Berita Internasional

Jokowi Pidato di KTT Perubahan Iklim, Optimistis Indonesia Capai Net Carbon Sink pada 2030

Jokowi menyampaikan bahwa solidaritas, kemitraan, kerja sama, kolaborasi global merupakan kunci menghadapi perubahan iklim yang menjadi ancaman besar

Editor: Agustinus Sape
Instagram Jokowi
Presiden Jokowi bersama PM Inggris Boris Johnson dan Sekjen PBB Antonio Guterres di arena KTT COP26 yang dilaksanakan di Scottish Event Campus, Senin 1 November 2021 pukul 11.32 waktu Glasgow, Skotlandia. 

Jokowi Pidato di KTT Perubahan Iklim, Optimistis Indonesia Capai Net Carbon Sink pada 2030

POS-KUPANG.COM - Presiden RI Joko Widodo alias Jokowi hadir dan berbicara di KTT Pemimpin Dunia tentang Perubahan Iklim atau COP26, yang dibuka Senin 1 November 2021 di Scottish Event Campus, Glasgow, Skotlandia.

Pada kesempatan itu Jokowi menyampaikan bahwa solidaritas, kemitraan, kerja sama, kolaborasi global merupakan kunci menghadapi perubahan iklim yang menjadi ancaman besar bagi kemakmuran dan pembangunan global.

Dalam hal itu, Indonesia dengan potensi alam yang begitu besar, akan terus berkontribusi dalam penanganan perubahan iklim.

Laju deforestasi di Indonesia terendah dalam 20 tahun terakhir. Kebakaran hutan turun 82 persen pada 2020.

Indonesia juga telah memulai rehabilitasi hutan mangrove seluas 600.000 hektare sampai 2024, dan juga telah merehabilitasi 3 juta lahan kritis antara 2010-2019.

Sektor yang semula menyumbang 60 persen emisi Indonesia, akan mencapai carbon net sink selambatnya tahun 2030.

Di sektor energi, Indonesia terus melangkah maju dengan pengembangan ekosistem mobil listrik dan pembangunan pembangkit tenaga surya.

Indonesia juga memanfaatkan energi baru terbarukan, termasuk biofuel, serta pengembangan industri berbasis energi bersih, termasuk pembangunan kawasan industri hijau terbesar di dunia di Kalimantan Utara, dan berbagai upaya lain.

Tetapi, menurut Jokowi, hal itu tidak cukup. Indonesia dengan lahan luas yang hijau, laut yang luas, potensial menyumbang karbon, membutuhkan dukungan dan kontribusi dari negara-negara maju.

"Di hadapan forum KTT, saya mengajukan pertanyaan: seberapa besar kontribusi negara maju untuk kami? Transfer teknologi apa yang bisa diberikan? Program apa yang didukung untuk pencapaian target SDGs yang terhambat akibat pandemi?" kata Jokowi.

Jokowi menegaskan bahwa Indonesia benar-benar serius dalam hal penanganan isu perubahan iklim dunia.

Bahkan Jokowi meyakini Indonesia akan menjadi negara yang mampu memberikan solusi terkait masalah iklim ini.

Indonesia, kata Jokowi, akan dapat mencapai Net Carbon Sink pada tahun 2030 mendatang.

Hal tersebut disampaikan oleh Jokowi dalam World Leaders Summit on Forest and Land Use yang digelar di Scotish Event Campus, Glasgow, Skotlandia, Selasa (2/11/2021).

"Pada KTT kemarin, saya menyampaikan bahwa sektor kehutanan dan lahan di Indonesia akan mencapai Net Carbon Sink pada tahun 2030. Ini adalah komitmen Indonesia untuk menjadi bagian dari solusi," kata orang nomor satu di Indonesia itu.

Menurut Jokowi, capaian nyata Indonesia di sektor kehutanan tidak terbantahkan.

Ini terlihat ketika tahun 2020, tingkat kebakaran hutan di Indonesia berhasil diminimalisir hingga 82 persen.

Sementara sebelumnya, pada tahun 2019, penurunan emisi dari hutan dan tata guna lahan juga dapat ditekan hingga 49 persen bila dibandingkan dengan tahun 2015.

Deforestasi hutan di Indonesia, kata Jokowi, juga mencapai mencapai tingkat terendah dalam 20 tahun terakhir.

Padahal, di dunia pada saat itu kehilangan 12 persen lebih banyak hutan primer dan banyak negara justru mengalami kebakaran hutan dan lahan terbesar sepanjang sejarah.

