Renungan Harian Katolik
Renungan Harian Katolik Kamis 30 Desember 2021: Bersyukur
Mudah sekali bicara atau beri nasihat untuk bersyukur karena menerima sesuatu atau terpenuhinya harapan dari sesuatu yang diinginkan.
Tapi ternyata, tahun-tahun berlalu tanpa perasaan sedih dan harapannya tak tergoyahkan.
Kesedihan rupanya bisa menghidupkan harapan. Kesedihan dapat membuat orang menjadi lebih baik, lembut, dan simpatik. Kesedihan pun dapat memperkuat dan memperdalam iman.
Penginjil Lukas menulis tentang sang nabi perempuan itu. "Ia tak pernah meninggalkan Bait Allah dan siang malam beribadah dengan berpuasa dan berdoa ... mengucap syukur kepada Allah."
Ia menghabiskan waktunya dalam rumah Allah. Selain menjalankan tugas, ia pun tak pernah berhenti beribadah. Ia tak henti-hentinya berdoa. Ia selalu berhubungan dengan Tuhan, sumber kekuatan. Di dalam dan bersama Tuhan, kelemahannya dibalikkan menjadi kekuatan.
Lebih dari itu, ia bisa bertemu dengan sang bayi Yesus dan bersyukur kepada Allah dan berbicara tentang bayi Yesus kepada semua orang yang menantikan kelepasan untuk Yerusalem dari kekelaman.
Kenapa Hana bisa tetap bersyukur walau berada dalam kesedihan dan kenestapaan hidupnya?
Mander, penulis Amerika, Dalam salah satu bab bukunya "Four Arguments for the Eliminations of Televisions", menulis,
"Kita berkembang menjadi seperti gambar-gambar yang ada dalam pikiran kita. Kita menjadi seperti yang kita lihat. Dan di Amerika sekarang ini, yang kebanyakan dari kita melihat adalah begitu banyak televisi."
Semua kejadian, peristiwa, pengalaman yang kita alami, menciptakan gambar-gambar dalam pikiran kita, yang tak hanya memengaruhi apa yang kita pikirkan, tetapi juga bagaimana kita mengalami diri kita sendiri dan memiliki gambaran tentang Tuhan.
Dus, semuanya tergantung pada bagaimana orang berpikir tentang Tuhan. Bila orang memandang Dia sebagai tirani, maka orang akan menolak-Nya. Bila orang memandang-Nya sebagai yang jauh dan terlepas dari dirinya, maka akan putus harapan.
Tapi bila orang memandang-Nya sebagai Bapa, maka tetap ada harapan. Tahun-tahun berlalu tidak akan memadamkan pengharapan.
"Harapan melihat yang tak terlihat, merasakan yang tak berwujud, dan menerima segala yang tak mungkin" (Peribahasa China).
Dengan begitu, kita bisa memaknai bersyukur itu sebagai sebuah penggambaran.
Ketika kita bersyukur, kita menghadapkan diri ke hadirat Allah dengan pengalaman konkret yang kita alami. Dan kita menggambarkan Allah dengan berbagai cara: sebagai Bapa yang penuh kasih, ibu yang penuh perhatian, sahabat yang karib, penyembuh yang berbelas kasih, dan seterusnya.
Dengan bersyukur, kita bisa memusatkan perhatian dan pikiran kita kepada Tuhan. Itu akan membuat kita dapat berkata seperti St. Paulus, "Aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku" (Gal 2:20).