Timor Leste
Bukan Xanana Gusmao, Tapi Fransisco Guterres Yang Kini Curi Perhatian Dunia, Benarkah? Simak Ini
Siapa tak kenal Xanana Gusmao? Namanya disebut-sebut bila dikaitkan dengan kemerdekaan Timor Leste. Tapi kini namanya meredup disaingi sosok ini.
POS-KUPANG.COM – Siapa tak kenal Xanana Gusmao? Namanya selalu disebut-sebut bila dikaitkan dengan kemerdekaan Timor Leste.
Namanya juga terkenal hingga ke seluruh belahan dunia, lantaran atas perjuangannya, Timor Leste akhirnya pisah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Bahkan karena perannya pula, setiap perhelatan politik yang terjadi di negara tersebut selalu berakhir baik.
Setiap pergantian presiden Timor Leste, misalnya, Xanana Gusmao selalu menjadi figur sentral yang menjadi penentu menang atau kalahnya para figur.
Demikian pula saat Pemilihan Presiden Timor Leste pada 20 Mei 2017 lalu, Xanana Gusmao juga menjadi sosok penentu.
Kala itu, Xanana Gusmao mendukung figur yang juga punya jasa besar terhadap kemerdekaan negara tersebut.
Figur yang didukung tersebut, adalah Fransisco Guterres alias Lu-Olo.
Baca juga: Kondisi TPA Tibar Timor Leste Bikin Wisatawan Mensyukuri Hidup, Ada Apa?
Saat itu Fransisco Guterres terpilih menjadi Presiden Timor Leste dan masih menunaikan tugas sebagai orang nomor satu di negara tersebut hingga saat ini.
Belakangan ini, nama presiden ini menjadi sosok yang selalu menjadi bahan pergunjingan masyarakat setempat.
Namanya selalu disebut-sebut lantaran ditemukannya ladang minyak baru di wilayah perairan yang merupakan bagian dari kedaulatan negara tersebut.
Penemuan ladang baru minyak di Timor Leste itu tentunya tak lepas dari peran Presiden Fransisco Guterres atau biasa disapa Lu-Olo.
Tentunya penemuan ladang minyak yang rencananya segera dibor paling lambat akhir Oktober 2021 ini menjadi kabar gembira bagi masyarakat Timor Leste.
Pasalnya, kabar baru itu bergema ketika masyarakat setempat hidup dalam kemelaratan sementara wajah negara itu masih compang camping.
Semua komponen di negara itu berharap agar di tangan Presiden Lu-Olo, Timor Leste bisa menjadi lebih maju dan masyarakat lebih sejahtera.
Lantas, bagaimana karier sang presiden sehingga kini menjadi buah bibir? Bahkan popularitasnya menyaingi Xanana Gusmao?
Presiden Timor Leste Francisco Guterres alias Lu-Olo, lahir di Ossu, Viqueque, Timor Leste, 7 September 1954.
Pria yang baru saya berusia merayakan ulang tahun ke-67 ini dikenal sebagai politisi Timor Leste.
Dari tahun 2001 hingga 2012, Lu-Olo merupakan Anggota Parlamento Nacional.
Pada 20 Mei 2017, Guterres dilantik pada tengah malam sebagai Presiden Timor Leste.
Baca juga: Timor Leste Sampaikan Belasungkawa atas Meninggalnya Mantan Presiden Portugal, Jorge Sampaio
Dikutip dari Wikipedia, Guterres bersekolah di St Terezinha College dari Salesian Don Bosco di Ossu pada tahun 1963-1969.
Pada tahun 1974, Guterres bergabung dengan gerakan kemerdekaan Associaçao Social Democratica Timorense (ASDT), yang kemudian bernama Fretilin.
Ketika Indonesia menyerbu Timor Timur pada bulan Desember di tahun yang sama, Guterres bergabung dengan perlawanan bersenjata.
Awalnya dia bertempur di Ossu di bawah komando Lino Olokassa. Hingga 1999, Guterres mengambil alih berbagai jabatan dan komando untuk Fretilin dan pasukan militernya Falintil.
Pada tahun 1976, setelah penangkapan Francisco da Silva, dia menjadi penggantinya sebagai sekretaris Fretilin untuk wilayah pesisir timur di Matebian.
Pada tahun 1978, dirinya jadi komisaris yang didelegasikan untuk wilayah Ponte Leste dan pada 1984, jadi Komisaris Politik Nasional.
Pada tahun 1987, pemimpin partai Xanana Gusmao, meninggalkan Fretilin untuk mengambil alih kepemimpinan politik organisasi payung baru semua partai kemerdekaan di Timor Timur, Dewan Pertahanan Nasional Rakyat Maubere (CNRM), yang kemudian menjadi CNRT.
