Santriwati Korban HW Kembali Trauma, Tak Masuk Sekolah Takut Identitasnya Terungkap
Korban yang sudah tenang dan mau sekolah kini sedih lagi dan enggan sekolah takut diketahui identitasnya," ujar Lies, Selasa (14/12/2021), dikutip dar
"Ada etika dalam hukum acara kejahatan kesusilaan. Satu di antaranya memang tidak diekspos. Bahkan untuk beberapa kasus, pelakunya pun tidak diekspos," katanya.
"Karena pada saat ia dihadapkan di pengadilan, saksi itu juga kan harus datang. Untuk menjadi saksi dalam kasus ini kan tidak mudah karena harus melihat pelakunya," lanjutnya.
Hal itu akan berdampak pada proses persidangan yang akan dijalani oleh pelaku.
Baca juga: Diduga Ada Kasus Pelecehan Seksual di KPI, Korban dan Pelaku Sesama Pria, Ini Kronologinya
Korban, harus dibuat senyaman mungkin agar bisa memberikan kesaksian dengan baik.
"Makanya kami mengerti kalau diam-diam dulu, supaya proses-proses yang dijalankan oleh hakim dan pengadilan berjalan lancar dan saksinya mau bicara tanpa gangguan. Kalau sudah diputus, silakan," ujarnya.
Bahkan sejak korban melapor kepada polisi, perlindungan kepada korban adalah prioritas yang harus dikedepankan.
Itu, juga akan melibatkan banyak pihak baik dari pemerintah maupun dari kepolisian.
"Kalau prespektif kesusilaan, melihat korban, maka kewajiban negara, kewajiban pemerintah, kewajiban penegak hukum, adalah melindungi korban. Itu harus dijalankan. Makanya pihak pemerintah dan penegak hukum itu memastikan bahwa korban mendapat perlindungan dan hak-haknya," ujar Asep.
Baca juga: Diduga Ada Kasus Pelecehan Seksual di KPI, Korban dan Pelaku Sesama Pria, Ini Kronologinya
Dirinya juga mengaku sudah mengikuti kasus ini dan berdiskusi dengan pihak-pihak terkait.
Mereka paham betul apa yang dilakukannya adalah untuk melindungi korban dan tidak ada niatan untuk menutup-nutupi perbuatan jahat seperti dituduhkan sejumlah pihak di media sosial.
Mengekspos kasus ini, bahkan dianggap bisa berpengaruh terhadap pemulihan psikis korban.
Seperti diketahui, korban telah dieksplositasi bertahun-tahun oleh pelaku.
12 anak menjadi korban rudapaksa bahkan ada yang anaknya sudah hampir dua tahun saat kasus ini diketahui.
Mereka, juga dijadikan alat untuk donasi, dan menjadi kuli bangunan saat pembangunan pondok pesantren itu.
"Saya mengobrol dengan teman-teman di Garut dengan dinas-dinas yang menangani perlindungan anak. Mereka sebetulnya bukan menutupi perbuatan jahat."