Berita Lembata

Ironi Pendidikan di Lembata, Siswa Cari Sinyal di Tepi Gunung Aktif Demi Ujian

Ironi Pendidikan di Lembata, Siswa Cari Sinyal di Tepi Gunung Api Aktif Demi Ujian

Editor: Kanis Jehola
Dok. Warga untuk POS-KUPANG.COM
Siswa sedang mengikuti ujian 

Laporan reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Sebuah ironi pendidikan bagi pendidikan di Kecamatan Ile Ape Timur, Kabupaten Lembata. Betapa tidak, siswa yang seharusnya menerima belajar dengan riang, harus berjibaku meraih masa depan dengan bertaruh nyawa. Adalah siswa SMPN 3 SATAP Hamahena, Ile Ape Timur, Lembata.

Setelah banjir menghantam sekolah yang ditempati, kini para siswa harus kembali mengadu nasib menyusuri lereng gunung Ile Lewotolok untuk mencari sinyal internet guna mengikuti aktifitas ujian.

Sebanyak 18 siswa dari sekolah itu, didampingi para guru melakukan ujian ditepi lereng gunung Ile Lewotolok yang sampai saat ini masih berstatus level tiga siaga.

Bahaya mengintai para siswa. Dentuman gunung aktif ini terus bergemuruh sepanjang ujian itu berlangsung. Tentu ini akan mengganggu konsentrasi siswa.

Baca juga: 7 Desa di Kecamatan Io Kufeu Cari Sinyal di atas Pohon

Disaat siswa dan daerah lain dipenuhi berbagai fasilitas penunjang, daerah ini justru masih jauh dari akses, terutama dalam era digitalisasi yang selalu digaungkan pemerintah.

"Saya dan teman-teman harus mendaki dari bawah ke atas, jalan dari bawah capeh sekali untuk sampai ketempat yang ada internet, intinya kami bisa ikut ujian," kata Agustina Monika Dai, siswi kelas 9 SMP Satap Hamahena, Selasa 19 Oktober 202 lalu.

Monika menceritakan, dari dulu beberapa desa di Kecamatan Ile Ape Timur termasuk beberapa sekolah hidup tanpa ada jaringan internet.

Sehingga kata Monika, mereka selalu terlambat mendapat informasi termasuk pelaksanaan ujian layaknya sekolah yang ada daerah lain.

Selain itu, siswi asal Desa Lamagute ini pun mengeluhkan pelaksanaan ujian yang dilakukan secara daring. Baginya, ujian daring membuat mereka kewalahan.

Selain ketiadaan jaringan internet, dia pun menuturkan bahwa sebagian besar teman-temannya tidak memiliki handphone android, termasuk uang untuk membeli pulsa data.

Baca juga: Direktur UT Kupang Drs Yos Sudarso MPd Kagum Kegigihan Mahasiswa Belajar di Atas Pohon Cari Sinyal

"Bapa mama petani semua, kadang kami harus harus pinjam hp dari keluarga untuk pake," ujarnya.

Siswi asal Desa Lamagute ini juga jelas merindukan adanya akses jaringan internet yang memadai serta sarana pendukung lainnya.

Bagi Monika dan teman-temannya konektifitas jaringan internet merupakan kebutuhan vital dimasa sekarang, karena semua hal menggunakan IT.

Terhadap ancaman bahaya gunung Ile Api Ile Lewotolok, Monika sebutkan bahwa mereka selalu berhati hati karena ada guru yang setia mendampingi mereka selama ujian.

Walau demikian terkadang membuat mereka takut, dan tak banyak diantara mereka nyaris lari dari tempat ujian.

"Kami ujian di kubur situ, kebetulan disana ada jaringan internet, tapi sama saja om, gunung bunyi terus ini, takut saja ada apa-apa maka bahaya," paparnya.

Emanuel Begu, staf pengajar di SMP Satap Hamahena pun mengakui hal tersebut. Menurut dia, kondisi ini selalu berulang tahun sejak adanya model pembelajaran baru yakni secara daring.

Baginya, kesulitan terbesar yang dialami adalah ketersediaan jaringan internet, disamping fasilitas pendukung seperti handphone dan laptop.

Emanuel Begu, staf pengajar di SMP Satap Hamahena pun mengakui hal tersebut. Menurut dia, kondisi ini selalu berulang tahun sejak adanya model pembelajaran baru yakni secara daring.

Baginya, kesulitan terbesar yang dialami adalah ketersediaan jaringan internet, disamping fasilitas pendukung seperti handphone dan laptop.

"Untuk anak-anak di desa Lamagute kami harus keluar masuk hutan dan naik turun bukit untuk mencari jaringan di atas ketinggian kampung mereka. Itu mulai dari pelaksanaan Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK) hingga Penilaian Tengah Semester (PTS)," terang Emanuel Begu.

Sementara itu, Kepala Sekolah SMP Satap Hamahena, Yustinus Mado mengatakan, pihaknya tetap memberikan pelayanan optimal kepada peserta didik, walau dalam keterbatasan.

Kepsek Mado mengisahkan, sudah bertahun tahun sekolah mereka melaksanakan ujian tanpa internet. Bahkan mereka sempat memboyong para siswa ke Kota Lewoleba hanya untuk mendapatkan akses internet yang baik.

"Total yang ikut PTS ada 84 orang. Sebagian besar lokasinya terpisah dan jauh dari ancaman erupsi gunung, tapi ada 18 siswa dari desa Lamagute ikut ujian persis di lereng gunung," terang Yustinus Mado.

"Selain internet banyak anak tidak punya HP dan kesulitan pulsa data. Guru-guru dan siswa yang punya pulsa data bisa melakukan hotspot bagi siswa lain yang tidak punya pulsa data," sebutnya.

Dia pun mengakui bahwa ada potensi bahaya ketika anak didiknya ujian di daerah yang mana masuk dalam zona merah bencana Badai Seroja dan Erupsi Gunung Api Ile Lewotolok.

Ihwal itu, selaku Kepala Sekolah, dia selalu menugaskan tiga orang staf pengajar untuk rutin mendampingi siswa selama ujian berlangsung.

"Ujian dari tanggal 18-23 Oktober 2021, para guru selalu perhatikan anak-anak apalagi daerah itu masuk zone bencana Seroja dan Erupsi Gunung Api," kata Emanuel Begu.

Kepsek SMPN Satap Hamahena di Kecamatan Ile Ape Timur Kabupaten Lembata ini pun mendambakan adanya sentuhan jaringan internet di tempat ia mengajar. Baginya ini hal penting untuk mendukung capaian pendidikan yang baik.

"Jangankan Internet, sinyal Telkomsel saja disini tidak ada, kami harus mendaki jauh atau ke Lewoleba baru bisa komunikasi," imbuhnya. (*)

Baca Berita Lembata Lainnya

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved