Laut China Selatan
Tak Tinggal Diam, Langkah Tegas Indonesia Terkait Laut China Selatan Dikutuk Beijing
Konflik di Laut China Selatan tak ada habisnya.Indonesia pun tak tinggal diam ambil langkah tegas yang memicu kutukan Beijing. Apa itu?
POS-KUPANG.COM - Konflik di Laut China Selatan tak ada habisnya.
China telah mengklaim sebagian besar teritorial itu hingga terjadi konflik panas.
Laut ini memiliki potensi strategis yang besar karena sepertiga kapal di dunia melintasinya.
Laut China Selatan merupakan laut tepi, bagian dari Samudra Pasifik, yang membentang dari Selat Karimata dan Selat Malaka hingga Selat Taiwan.
Mengutip Wikipedia, laut ini juga memiliki kekayaan makhluk hidup yang mampu menopang kebutuhan pangan jutaan orang di Asia Tenggara sekaligus cadangan minyak dan gas alam yang besar.
Baca juga: Vietnam Protes Misi Pesawat Y-20 Milik China di Pulau Spratly Laut China Selatan
Inilah yang membuat China begitu menginginkan Laut China Selatan.
Terkait Laut China Selatan itu, Indonesia ternyata juga sudah mengambil langkah lebih jauh dari negara ASEAN lainnya.
Indonesia diketahui negara yang juga bersengketa dengan China dengan dasar kebijakanan aneh dari negara tersebut yang dinamakan "Sembilan Garis Putus-putus".
Meskipun sempat beberapa kali berselisih di perairan yang dilewati jalur pengiriman global sekitar sepertiga dari total pengiriman barang via laut dalam setahun.
Tercatat beberapa kali konflik di perairan yang disebut memiliki sumber cadangan minyak dan gas senilai US$ 2,5 triliun menurut data dari Departemen Luar Negeri AS yang dihimpun The Sydney Morning Herald, terjadi antara Indonesia dengan China.
Baca juga: AUKUS dan Laut China Selatan
Melansir Kompas.com, banyak faktor yang melatarbelakangi konflik tersebut.
Pada Maret 2016, konflik antara pemerintah Indonesia dengan China terjadi lantaran ada kapal ikan ilegal asal China yang masuk ke Perairan Natuna.
Pemerintah Indonesia berencana untuk menangkap kapal tersebut.
Tetapi, proses penangkapan tidak berjalan mulus, lantaran ada campur tangan dari kapal Coast Guard China yang sengaja menabrak KM Kway Fey 10078. Hal itu diduga untuk mempersulit KP HIU 11 menangkap KM Kway Fey 10078.
Pada waktu itu, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyampaikan, dalam pertemuan dengan Sun Weide, Kuasa Usaha Sementara China di Indonesia, pihak Indonesia menyampaikan protes keras terhadap China.
Baca juga: China Gelar Latihan Pendaratan Pesawat di Laut China Selatan
Sebulan setelah konflik tersebut, Pemerintah Indonesia menganggap persoalan antara Kementerian Kelautan dan Perikanan RI dengan Coast Guard China di Perairan Natuna sudah selesai.
Kemudian, pada Juli 2017, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman meluncurkan peta Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) baru.
Nama Laut China Selatan juga diganti menjadi Laut Natuna Utara.
Langkah tersebut diambil untuk menciptakan kejelasan hukum di laut dan mengamankan Zona Ekonomi Eksklusif milik Indonesia.
Dilansir dari Trbun-Medan.com, Keputusan tersebut memicu kritik dari Beijing.
Lalu, pada 19 Desember 2019, sejumlah kapal asing penangkap ikan milik China diketahui memasuki Perairan Natuna, Kepulauan Riau.
Kapal-kapal China yang masuk dinyatakan telah melanggar exclusive economic zone (ZEE) Indonesia dan melakukan kegiatan Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing (IUUF).
Selain itu, Coast Guard China juga dinyatakan melanggar kedaulatan di perairan Natuna.
Oleh sebab itu Indonesia kini jadi satu-satunya negara di Asia Tenggara yang tak ingin berkompromi dengan China mengenai batas wilayah perairan di Utara Natuna tersebut.
Melansir Sosok.id, Amerika Serikat (AS) setidaknya mengirim tiga kapal induknya ke Laut China Selatan dan sejumlah prajurit angkatan lautnya diterjunkan di pintu masuk ke wilayah tersebut.
Setidaknya 65 persen prajurit militer Angkatan Laut AS kini tengah bertugas di Laut China Selatan.
AS menganggap China telah menantang hukum internasional mengenai batas perairan.
Berita Laut China Selatan lainnya
Artikel ini telah tayang di Tribun-Medan.com dengan judul Tanpa Kompromi dengan China, Inilah Langkah Berani Indonesia Terkait Laut China Selatan