Timor Leste

Sosok Berdarah Yahudi ini Dipuja di Timor Leste & Jadi Anak Angkat di Papua, Ini Garis Perjuangannya

Carmen Budiarjo, sosok ini dielu-elukan di Timor Leste ketika negara itu sedang berjuang melepaskan diri dari Indonesia. Begitu juga di Papua.

Editor: Frans Krowin
Grid.id
Carmel budiardjo, wanita yang jadi anak angkat di Papua. 

POS-KUPANG.COM  - Sosok ini dielu-elukan di Timor Leste ketika negara itu sedang berjuang melepaskan diri dari Indonesia.

Ia jadi bintang negara itu karena perjuangannya mengampanyekan hak asasi manusia.

Ia nekad berjubaku melawan penindas HAM dan itu dilakukannya demi masyarakat Timor Leste.

Atas perjuangannya yang tak mengenal batas itu, sosok ini pun demikan dekat bahkan menyatu dengan sesama warga Timor Leste.

Atas kedekatan itulah, sosok bernama Carmen Budiarjo ini pun dipuja-puji  oleh segenap warga Timor Leste.

Carmel adalah seorang warga Inggris yang sangat gigih berkampanye tentang  hak asasi manusia dan keadilan di Indonesia.

Wanita berparas cantik ini lahir pada 18 Juni 1925 di London. Ia lahir  dari sepasang suami-istri imigran Yahudi, bernama Rebecca (nee Chaplin) dan Simon Brickman.

Baca juga: Pemerintah Timor Leste Mulai Tegas, Perusahaan di Bayu Undan Tidak Lagi Bayar Pajak ke Australia

Selama perang dunia kedua, Carmel dibesarkan di atas toko penjahit ayahnya di Greenwich.

Carmel mengenyam pendidikan di sekolah John Roan untuk anak perempuan dan kemudian memperoleh beasiswa untuk belajar sosiologi dan ekonomi di London School of Economics, di mana dia mengembangkan minat dalam politik.

Setelah lulus, pada tahun 1946 ia bekerja untuk Persatuan Pelajar Internasional di Praha.

Di sanalah ia bertemu dengan Suwondo Budiardjo (dikenal sebagai Bud), seorang pejabat pemerintah Indonesia.

Mereka menikah pada tahun 1950, bertentangan dengan keinginan kedua orang tua mereka, dan setelah kelahiran anak pertama mereka pindah ke Indonesia.

Setelah itu, dimulailah kehidupan Carmel yang ujung-ujungnya membawa wanita itu menjadi mercusuar bagi rakyat.

Sosok ini memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penyebab kebebasan dan penentuan nasib sendiri di wilayah yang dikuasainya – Timor Timur (sekarang Timor-Leste), Aceh dan Papua Barat.

Perjuangannya di Indonesia dimulai pada tahun 1950-an.

Baca juga: Wanita Cantik Ini Dipuja di Timor Leste Tapi Ditolak Indonesia Saat Era Soeharto, Siapa Dia?

Saat itu, Carmel dan suaminya bekerja di Indonesia, membantu membangun sebuah negara yang baru merdeka setelah dijajah Belanda dalam kurun waktu yang lama..

Carmel merupakan seorang peneliti ekonomi untuk kementerian luar negeri sedangkan Suwondo Budiardjo adalah wakil menteri di departemen komunikasi laut.

Saat Soekarno digulingkan dalam kudeta tahun 1965 dan pada tahun-tahun berikutnya, ribuan orang dijebloskan ke penjara ditahan tanpa pengadilan.

Pada tahun 1969, Carmel dan Bud pun juga turut ditahan pemerintah Indonesia di bawah pimpinan Presiden Soeharto.

Keduanya ditahan secara terpisah lantaran dituduh sebagai anggota PKI dan terlibat dalam gerakan komunis di Indonesia.

Carmel bebas tiga tahun kemudian, setelah seorang pengacara Inggris, Sarah Leigh, memperjuangkan kasusnya.

Carmel pun diakui sebagai warga negara Inggris. Hal ini menyebabkan pembebasannya, tetapi sekaligus juga pengasingannya dari Indonesia.

Pengasingan itu tak menghentikan perjuangannya. Dihentikan di Nusantara, ia masih terus bergerak dari tanah kelahirannya.

Baca juga: Lembaga Pendidikan Indonesia Gelar Wisuda Online untuk 21 Warga Timor Leste di Dili

Sekembalinya ke London, ia mulai berkampanye untuk sisa tahanan politik di Indonesia.

Bersama rekan-rekan aktivis, pada tahun 1973 ia mendirikan organisasi Tapol, akronim Indonesia untuk tahanan politik – yang mendedikasikan sisa hidupnya untuk perjuangan kebebasan dan keadilan di sana.

Perjuangannya pun membuahkan hasil. Setelah 12 tahun ditahan, Bud juga dibebaskan dan datang ke Inggris untuk berkumpul bersama keluarganya.

Selama bertahun-tahun, Carmel dan Tapol semakin memusatkan perhatian mereka pada perjuangan penentuan nasib sendiri oleh rakyat di wilayah Indonesia, dan pelanggaran hak asasi manusia dan lingkungan yang digunakan sebagai alat untuk mempertahankan kendali Jakarta, khususnya atas Timor Timur, Aceh dan Papua Barat.

Pada saat konflik-konflik tersebut kurang dikenal di Barat, diabaikan atau disembunyikan dari pandangan, Tapol konsisten dalam pekerjaannya untuk menjaga agar suara orang-orang ini didengar.

Baca juga: Mantan PM Timor Leste Tiba-Tiba Puji Indonesia, Dulu Sebut Musuh Terbesar, Kini Jadi Pendukung Utama

Berbagai kampanye dilakukan Carmel dan Tapol, membuatnya begitu dihargai oleh pihak-pihak yang diperjuangkannya.

Pada tahun 2009, negara Timor-Leste yang baru merdeka menganugerahinya Ordo Timor-Leste.

Kemudian tahun berikutnya, dia diadopsi sebagai Putri Papua Barat.

Pekerjaan hak asasi manusianya juga memberinya penghargaan Penghidupan Hak 1995, kadang-kadang dikenal sebagai "hadiah Nobel alternatif".

Carmel dan Bud bercerai pada tahun 1983. Kini, pejuang hak asasi manusia di Indonesia ini telah tiada, Carmel meninggal pada 10 Juli 2021 lalu.

Berita Lain Terkait Timor Leste

Artikel ini  telah tayang di Grid,id dengan judul  Di Timor Leste Dipuja Di Papua Jadi Anak Angkat, inilah anak Imigran Yahudi yang tak pernah bisa injakkan kakinya di Indinesta saat Soeharto berkuasa

Sumber: Grid.ID
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved