiap Musim Kehidupan
Dan ini juga yang digumuli oleh penulis kitab Pengkhotbah ketika berbicara tentang segala sesuatu itu ada masanya.
Mengutip penafsir G.S. Hendry, dalam New Bible Commentary (1970, p. 578), mantan Wartawan Pencetus Rubrik Tapaleuk Harian Umum Pos Kupang ini, mengatakan bahwa kita mesti memiliki perspektif seperti yang dimiliki oleh penulis kitab pengkhotbah, dimana ia memiliki world-view bahwa di pusat kehidupan dan sejarah dunia adalah sang Pencipta dan bukan makhluk Ciptaan.
Dan inilah hikmat yang mesti dimiliki orang beriman yang membuatnya kuat. Dan permulaan dari hikmat itu adalah takut akan Tuhan (bandingkan Mazmur 111:10).
Kehidupan orang beriman harus diletakan di tangan Allah dan bukan ditangan manusia. Mengapa? Karena Allah mempunyai rencana bagi setiap orang di muka bumi.
Dari pada terjebak dengan perilaku jahat orang-orang di sekita kita lebih baik kita mempersembahkan diri kepada Allah sebagai persembahan kudus, membiarkan Roh Kudus melaksanakan rencana Allah bagi kita, dan berhati-hati agar kita tidak ke luar dari kehendak Allah, sehingga kehilangan waktu dan maksud yang ditetapkan-Nya bagi hidup kita. Jangan membiarkan waktu kita tersita dengan hal-hal sepele yang ditimbulkan oleh perilaku buruk orang lain.
Si penulis pengkhotbah seakan menyakini bahwa seluruh kehidupan, termasuk aktivitas manusia, adalah bagian dari sebuah siklus yang sudah ditentukan, bersama Tuhan segala sesuatu menjadi bermakna, sedangkan di luar Tuhan segala sesuatu menjadi sia-sia.
Oleh karena kematian membuat semuanya menjadi relatif. Orang bisa mengumpulkan harta berlimpah, tetapi kemudian ia mati dan hartanya tidak dapat dibawa serta dalam dunia orang mati. Inilah kesia-siaan hidup (Pengkhotbah (3: 2, 8; 19-21).
Pada akhirnya kematian membuat semua pengalaman relatif. Sekaya apapun seseorang dan mungkin punya tanah ribuan hektar, namun ketika ia mati ia hanya butuhkan 1 x 3 meter untuk tempat orang meletakan Peti Matinya. Kekayaan dan manfaatnya (5: 9-10; 6: 1-9) semuanya menjadi terasa sia-sia ketika kehidupan berakhir.
Orang yang menabur kebaikan akan memetik kebaikan, sebaliknya orang yang menabur kejahatan akan memetik hasil kejahatannya. Khusus aktual belakangan yang heboh di NTT dengan sosok Upaya Randy menghilangkan jejak pembunuhannya atas Astrid dan Lael selama beberapa minggu, menjadi sia-sia, karena akhirnya terungkap juga. Dan ia harus mempertanggungjawabkan kejahatannya. Rasul Paulus bilang, „Apa yang ditabur orang itulah juga yang akan dituainya“ (Gal 6:7).
Oleh karena itu kerjakanlah keselematan dan peliharalah iman percaya kepada Tuhan. Karena yang membuat tidak sia-sia hanyalah iman dan ketergantungan orang beriman kepada Tuhan.
Manusia selalu berada dalam dua dimensi yang saling bertentangan: kelahiran atau kematian, menanam atau mencabut, membunuh atau menyembuhkan, hidup atau mati, dan itu semua dialami dalam dimensi waktu yang berada dalam jangkauan dan campur tangan dan pengawasan Tuhan Allah.
Gagal atau berhasil bergantung kepada sikap iman kita kepada Allah. Orang yang dekat dengan Allah tidak takut menghadapi kesulitan dan tantangan hidup. Kesulitan dan tantangan itu ibarat angin, dan orang percaya seperti layang-layang dalam genggaman ikatan benang Allah.
Kesulitan harus dilawan dan bukan kita menyerah. Menurut Maxwell (p. 45) layang-layang membubung tinggi karena melawan angin, bukan karena ia mengikuti arah angin. Ketika kesulitan datang dan ibarat angin yang bertiup justru membuat kita seperti layang-layang makin melambung tinggi.
Dan Layang-layang tidak dapat terbang tanpa tegangan pengendali dari benang yang mengikatnya erat. Hal yang sama pun berlaku dalam hidup“. Jadi kalau kita mau terbang tinggi, ketika kesulitan dan tantangan datang, ikatkanlah tali benang kita erat-erat pada Tuhan Allah pengendali segala masa. Karena bersamaNya kita terbang tinggi, Amin“, demikian Pendeta GMIT dan Akademisi Pascasarjana Teologi UKAW ini menutup khotbahnya.