Berita Lembata
Produksi Pertanian Waikomo Tidak Masuk Pasaran Beras di Lembata, Ini Menjadi Alasan
Laurens Lasar, penyuluh pertanian, menyebutkan selama ini produksi pertanian sawah Waikomo belum bisa menguasai pasar beras di Kabupaten Lembata. Al
Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Ferry Ndoen
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ricko Wawo
POS-KUPANG.COM-LEWOLEBA-Laurens Lasar, penyuluh pertanian, menyebutkan selama ini produksi pertanian sawah Waikomo belum bisa menguasai pasar beras di Kabupaten Lembata. Alasannya para petani masih mengandalkan pola pertanian hanya satu musim tanam.
Dia merincikan setiap tahun petani bisa menghasilkan paling rendah 5,6 ton per hektar atau kurang lebih 200 ton gabah/100 ton beras untuk total semua hamparan sawah Waikomo. Yang jadi pertanyaan, lanjut Laurensius, kenapa dengan jumlah panen yang cukup besar ini tidak bisa dipakai juga untuk dijual ke pasaran di Kabupaten Lembata.
"Kenapa orang Waikomo tidak jual beras. Karena petani penggarapnya banyak yakni 180 orang. Jadi, hasil panen hanya untuk makan, tidak bisa jual. Solusinya kita harus tingkatkan musim tanam dari satu tahun satu kali ke satu tahun tiga kali," ujar Laurens usai pelantikan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) Aubala di Katakolu, Rabu, 6 Oktober 2021.
Menurut dia, para penyuluh terus mendorong para petani untuk memberlakukan tiga musim tanam setahun supaya hasil panen setahun bisa juga dipakai untuk kebutuhan pasar beras di Lembata. Selain itu, tidak semua petani memberlakukan penanaman padi serentak.
Baca juga: Diimingi Handphone, Kakek di TTS Rudakpaska Cucunya yang Berusia 16 Tahun
Masih ada lahan produktif yang juga ditanami tanaman lain seperti kangkung atau jagung. Hal ini mempengaruhi produktivitas panenan dari sawah Waikomo.
Kendala internal dalam peningkatan produksi pertanian memang datang dari mental para petani itu sendiri sehingga perlu ada pendampingan serius dan berkelanjutan. Untuk mengatasi persoalan ini para penyuluh berupaya merangsang para petani dengan metode pembuatan demplot dan metode lainnya juga.
Berikutnya, masalah eksternal yang dihadapi adalah serangan hama yang rutin.
"Sebabnya, pada saat panen kita tidak olah tanah secara baik. Olah hari ini, besok tanam. Untuk cegah ini, kita pernah lakukan gerakan pengendalian secara massal," imbuhnya.
Lurah Lewoleba Barat Mikael Layar pun menyebut hal senada. Masalah yang diutarakan oleh Laurens merupakan persoalan klasik yang harus jadi perhatian jika hendak meningkatkan produktivitas pertanian di Waikomo.
"Masalah pertama itu tanam tidak serempak," ungkapnya.
Kedua, lanjut Mikael, tidak hanya padi, para petani masih menanam tanaman lain seperti jagung dan kangkung. Padahal jagung bisa ditanam di perkebunan lahan kering. Ini yang membuat produksi pertanian berubah dan tidak menentu.
Sebagai pembina P3A, Mikael ingin berkolaborasi dengan penyuluh, petani dan kelompok tani untuk mendukung produktivitas pertanian di Waikomo. *)