"Keberhasilan ini dicapai karena Indonesia menempatkan aksi iklim dalam konteks pembangunan yang berkelanjutan. Dan kebijakan pengelolaan hutan berkelanjutan harus memadukan pertimbangan lingkungan dengan ekonomi dan sosial."

"Kemitraan dengan masyarakat juga diutamakan. Program perhutanan sosial dibuat ada konservasi hutan disertai terciptanya penghidupan bagi masyarakat sekitar," jelas Jokowi.

Menurut Jokowi, hal ini penting, mengingat 34 persen dari seluruh desa di Indonesia berada di perbatasan atau di dalam hutan kawasan.

Jutaan masyarakat Indonesia menggantungkan hidupnya dari sektor kehutanan.

Oleh karenanya, Jokowi membagikan perspektif 'menjadikan hutan bagian dari aksi iklim global'.

"Pertama perhatian harus mencakup seluruh jenis ekosistem hutan. Tidak hanya hutan tropis, tapi juga hutan iklim sedang dan boreal," jelas Jokowi.

Hal ini karena kebakaran hutan bisa berdampak pada emisi gas rumah kaca dan keanekaragaman hayati apapun jenis ekosistemnya.

Terkait pengelolaan hutan, Indonesia juga telah mengubah paradigma dari manajemen produksi hutan menjadi manajemen lanscape hutan sehingga pengelolaan areal hutan menjadi lebih menyeluruh.

"Selain itu melakukan restorasi ekosistem mangrove hutan mangrove yang berperan dalam menyerap dan menyimpan karbon," tambah Jokowi.

Untuk diketahui, Indonesia saat ini memiliki lebih dari 20 persen total mangrove dunia atau setara dengan luas 3,3 juta hektar.

Hutan mangrove di Indonesia ini, kata Jokowi, bahkan terbesar di dunia.

"Kedua mekanisme insentif harus diberikan pengelolaan hutan secara berkelanjutan," kata Jokowi.

Menurut Jokowi, sertifikasi dan standar produksi harus disertai market insentif dan harus didasarkan pada parameter yang diakui secara multilateral.

Sehingga, akan berfungsi dalam mendorong pengelolaan hutan yang berkelanjutan.

Bukan malah menjadi hambatan dalam perdagangan.

"Sertifikasi dan standar produksi harus didasarkan pada parameter yang diakui secara multilateral dan tidak dipaksakan secara unilateral dan berubah-ubah. Sertifikasi harus berkeadilan sehingga berdampak pada kesejahteraan utamanya para petani kecil."

Ini dilakukan agar pengelolaan hutan sejalan dengan pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat.

"Ketiga, mobilisasi dukungan pendanaan dan teknologi bagi negara berkembang. Komitmen harus dilakukan melalui aksi nyata," jelas Jokowi.

Jokowi meminta adanya implementasi yang nyata dan bukan retorika.

Dalam pemberian bantuan, bukan berarti dapat mendikte apalagi melanggar kedaulatan suatu negara atas wilayahnya.

Menurutnya, dukungan harus county driver didasarkan pada kebutuhan riil negara berkembang pemilik hutan.

Pada kesempatan tersebut, Jokowi juga menegaskan bahwa walaupun tanpa dukungan, Indonesia saat ini telah dan akan terus melakukan pengelolaan hutan.

"Dengan atau tanpa dukungan, kami akan terus melangkah maju, kami kembangkan sumber-sumber pendanaan inovatif diantaranya pendirian badan pengelolaan lingkungan hidup, penerbitan green bond dan sukuk hijau (green sukuk) serta mengembangkan mekanisme nilai ekonomi karbon sebagai insentif bagi pihak swasta dalam mencapai penurunan emisi," tegas Jokowi.

Jika melihat data, 90 persen penduduk dunia yang hidup dalam kemiskinan ekstrem bergantung pada hutan.

Sehingga, pengelolaan hutan dalam kerangka pembangunan berkelanjutan jadi satu-satunya pilihan.

Untuk itu, kata Jokowi, Indonesia siap berbagi pengalaman dan pengetahuan dalam hal ini.

"Mari kita kelola hutan yang pro environment (lingkungan), pro development (perkembangan) dan people center. ini adalah tujuan utama dari forest agriculture and comoditi trade dialog yang di ketuai bersama Indonesia dan Inggris. Sehingga (kedepan) hutan akan menjadi solusi berkelanjutan bagi aksi iklim global," jelas Jokowi. *

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Isu Perubahan Iklim Dunia, Jokowi Optimistis Indonesia Capai Net Carbon Sink pada 2030

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved