Berita Nasional
Presiden Jokowi Terima Ketua Umum PBNU 2021-2026, Yahya Cholil Staquf di Istana Bogor
Presiden Joko Widodo alias Jokowi menerima Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama 2021-2026, Yahya Cholil Staquf, di Istana Bogor Jawa Barat, Rabu.
Presiden Jokowi Terima Ketua Umum PBNU 2021-2026, Yahya Cholil Staquf di Istana Bogor
POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo alias Jokowi menerima Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Ketum PBNU) periode 2021-2026, Yahya Cholil Staquf, di Istana Bogor Jawa Barat, Rabu 29 Desember 2021.
Hal itu terlihat pada tayangan video Youtube Sekretariat Presiden, Rabu 29 Desember 2021.
Tampak Yahya Cholil Staquf disambut oleh pengawal Presiden lalu diarahkan masuk ke dalam ruangan Presiden Jokowi.
Di dalam ruangan, terlihat Presiden Jokowi duduk berdua dengan Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf.
Saat keluar dari ruangan, Yahya Cholil Staquf tampak turut didampingi Menteri Sekretaris Negara Pratikno.
Kepada media usai pertemuan tersebut, Yahya Cholil Staquf, yang baru saja terpilih pada Muktamar ke-34 NU di Lampung, menyampaikan isi pembicaraannya dengan Presiden Jokowi di Istana Bogor.
“Saya melaporkan hasil muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama kemarin, bahwa saya terpilih sebagai Ketua Umum untuk PBNU periode 2021-2026, sedangkan Kiai Miftachul Akhyar ditetapkan sebagai Rais Aam,” kata Yahya Cholil Staquf dalam keterangannya di Istana Bogor, Jawa Barat, Rabu 29 Desember 2021.

Pekan lalu, Yahya Cholil Staquf terpilih menakhodai Pengurus Besar NU periode 2021-2026 melalui Muktamar ke-34 NU di Lampung. Kiai Miftachul Akhyar ditetapkan sebagai Rais Aam.
Yahya Cholil Staquf menuturkan dirinya juga melaporkan kepada Presiden Jokowi mengenai sejumlah agenda yang disepakati dalam Muktamar ke-34 NU.
“Kemudian saya melaporkan juga hasil-hasil yang disepakati dalam Muktamar mengenai program-program, agenda-agenda, yang tentunya nanti akan sangat terkait dengan prospek kerjasama-kerjasama termasuk dengan pemerintah,” ucapnya.
Dalam pertemuan tersebut, Yahya berharap bisa menyempurnakan konsolidasi organisasi sehingga Nahdlatul Ulama bisa betul-betul menjadi agen transformasi.
Menurut Gus Yahya, Pemerintah dan Nahdlatul Ulama mempunyai tanggung jawab yang sama untuk merawat, menjaga, dan membangun bangsa Indonesia.
“Antara Nahdlatul Ulama dan pemerintah ini harus terus-menerus dalam kerja sama yang erat untuk melaksanakan tanggung jawab itu,” imbuhnya.
“Ketika kita memiliki agenda-agenda nasional untuk menggerakkan masyarakat secara luas, maka Nahdlatul Ulama ini harus bisa sungguh-sungguh efektif dalam menjalankan peran bentuk partisipasi masyarakat tersebut, termasuk di dalam ikut membantu menyukseskan apa yang diakibatkan oleh pemerintah,” ujarnya.
Pada Muktamar ke-34 NU Presiden Joko Widodo berharap agar santri-santri Nahdlatul Ulama bisa menjadi kekuatan lokomotif perubahan yang menyejahterakan masyarakat.
“Pemerataan memang bukan sebuah hal yang gampang untuk dilakukan, tetapi saya melihat bahwa kekuatan di NU sekarang, anak muda yang pinter-pinter, santri-santrinya yang pinter-pinter yang keluaran banyak dari universitas yang besar dari seluruh negara yang ada di dunia ini,” ucap Jokowi.
“Apabila ini bisa dirajut dalam sebuah kekuatan lokomotif, Saya meyakini ini bisa menarik gerbong-gerbong yang ada di bawah untuk bersama-sama dalam rangka menyejahterakan kita semuanya,” tambahnya.
Tidak hanya dukungan, Presiden Jokowi dalam kesempatan tersebut secara terbuka juga menawarkan kepada santri-santri sebuah wadah seperti halnya PT atau kelompok usaha.
“Pemerintah, saya menyiapkan, kalau siap, saya menyiapkan konsesi, baik itu yang konsesi terserah mau dipakai untuk lahan pertanian silakan, saya juga ingin menyiapkan konsesi Minerba, yang pengen bergerak di usaha-usaha nikel misalnya, usaha-usaha batubara, usaha-usaha boksit, usaha-usaha tembaga silakan,” ujar Jokowi.
Jabatan rangkap untuk Miftachul Akhyar
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas memohon kepada PBNU agar Rais Aam PBNU terpilih, KH Miftachul Akhyar, tetap bisa menjadi ketua MUI.
Hal ini terkait rangkap jabatan KH Miftachul Achyar sebagai pimpinan ulama di NU, sekaligus Ketua Umum MUI. Padahal, keputusan komite pemilihan Rais Aam di NU sempat melarang rangkap jabatan.
"MUI meminta dan memohon dengan sangat kepada NU agar memperkenankan bapak KH Miftachul Akhyar supaya tetap bisa merangkap dan melaksanakan tugasnya menjadi ketua umum MUI," ujar Anwar Abbas seperti dikutip KOMPASTV dari Antara, Senin 27 Desember 2021.
Anwar Abbas mengatakan sosok Kiai Miftach masih dibutuhkan dalam organisasi MUI demi menyelesaikan visi dan misi yang telah dibangun selama ini.
"Karena sosok beliau terus terang sangat-sangat dibutuhkan oleh MUI sehingga dengan demikian diharapkan apa yang menjadi tugas dan misi serta tujuan dari MUI dapat terlaksana dengan baik," kata Anwar.
Bagi Anwar Abbas, MUI butuh KH Miftachul Akhyar mengingat sosok ulama itu bisa jadi perekat umat.
"Untuk itu MUI sangat memerlukan sosok seorang ketua umum yang mumpuni yang mampu merekat dan memperkuat persatuan serta kesatuan di kalangan umat dan warga bangsa," kata dia.
Dalam gelaran Muktamar NU di Lampung, KH Miftachul Akhyar terpilih oleh komite Ahwa di Lampung.
Dalam penetapan sebagai Rais Aam itu, Miftachul diminta agar tidak rangkap jabatan dan fokus terhadap pengembangan PBNU.
Padahal, pada tahun 2020 dalam forum Munas MUI, Kiai Miftah, begitu sapaan KH Miftachul Akhyar, terpilih jadi Ketua MUI periode 2020-2025.
KH Zainal Abidin, anggota Ahlul Halli Wal Aqdi (AHWA) dalam pidato penunjukkan Rais Aam PBNU di Lampung, Jumat dinihari, mengatakan bahwa waktu ditunjuk Kiai Miftach mengaku akan taat terhadap keputusan AHWA.
Keputusan itu, untuk tidak rangkap jabatan dan fokus pada pengurusan PBNU.
"Ada anggota AHWA berpendapat, kalau ingin menjadi Rais Aam NU diharapkan untuk tidak rangkap jabatan di organisasi yang lain. Ada pandangan seperti itu, dan disetujui dan Rais Aam diminta fokus dalam pembinaan NU ke depan. Kiai Miftach mengatakan sami'na wa atha'na," ujar Zainal.*
Sumber: kompas.tv/presidenri.go.id/
Berita Nasional lainnya