Renungan Harian Katolik
Renungan Harian Katolik Sabtu 9 Oktober 2021: Bahagia itu Sederhana
Ada yang bahagia kalau membeli barang mewah seperti kulkas sekadar pajangan di kampung yang listrik lebih sering mati.
Yang dimaksud memelihara di sini tentu saja bukan sekadar menyimpan di dalam hati, tetapi juga melaksanakannya dengan tekun.
Baca juga: Renungan Harian Katolik Kamis 7 Oktober 2021: Jangan Takut Hai Maria
Orang yang hidup dalam alam pikiran Yesus ini akan menjadi “Seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil” (Mzm. 1:1-3).
Apa solusi bagi kita agar bisa hidup bahagia di tengah kenyataan dunia ini?
Milikilah kesadaran bahwa semua hal di dunia ini selalu berubah. Termasuk hati dan pikiran. Tidak ada yang abadi.
Jika kita memiliki kesadaran ini, maka kita akan tahu bahwa sesungguhnya segala sesuatu yang kita anggap bisa memberikan kebahagiaan, ternyata tidaklah nyata.
Kesadaran berarti mampu mengubah pikiran-pikiran kita tentang penderitaan dan kebahagiaan.
Psikolog Toni Bernhard mengatakan, duka atau penderitaan muncul karena kita selalu percaya pada apa yang kita pikirkan.
Baca juga: Renungan Harian Katolik Rabu 6 Oktober 2021: Datanglah Tuhan!
Misalnya, kita berpikir: “Saya menderita jika tidak bisa memiliki kulkas.”
Pikiran semacam ini jika terus dipelihara, akan semakin membuat kita menderita jika kita tidak mendapatkan benda yang kita inginkan.
Tidak bisa tidur, tidak ada selera makan. Sepanjang hari hanya memikirkan benda tersebut.
Kita berpikir bahwa kita akan bahagia jika kita sudah mendapatkan apa yang kita inginkan.
Ketika kita tidak punya uang untuk membelinya, maka semakin menderitalah hidup kita.
Lebih menderita lagi ketika akhirnya membeli benda mewah itu tapi rusak dalam sekejap karena listrik tidak stabil.
Kebahagiaan hanya dapat kita peroleh tatkala kita mampu mengubah pikiran kita menjadi sebaliknya.
Misalkan, “Saya tetap bahagia walaupun belum/tidak memiliki anak, karena saya berharga di mata Tuhan” atau “Saya tetap bahagia walaupun kamu meninggalkanku, karena kebahagiaanku tidak bergantung padamu.”