Berita Sikka

Aksi Demo di Maumere Sikka Tuntutan Penyelesaian Kasus Orang di THM

Aksi demonstrasi 'Goyang' Kota Maumere, Kabupaten Sikka menuntut penyelesaian kasus dugaan perdagangan anak di empat tempat hiburan malam (THM)

Penulis: Aris Ninu | Editor: Kanis Jehola
POS-KUPANG.COM/ARIS NINU
Demo penuntasan kasus perdagangan orang di Polres Sikka, Selasa, 2 November 2021 pagi. 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Aris Ninu

POS-KUPANG.COM, MAUMERE-Aksi demonstrasi 'Goyang' Kota Maumere, Kabupaten Sikka menuntut penyelesaian kasus dugaan perdagangan anak di empat tempat hiburan malam (THM) yang ditangani Ditkrimsus Polda NTT, Selasa, 2 November 2021 pagi dan siang.

Aksi demo dari Lembaga Advokasi dan Pendidikan Kritis (Ba’Pikir) Maumere menyampaikan apresiasi, kekecewaan dan beberapa catatan kritis untuk Penyidik dari Polda NTT dan Penyidik dari Polres Sikka.

Dalam tuntutan dan orasi di Polres Sikka massa memberikan apresiasi dan tuntutan kepada aparat polisi antara lain apresiasi atas upaya tim Subdit IV Renakta Ditreskrimum Polda NTT yang dipimpin oleh AKP. Ricky Dally, S.H yang telah membongkar dugaan praktek eksploitasi anak dan Tindak Pidana Perdagangan Orang terhadap 17 anak di bawah umur pada 4 PUB di Kota Maumere pada Senin 4 Juni 2021 yang lalu.

Apresiasi dan terima kasih kepada Penyidik Polda NTT dan Penyidik Polres Sikka yang telah menasehati dan mengingatkan  Para Pastor, Suster, aktivis senior di Kabupaten Sikka ini, agar  tidak berburuk sangka, Under Estimate dan mencurigai kerja-kerja kepolisian dalam penanganan kasus ini.

Baca juga: Di Sikka NTT, Belasan Anak Dibawah Umur Ditemukan Bekerja di Tempat Hiburan Malam

Selanjutnya, Pihak Polda NTT melalui Kompol Moh. Mokshon Kasubdit Renakta Ditreskrimum Polda NTT menyampaikan nasihat ini pada Minggu 4 Juli 2021 di hadapan Koordinator dan Staf TRUK-F dan aktivis lainnya serta Kasat Reskrim Polres Sikka menyampaikan lagi hal yang sama pada Jumat, 24 Juli 2021 ketika kami (TRUK-F dan Aktivis HAM) menemuinya untuk menanyakan tertentang perkembangan penanganan Kasus dugaan TPPO dan Kaburnya 4 anak saksi korban dari Shelter St. Monica  TRUK-F.

"Ini pengalaman yang langkah dan istimewa bagi kami, karena dua kali mendapat nasihat dan peringatan yang sama dari polisi. Bagi kami hal ini mengandung dua kemungkinan maksud yakni, pertama, kami memang dianggap tidak mampu mengakses informasi untuk mengetahui tugas-tugas polisi sehingga perlu diajarkan lagi atau kedua, kami justru dianggap mengetahui banyak informasi dari berbagai pengalaman peristiwa dari berbagai tempat bahwa polisi sering meyelewengkan tugas-tugasnya untuk kepentingan non hukum dan bernuansa transaksional, sehingga harus diingatkan bahwa kali ini dalam kasus ini polisi tidak akan melakukan semua itu," ujar perwakilan aksi di Mapolres Sikka saat diterima Kapolres Sikka, AKBP Sajimin dan jajarannya.

Dalam tuntutan, peserta demo memaparkan, kalau dalam perkembangan penanganan kasus ini pihaknya prihatin dan kecewa atas  tiga  hal substansial yang berhubungan obyektifitas dan profesionalisme polisi yakni lemahnya penerapan standart perlindungan saksi dan korban.

Kami prihatin dan kecewa atas hilang atau kaburnya 4 anak saksi korban (saksi kunci) dari Shelter St. Monica TRUK-F Maumere yang hingga saat ini belum ditemukan,  secara obyektif dan professional dalam hal ini polisi alpa menerapakan standat pengamanan yang terukur sehingga para saksi korban itu bisa dengan mudah lari atau dilarikan dari tempat penitipan tersebut.

Baca juga: Dr JB Dampingi 2 Tempat Hiburan Malam di Maumere Biar Tidak Ada Perbuatan Pidana

Bahkan terbukti ada alat bantu berupa tangga di balik tembok untuk memudahkan pelarian mereka. Selanjutnya dalam upaya penegakan hukumnya, polisi seolah-olah kehilangan daya juang sebagai patriot bangsa untuk membongkar kasus ini.

Polisi tampak tidak berdaya, hilang kecerdasan, hilang kepekaannya sebagai pelindung dan pengayom masyarakat sebagiamana diatur dalam pasal 13 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian.

Polisi tidak mampu mengidentifikasi keberadaan saksi dan tidak mampu menemukan siapa pelaku yang membentu pelarian para saksi tersebut.

"Penetapan tersangka yang diskriminatif. Menurut kami proses hukum terhadap 4 pemilik PUB sebagai terduga pelaku eksploitasi anak dan/atau TPPO tersebut tampak diskriminatif.  Karena hingga saat ini baru satu orang pemilik PUB Bintang dan Sasari atas nama  JEVW alias RINO yang ditetapkan sebagai tersangka, sementara Pemilik PUB Triple 9 dan Libra masih berlenggan bebas. Padahal masing-masing mereka melakukan tindakan yang sama dan dirazia pada waktu yang sama," ujar peserta demo dalam tuntutannya.  

Dalam tuntutannya, lagi-lagi polisi dinilai telah bertindak tidak obyektif dan professional dan mengakibatkan terjadinya diskriminasi dalam penegakan hukum.

"Peserta juga mempersoalkan kembali beroperasi 4 PUB yang bermasalah."Saat ini 4 PUB yang terkait dengan kasus ini sudah beroperasi lagi, pada hal kasus ini belum sungguh-sungguh beres ditangani. Ini tamparan keras bagi upaya-upaya perlindungan, pemenuhan dan penghormatan hak-hak asasi manusia. Negara secara kasat mata tampak tidak sesitif terhadap upaya-upaya perlindungan korban dan mengabaikan penanganan hukum dibandingkan dengan suportnya terhadap bisnis ini.Menurut kami, alasan Polda bahwa awal penutupa PUB-PUB ini karena situasi Covid berada pada level empat adalah mengada-ada. Masa sih Level PPKM Covid meningkat ke level 4 persis pada beberapa hari setelah kasus ini terjadi. Ini gaya ngeles ala apparat untuk membenarkan tindakannya di lapangan," ujar peserta aksi melalui tuntutannya.

Sumber: Pos Kupang
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved