Opini Pos Kupang

Pastor Bonus Itu Telah Pergi (In Memoriam P. Yulius Bere, SVD)

MINGGU, 12 Juni 2011 hari bersejarah bagi ke 75 calon siswa Seminari Menengah St. Rafael Oepoi-Kupang

Editor: Kanis Jehola
Dok Pos-Kupang.Com
Logo Pos Kupang 

Devosi Bunda Maria menjadi rutinitas tetap di Seminari. Ini adalah cara beliau membangun kecintaan kami pada Bunda Maria sebagi Ratu para imam dan calon imam. Setiap Sabtu pertama dalam bulan, selepas santap malam, beliau akan bersama-sama dengan kami berdoa Rosario sambil mempersembahkan doa-doa kami di depan patung Bunda Maria.

Dalam keadaan lelah karena mendoakan begitu banyak orang yang datang meminta doa, beliau tidak pernah sekalipun absen saat doa Rosario bersama. Terkadang sebagai seminaris rasa bosan itu muncul. Saat berdoa Rosario peristiwa pertama, kami akan segera beritahu beliau bahwa sudah masuk peristiwa ketiga. Pater, maafkanlah kenakalan-kanakalan kami.

Kecintaannya yang besar pada Bunda Maria dan kami para seminaris, membuatnya bisa semalam-malaman berjalan keliling asrama dengan Rosario di tangan untuk mendoakan kami.

Dalam suatu kesempatan beliau bercerita sambil menasehati kami untuk mencintai Bunda Maria sebab perjuangannya saat awal merintis dan membangun Seminari St. Rafael Oepoi Kupang ini adalah berkat doa Rosario.

Pencinta Doa Rosario itu telah pergi. Ia pergi kapada Allah, saat Gereja memperingati Bunda Maria Berdukacita. Inilah balasan Bunda Maria. Balasan atas cinta seorang anak yang hingga dalam masa-masa kritisnya tetap mencintai Maria. Bahkan saat dalam kondisi sakrat maut sekalipun, untaian Rosario tidak lepas dari darinya.

Bertahun-tahun kemudian kami sadari bahwa beliau menempatkan secara total seluruh karya pelayanannya bagi Allah dalam Gereja di bawah perlindungan Bunda Maria.

Formator Sejati

Beliau adalah pendiri sekaligus rektor pertama Seminari Menengah St. Rafael Oepoi-Kupang di tahun 1984. Nama pelindung St. Rafael diambil olehnya bersama P. Gabriel Atok, SVD berdasarkan sejarah misi Katolik di Kerajaan Amabi yang pertama kali dimulai oleh P. Rafael De Viega, OP.

Nama St. Rafael diusulkan dan kemudian disetujui oleh Mgr. Gregorius Monteiro, SVD. Uskup Agung Kupang kala itu. Dengan demikian, berdirilah secara resmi lembaga pendidikan dan pembinaan calon imam tingkat menengah di Keuskupan Agung Kupang yang diberi nama Seminari Menengah St. Rafael yang bertempat di Oepoi pada tanggal 15 Agustus 1984 dengan motto, Mens Sana In Corpore Sano Ad Plantandum Semina Verbi Dei (Jiwa yang sehat ada di dalam tubuh yang sehat untuk menyemaikan benih-benih sabda Allah).

Dengan berpelindungkan St. Rafael maka peringatan berdirinya Seminari Menengah St. Rafael Oepoi-Kupang dirayakan pada setiap tanggal 29 September saat Gereja merayakan Pesta Tiga Malaikat Agung St. Mikhael, St. Gabriel dan St. Rafael. Tanggal 29 September nanti Seminari Oepoi akan memasuki usia yang ke-37 tahun. Terima kasih Pater untuk perjuangan dan jasa-jasamu. Seminari St. Rafael Oepoi ada hingga hari ini dan masih akan tetap ada. Doakanlah para seminaris. Anak-anak kecintaanmu.

Sebagai seorang formator calon-calon imam, ada kalimat yang selalu beliau katakan kepada kami. Beliau kutip dari Mgr. Theodorus Sulama (Alm) mantan Uskup Atambua. "Jika kamu mau cari enak di paroki lebih baik. Tapi, jika kamu mau bentuk masa depan Gereja maka seminari adalah tempat terbaik". Kata-kata inilah yang selalu menginspirasinya sebagai formator, bapa dan gembala yang baik.

Ia akan berderai air mata bila seorang seminaris dikeluarkan dari seminari. Selalu ia berselisih pendapat hanya karena berupaya untuk mempertahankan siswa seminari yang akan dikeluarkan. Ia selalu mengutip salah satu ayat Kitab Suci, "Tuan, berilah hamba satu tahun lagi untuk merawatnya.".

Ia selalu menerapkan prinsip bahwa setiap calon imam perlu diasah, diasih, dan diasuh. Sebagai seminaris (Latin: Semen: Bibit) siswa seminaris harus disemaikan dengan baik di seminari (Latin: Seminarium: tempat penyemaian).

Ia adalah pribadi yang sangat mencintai setiap seminaris. Walau tangan kirinya akan spontan menampar bila marah, tetapi tangan kanan biasanya langsung memeluk dengan kasih sayang. Bapa yang selalu berbelas kasih. Ingatan akan kami para anak didiknya begitu kuat. Selepas pendidikan dari seminari menengah pun beliau selalu mengingat kami dengan baik. Dan bila berpapasan akan selalu ada kenangan yang diceritakan kembali oleh beliau.

Sebagai seorang formator beliau selalu menunjukkan keteladanan hidup. Disiplin selalu dipegang teguh. Bahasa yang selalu diulang-ulang, "Ikut aturan seminari. Jangan ikut aturan mu". Tu qui servat disciplinam, disciplina servabit te (Barangsiapa melayani aturan maka aturan akan melayaninya). Pada salah satu kesempatan beliau bahkan menyebut salah satu kelebihan seminari yakni memiliki laboratorium iman yakni Kapela (Gereja), sebagai sentral utama kehidupan seminari.

Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved