Berita Nasional

Kubu Moeldoko Tanggapi Penolakan Jokowi sebagai Bukti SBY-AHY Tebar Fitnah

Menurut kubu Moeldoko penolakan Jokowi itu merupakan bukti bahwa Ketua Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Susilo Bambang Yudhoyono

Editor: Agustinus Sape
tribun
Jenderal Purn Moeldoko tiba di arena Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di Hotel The Hill, Sibolangit, Kabupaten Deliserdang, Sumatera Utara, Jumat (5/3/2021). Moeldoko terpilih sebagai Ketua Umum Partai Demokrat versis KLB Sumut. 

Kubu Moeldoko Tanggapi Penolakan Jokowi sebagai Bukti SBY-AHY Tebar Fitnah

POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Partai Demokrat kubu Moeldoko menanggapi penolakan Jokowi  untuk mengesahkan pengurus hasil Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang, Sumatera Utara.

Menurut kubu Moeldoko penolakan Jokowi itu merupakan bukti bahwa Ketua Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menebar fitnah dan hoaks.

Seperti diberitakan, setelah gagal mengambil alih Partai Demokrat lewat Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang, Sumatera Utara, kini kubu Moeldoko menggugat Partai Demokrat kubu AHY melalui Judicial Review terhadap AD/ART Partai Demokrat.

Untuk memenangkan kubunya, Moeldoko menggunakan jasa pengacara Yusril Ihza Mahendra.

Yusril mengatakan Judicial Review yang dilakukannya kubu Moeldoko merupakan hal baru dalam hukum Indonesia.

Meski demikian, Yusril meyakinkan bahwa gugatannya bakal meyakinkan Mahkamah Agung untuk memenangkan gugatannya.

Namun, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD memastikan berbagai upaya tersebut tidak bakalan berhasil.

Menurut Mahfud MD, Partai Demokrat kubu Moeldoko tetap tidak bisa disahkan. Yang berkuasa dan berhak mengikuti Pemilu 2024 adalah Partai Demokrat kubu AHY (Agus Harimurti Yudhoyono).

Berbicara dalam diskusi virtual via Twitter, Rabu 29 September 2021, Mahfud sempat mengungkap Presiden Jokowi menghadapi hasil KLB Partai Demokrat Deli Serdang.

Sikap Jokowi ini justru mengejutkan sekaligus menunjukkan kenegarawanan seorang Jokowi.

Sebab sempat muncul anggapan bahwa Jokowi ada di belakang Moeldoko dalam KLB Deli Serdang.

Anggapan itu didasarkan pada kenyataan bahwa Moeldoko merupakan orang kepercayaan Jokowi di mana Moeldoko sejak periode pertama hingga periode kedua tetap dipercayakan Jokowi sebagai kepala staf kepresidenan (KSP).

Baca juga: Mahfud: Dengan Cara Apa Pun Partai Demokrat Kubu Moeldoko Tidak Bisa Disahkan, AHY Tetap Berkuasa

Mahfud mengungkapkan bahwa Presiden Jokowi keberatan untuk mengesahkan PD kubu Moeldoko hasil KLB Partai Demokrat Deli Serdang.

Jokowi menyampaikan hal itu saat menggelar pertemuan dengan Mahfud dan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly, ketika Partai Demokrat kubu KLB berseteru.

"Kata Pak Jokowi, 'kalau memang begitu tegakkan saja hukum, endak boleh disahkan Pak Moeldoko meskipun dia teman kita dan punya ambisi politik', kata Pak Jokowi," ujar Mahfud, dalam diskusi virtual via Twitter, Rabu 29 September 2021.

Dalam pertemuan itu, Mahfud turut menjelaskan aturan mengenai partai politik dengan merujuk peristiwa KLB yang dilakukan Moeldoko.

Menurut dia, KLB tidak diperbolehkan karena harus diketahui oleh pengurus Partai Demokrat yang sah.

"Ini kan mereka di luar bukan pengurus sah. Jadi itu enggak boleh disahkan," kata Mahfud.

Tak lama setelah menghadap Jokowi, Mahfud dan Yasonna kemudian mengumumkan terkait nasib KLB Partai Demokrat.

"Oleh sebab itu, saya dan Pak Yasonna segara umumkan enggak bakal mengesahkan Moeldoko," ungkap dia.

Baca juga: Pengamat Tantang Jokowi Soal Anggaran Besar untuk Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur

Diketahui, Yasonna tak mengesahkan hasil KLB Partai Demokrat yang digelar Moeldoko dan kawan-kawan di Deli Sedang, Sumtaera Utara, beberapa waktu lalu.

Polemik KLB tersebut ternyata belum berhenti kendati pemerintah telah mengambil keputusan.

Terbaru, advokat Yusril Ihza Mahendra mendampingi empat anggota Partai Demokrat kubu KLB Deli Serdang mengajukan judicial review terhadap AD/ART Partai Demokrat ke MA.

Yusril mengatakan, Judicial Review tersebut meliputi pengujian formil dan materil terhadap AD/ART Partai Demokrat dengan termohon Menteri Hukum dan HAM selaku pihak yang mengesahkan AD/ART partai politik.

"Advokat Yusril Ihza Mahendra dan Yuri Kemal Fadlullah membenarkan pertanyaan media bahwa kantor hukum mereka Ihza & Ihza Law Firm SCBD-Bali Office mewakili kepentingan hukum empat orang anggota Partai Demokrat mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung," kata Yusril dalam siaran pers, Kamis 23 September 2021.

Yusril mengakui, langkah menguji formil dan materil AD/ART partai politik merupakan hal baru dalam hukum Indonesia.

Ia mendalilkan bahwa MA berwenang untuk menguji AD/ART partai politik.

Alasannya, karena AD/ART dibuat oleh sebuah partai politik atas perintah undang-undang dan delegasi yang diberikan UU Partai Politik.

"Nah, kalau AD/ART Parpol itu ternyata prosedur pembentukannya dan materi pengaturannya bertentangan dengan undang-undang, bahkan bertentangan dengan UUD 1945, maka lembaga apa yang berwenang untuk menguji dan membatalkannya? Ada kevakuman hukum untuk menyelesaikan persoalan di atas," ujar Yusril.

Mahfud: AHY Tetap Berkuasa

Mahfud MD mengatakan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) akan tetap memimpin meskipun judicial review yang diajukan Yusril Ihza Mahendra selaku pihak dari kubu Moeldoko dikabulkan oleh Mahkamah Agung (MA).

Mahfud menyebut keputusan tersebut tetap tidak akan bisa mengubah posisi AHY yang masih aktif sebagai orang nomor satu di Partai Demokrat.

Menurutnya upaya Yusril yang mendampingi Demokrat kubu KLB Deli Serdang Moeldoko untuk judicial review AD/ART Tahun 2020 tidak ada gunanya.

"Kalau mengabulkan enggak ada gunanya juga gitu, karena pihak pengurus sekarang tetap dia Agus Harimurti dan dia yang akan tetap memimpin," kata Mahfud dalam diskusi melalui live Twitter bertajuk "Politik Kebangsaan, Pembangunan Daerah dan Kampung Halaman" bersama Didik Junaidi Rachbini, Rabu 29 September 2021 malam.

Lagipula menurut mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut kalau memang mau menggugat seharusnya ke PTUN dengan membawa surat keputusan menteri.

Karena itu Mahfud juga mempertanyakan upaya Yusril yang malah memboyong AD/ART Demokrat Tahun 2020 ke MA.

"Sehingga sebenarnya pertengkaran ini enggak ada gunanya. Apapun putusan MA ya, AHY, SBY, Ibas semua tetap berkuasa di situ, Pemilu tahun 2024."

Bukti Fitnah

Kubu Moeldoko menuding sikap Jokowi itu sebagai bukti Ketum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menebar fitnah dan hoax.

"Ini kembali menjadi bukti bahwa SBY, AHY dan para hulubalangnya telah menebar fitnah dan hoaks, telah menuduh bahwa pemerintahan Presiden Jokowi berpihak pada Moeldoko," kata jubir kubu Moeldoko, Muhammad Rahmad, saat dihubungi, Kamis 30 September 2021.

Rahmad mengatakan pihaknya mengapresiasi sikap pemerintah yang netral. Karena itu, dia meminta agar persoalan AD/ART Partai Demokrat dapat diselesaikan secara adil oleh lembaga peradilan.

"Kami mengapresiasi sikap pemerintah yang netral. Biarkan persoalan partainya diputus secara adil di meja hukum. Biarkan lembaga peradilan yang memutus dengan seadil-adilnya," ucap Rahmad.

Lebih lanjut, Rahmad juga menyoroti sikap Mahfud yang ikut berkomentar terkait gugatan AD/ART Partai Demokrat ke Mahkamah Agung. Dia menyebut tidak ada tempat bagi Mahfud untuk ikut campur terkait AD/ART Partai Demokrat.

"Kami harap Menko Polhukam Pak Mahfud MD untuk netral. Tidak pada tempatnya Pak Mahfud Md berkomentar soal gugatan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat ke Mahkamah Agung (MA). Serahkan saja sepenuhnya perkara tersebut ke MA," ujarnya.

Kemudian Rahmad juga menduga Mahfud belum membaca permohonan uji formil dan materiil AD/ART Partai Demokrat yang diajukan Yusril Ihza Mahendra ke MA. Dia menyebut gugatan yang diajukan Yusril ini besar manfaatnya.

"Kami menduga Mahfud belum membaca dengan seksama permohonan uji formil dan materiil AD/ART Partai Demokrat yang diajukan Pak Yusril ke MA. Parpol memainkan peranan besar dalam penyelenggaraan negara. Karena itu, negara tak akan sehat dan demokratis apabila partai-partainya bersifat monolitik, oligarkis, dan nepotis. Kalau dilihat dari perspektif ini, uji materi itu bukan tidak ada gunanya, malah sangat besar manfaatnya," tuturnya.*

Sebagian artikel ini telah tayang di detik.com

Berita Nasional lainnya

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved