Pemprov NTT Merevisi Pendapatan Turun Sebesar 6,4%, Implikasi dan Solusinya
Semoga identifikasi dalam tulisan ini dapat menjadi entry gate menuju perbaikan yang membuat pemerintah lebih ringan memanage APBD dari aneka tekanan.
Pemprov NTT Merevisi Pendapatan Turun Sebesar 6,4%, Implikasi dan Solusinya
Oleh ; Eddy Ngganggus
(Banker’s senior pada bNTT)
POS-KUPANG.COM - Pada hari Rabu tanggal 15 September 2021 Gubernur NTT telah membacakan pengantar nota keuangan atas Rancangan Perubahan APBD NTT tahun 2021 di hadapan anggota DPRD Provinsi NTT. Disampaikan, rencana pendapatan mengalami penurunan sebesar Rp 402 M dari target sebelumnya Rp 6,2 T menjadi Rp 5,8 T. Terjadi penuruanan sebesar 6,4% .
Sekalipun demikian, terdapat dua pos yang mengalami kenaikan yakni pada kelompok pendapatan PAD dan lain-lain pendapatan daerah yang sah, masing-masing mengalami kenaikan sebesar 121,84% dan 24,36%.
Sementara 4 pos lainnya mengalami penurunan yakni pajak, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan pendapatan transfer pemerintah pusat.
Secara persentase retribusi daerah mengalami rasionalisasi paling besar menjadi separuh dari anggaran semula yakni hingga 50,36%.
Penurunan retribusi yang cukup signifikan ini mengindikasikan pos pendapatan yang selama ini menjadi salah satu sumber income daerah mengalami stagnan.
Yang pasti daya bayar masyarakat pada pos retribusi ini berkurang. Boleh jadi ini berkorelasi positif dengan sepinya aktivitas ekonomi masyarakat akibat pembatasan kegiatan masyarakat untuk menghindari penyebaran Covid-19. Meskipun daya beli masyarakat tidak mengalami tekanan yang berarti yang diindikasikan oleh inflasi yang masih normal, alias tidak mengalami fluktuasi yang ekstrem.
Defiasi terbesar kedua adalah datang dari pos Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan, yang mengalami pengurangan sebesar 31,39%.
Baca juga: Wali Kota Kupang Sebut ATM Kontainer Bank NTT KCU Kupang Tingkatkan Pertumbuhan Ekonomi
Salah satu sumber income pos ini adalah deviden dari perusahaan daerah. Pengurangan anggaran dari pos ini mengindikasikan kemampuan perusahan daerah mencetak laba untuk selanjutnya didistribusikan ke PEMDA dalam bentuk deviden mengalami tekanan.
Yang ketiga pajak daerah juga mengalami pengurangan sebesar 16,30%. Ini merupakan konsekuensi logis dari berkurangnya retribusi yang menjadi salah satu indikator aktivitas atau geliat ekonomi masyarakat.
Ikutannya adalah usaha masyarakat yang merupakan obyek pajak juga tidak bisa berkontribusi sebagaimana idealnya. Meskipun secara persentase pengurangan anggaran pada pos pajak daerah dan hasil pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan lebih kecil, namun secara nominal pajak daerah mengalami rasionalisasi yang cukup besar yakni Rp 250 M. Dari yang sebelumnya Rp 1,53 T menjadi 1,28 T. Jumlah yang tidak kecil.
Urat nadi income pemerintah ini mengalami stagnansi cukup besar, butuh strategi pemulihan yang serius.
Pada bagian berikut tulisan saya ini akan sayasajikan percikan pikiran pendekatan alternatif untuk menyiasatinya. Dan yang terakhir sumber pendapatan dari transfer Pemerintah Pusat juga mengalami pengurangan sebesar 1,37%.
Berikut besarnya persentase perubahan anggaran pada 6 pos pendapatan yang disampaikan dalam rapat Paripurna dengan agenda pembacaan pengantar Nota Keuangan atas Rancangan Perubahan Anggaran APBD NTT Tahun 2021.

Hingga saat ini kemampuan fiskal daerah Provinsi NTT membiayai dirinya sendiri masih bergantung pada pemerintah Pusat. Indikasinya adalah baik jumlah maupun persentase pendapatan yang bersumber dari Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat dibandingkan dengan pos pendapatan lainnya defiansinya atau perbedaannya sangat besar.
Jika pada anggaran induk sebelum perubahan kita cukup optimis karena tingkat keteragntungannya hanya 67,63%, namun setelah dirasionalisasi ketergantungannya makin besar yakni hingga mencapai 70,13%.
Demikian seterusnya Pendapatan dari pajak yang sebelumnya 24,80% dari total pendapatan mengalami perubahan menjadi 21,82% dari total pendapatan.
Baca juga: Bank NTT Bajawa Bantu Uang Rp 10 Juta Untuk Anak Yatim Piatu Korban Banjir Bandang Malapedho
Namun kita juga mengapresiasi pemerintah Provinsi yang optimis akan menaikan porsi pada pos pendapatan PAD dari 1,62% menjadi 3,77%.
Tentunya pemerintah memiliki dasar penetapan yang optimis PAD sehingga bisa mendongkrak segmen mana yang dianggap produktif bisa mendatangkan income.
Berikut rincian besarnya kontribusi 6 pos pendapatan terhadap total pendapatan.

Implikasi dan Perbaikan
Implikasi utama adanya pengurangan target Pendapatan adalah melebarnya defisit anggaran jika tidak ada upaya pengurangan pada pos belanja.
Karena itu agar defisit anggaran tidak melebar dan tidak mengorbankan belanja daerah, maka upaya yang perlu dilakukan adalah mencari sumber pendapatan alternatif.
Salah satu sumber pendapatan yang bisa merangsang meningkatnya pendapatan adalah melalui upaya meningkatkan konsumsi rumah tangga.
Meningkatkan Konsusmi Rumah Tangga
Konsumsi rumah tangga bisa meningkat jika income rumah tangga bertambah, income rumah tangga bertambah jika produksinya meningkat. Produksinya meningkat jika konsumennya meningkat (baik jumlah maupun mutu), konsumen bisa berasal dari dalam maupun luar negeri.
Permintaan konsumen dalam negeri yang selama ini berorientasi ke pasar luar negeri, agar dialihkan ke dalam negeri. Dengan cara apa? Dengan cara meningkatkan daya saing produk dalam negeri.
Salah satu Isu sentral terkait produk di Indonesia adalah lemahnya daya saing produk dalam negeri.
Contohnya, untuk memenuhi kebutuhan pakaian dalam negeri, sebagian masyarakat Indonesia berbelanja dari luar negeri. Jika produk dalam negeri bisa bersaing dengan produk luar negeri tidak mungkin konsumen Indonesia berbelanja ke luar negeri.
Baju rombengan, tas rombengan, adalah contohnya. Belum lagi barang elektronik, termasuk HP, perlengkapan rumah tangga, daging ayam, telur, ikan, alat pertukangan, laptop yang dibeli secara on line dari China misalnya, dan lain-lain produk yang dengan mudahnya dibelanjakan secara on line ke luar negeri oleh masyarakat Indonesia.
Baca juga: Tingkatkan Kewirausahaan Masyarakat, Dekranasda Matim dan Bank NTT Bangun Kerja Sama
Jika perhatian pemerintah sedikit dialihkan untuk mensubstitusikan kebiasaan berbelanja barang-barang dari luar negeri dengan barang dalam negeri, maka konsumsi rumah tangga akan meningkat.
Substitusi ini bisa terjadi bila daya saing produk dalam negeri kita atau dengan kata lain kualitas produk dalam negeri Indonesia setara dengan produk luar negeri baik dari sisi harga maupun dari sisi kualitas, niscaya pergerakan dana ke luar negeri akan berkurang.
Dengan lain kata, jika orang-orang Indonesia mendahulukan konsumsi produk dalam negeri, dengan sendirinya konsumsi rumah tangga meningkat.
Bagaimana pemerintah dapat meningkatkan Daya Saing Produk Dalam Negeri?
Pemerintah mengalokasikan dana untuk meningkatan skill dan knowledge tenaga kerja dalam negeri. Pendidikan kewirausahaan, pendidikan vokasi untuk aneka jenis skill & knowledge.
Sumber pembiayaan untuk tujuan ini tidak selamanya bergantung pada pemerintah pusat. Pemerintah daerah bisa mengupayakan secara mandiri sumber dana tersebut.
Sumber dananya tidak mesti selalu dalam format hibah, bantuan, tetapi perbiasakan dengan pola produktif. Melakukan pinjaman adalah salah satu format produktif itu.
Bagi pemerintah daerah yang memiliki bank sebenarnya soal pembiayaan bukan hal terlalu ribet, baik dari sisi regulasi maupun dari sisi manfaat ekonomis.
Baca juga: Djafar Achmad: Bank NTT Semakin Berkibar
Dari sisi regulasi, aturan sangat memungkinkan daerah boleh melakukan pinjaman atas nama daerah untuk membiayai pembangunan di daerahnya.
Dari sisi ekonomis, meminjam ke Bank Daerah adalah bank miliknya sendiri itu ibarat memindahkan uang dari kantong kiri ke kantong kanan, Karena income berupa bunga yang dibayarkan pemerintah daerah atas pinjamannya ke Bank pada akhirnya akan kembali lagi ke daerah dalam bentuk deviden.
Semoga identifikasi dalam tulisan ini dapat menjadi entry gate menuju perbaikan yang akan membuat pemerintah lebih ringan memanage APBD dari aneka tekanan. *