Falintil pun berada di bawah CNRM dan kepemimpinan Fretilin lantas mengambil alihnya pada 1988.
Guterres pun menjadi salah satu dari tiga deputi di Ma'huno Bulerek Karathayano, sekretaris Komite Arahan Fretilin (CDF).
Setelah kematian Nino Konis Santana pada tahun 1998, Guterres mengambil alih jabatan sekretaris di CDF.
Setelah pengunduran diri presiden Indonesia Soeharto, di kongres Fretilin di Sydney pada bulan Agustus, Guterres menjadi Koordinator Umum Dewan Presiden, yang menggantikan CDF.
Setelah Referendum kemerdekaan Timor Leste 1999, di mana Guterres memberikan suaranya, dia pergi ke kamp pengumpulan untuk para pejuang Falintil pertama di Remexio, kemudian di Aileu, di mana ia tetap tinggal sampai penarikan pasukan Indonesia.
Setelah jalan menuju kemerdekaan bebas, Guterres mengorganisasi pembangunan kembali Fretilin menjadi partai yang demokratis.
Baca juga: Banyak Negara Diprediksi Akan Rugi Gegara Program Australia Ini, Timor Leste Wajib Waspada
Pada Mei 2000, ia mengambil alih kursi kepresidenan Konferensi Nasional Fretilin, dan pada 15 Juli 2001, dia terpilih sebagai Ketua Partai.
Dua bulan kemudian, dia terpilih sebagai Ketua Majelis Konstituante Timor Timur.
Setelah kemerdekaan akhir negara itu pada 20 Mei 2002, di mana Guterres membaca deklarasi pemulihan Republik Demokratik Timor Timur pada tengah malam, Guterres terpilih sebagai Ketua Parlemen.
Dia memegang jabatan ini sampai duduk pertama di Parlemen baru setelah pemilihan 30 Juni 2007.
Pada 2007 dan 2012, Guterres kembali mencalonkan diri sebagai anggota Parlamento Nacional Timor Leste dalam daftar pertama Fretilin. Meskipun masuk ke parlemen, dia tidak bergabung dengan DPR.
Dalam pemilihan presiden pada 9 April 2007, Guterres bersaing untuk Fretilin dalam pemilihan presiden, namun kalah.
Dalam pemilihan presiden 2012 tanggal 17 Maret, Guterres tampaknya juga belum beruntung.
Pada 2017, Guterres memasuki pemilihan presiden untuk ketiga kalinya dan akhirnya berhasil menjadi presiden Timor Leste.

Baca juga: Aturan Visa Pertanian Australia yang Baru Mengancam Program Pekerja Musiman dari Timor Leste
Ladang Minyak Baru Ditemukan di Timor Leste
Timor Leste yang selama ini berkubang dalam kemiskinan, kini menyambut kabar gembira dengan ditemukannya ladang minyak baru di perairan selatan negara itu.
Selama ini, Timor Leste memang mengandalkan minyak sebagai penghasilan utama negara tersebut.
Terdapat beberapa lokasi yang menjadi titik pengeboran untuk eksplorasi minyak tersebut
Namun, sebuah kabar mengatakan, bahwa salah satu ladang minyak, yakni Bayu-Undan terancam akan mengering.
Oleh karenanya Timor Leste harus segera mencari penggantinya sebagai sumber uang baru bagi negara itu.
Berdasarkan laporan Energy Voice, ladang uang baru di Timor Leste saat ini sudah ditemukan.
Bahkan pada ladang baru itu, sudah ditentukan pula titik untuk dilakukan pengeboran.
Bila tak ada halangan maka pengeboran minyak di lepas pantai itu akan dilakukan dalam waktu dekat ini. Paling lambat pada Oktober 2021 mendatang.
Kabar pengeboran minyak lepas pantai yang akan segera dilakukan di Timor Leste, seakan memberikan kabar gembira bagi Xanana Gusmao dan masyarakat setempat.
Mantan Presiden Timor Leste itu menyambut gembira rencana itu.
Ia bahkan menyambut gembira karena Timor Leste yang selama ini berkubang dalam kemiskinan, sekarang mendapatkan secercah harapan untuk berubah hidup menjadi lebih baik.
Dia menyebutkan bila ladang minyak dibor, maka rakyat juga akan merasakan faedahnya sebab pemanfaatannya akan digunakan untuk memajukan negara itu.
Namun ia berharap agar keuntungan yang didapat dari pengeboran tersebut dimanfaatkan sebaik-baiknya.
Caranya, menghentikan upaya penyalahgunaan keuangan sehingga kekayaan negara itu bisa digunakan secara langsung untuk kepentingan masyarakat.
Berdasarkan laporan, Timor Leste bisa menghasilkan lebih dari 600 juta dollar AS (Rp 8,6 triliun) dari ladang minyak baru itu.
Sumber uang baru tersebut adalah eksplorasi Buffalo-10, ladang minyak yang akan dibor tersebut.
Operator, Carnarvon Petroleum Australia, serta mitra Inggris Advance Energy, mengatakan bahwa mereka telah mengamankan rig pengeboran jack-up untuk penyelidikan di ladang minyak Buffalo di lepas pantai Timor Timur.
Carnarvon and Advance mengatakan mereka telah memilih rig pengeboran jack-up untuk sumur eksplorasi Buffalo-10 dan kontak formal yang sekarang sedang diselesaikan.
Semua baik-baik saja, pengeboran akan dimulai akhir Oktober dan hasil penyelidikan akan tersedia pada awal Desember.
Carnarvon Petroleum yang terdaftar di Australia dan Advance Energy yang terdaftar di Inggris, berharap untuk mengembangkan lebih dari 30 juta barel minyak.
Baca juga: Meski Sudah Merdeka, Warga Timor Leste Masih Tenteng Senjata, Kini Sudah Dirampas Prajurit TNI
Tampaknya telah ditinggalkan oleh operator pengebor sebelumnya, termasuk BHP dan Nexen Petroleum, di lepas pantai Timor Leste.
Ladang minyak Buffalo awalnya ditemukan pada tahun 1996 oleh BHP dan menghasilkan 20,5 juta barel minyak ringan antara tahun 1999 dan 2004.
BHP mengoperasikan lapangan tersebut selama dua tahun sebelum dijual ke Nexen.
Kedua operator gagal membuka kunci minyak yang ada di puncak geologis ladang tersebut.
Sumur eksplorasi Buffalo-10 akan menguji keberadaan akumulasi minyak yang berpotensi signifikan.
Meskipun beberapa pengamat industri skeptis bahwa operator sebelumnya bisa melewatkan volume minyak yang begitu besar.
Kepala eksekutif Advance, Leslie Peterkin, menjelaskan kepada Energy Voice alasannya di balik taruhan bullish pada Buffalo.
Jika pengeboran terbukti berhasil dan mereka menemukan sekitar 30 juta barel minyak, maka Timor Leste dapat mengantongi sekitar 450 juta dollar selama masa proyek lima tahun.
Menurut Peter Strachan, seorang analis energi independen yang berbasis di Perth.
Ini didasarkan pada harga minyak 75 dollar AS (Rp1 juta) per barel dengan biaya pengembangan dipatok 450 juta dollar AS (Rp6,5 triliun) dan biaya operasi 1.050 juta dollar AS ( Rp 6 triliun).
Jika biaya pembangunan kurang dari 450 juta dollar AS (Rp 6,5 triliun) maka pemerintah Timor Leste akan menerima lebih banyak.
"Keuntungan bagi pemerintah bisa melihatnya mengantongi 610 juta dollar AS (Rp 8,6 triliun) selama masa proyek lima tahun," kata Strachan kepada Energy Voice.
Kepala eksekutif Carnarvon Adrian Cook mengatakan bahwa "ladang Buffalo memberikan peluang bagus untuk dengan cepat memberikan pengembangan minyak berbiaya rendah yang siap memanfaatkan pasar minyak yang menguat dan memperkirakan kekurangan pasokan."
Terhadap besarnya potensi minyak bumi yang ada di Timor Leste itu, sejumlah warga Timor mengungkapkan hal yang mengejutkan.
Disebutkan bahwa andaikata Timor Timur masih menjadi bagian dari NKRI, maka pengeboran minyak itu akan memberikan banyak keuntungan bagi Indonesia.
Akan tetapi, mengingat Timor Leste sudah merdeka, maka hasil pengeboran minyak bumi itu akan diterima oleh negara itu.
Baca juga: Pejuang Timor Leste Puji Sosok yangDibenci Banyak WargaIndonesia,Ramos Horta UngkapKebaikan Soeharto

Xanana Gusmao Tuntut Australia
Pemerintah Timor Leste dan Australia maju ke meja perundingan terkait sengketa batas wilayah laut antara kedua negara, di celah Timor. Perundingan digelar di Den Haag, Belanda, Senin (29/8).
Mantan Presiden Timor Leste, Xanana Gusmao, mendapat kesempatan pertama berbicara di hadapan panel yang terdiri dari lima orang ahli. "Kami datang ke Den Haag tidak untuk meminta bantuan ataupun perlakuan khusus," tegas Xanana.
"Kami datang untuk menuntut hak kami berdasarkan hukum internasional," imbuh Xanana seperti diberitakan Associated Press.
Selama beberapa tahun terakhir, Timor Leste dan Australia bersengketa mengenai celah Timor yang memiliki kandungan sumber daya minyak dan gas. Pergulatan panjang terkait sengketa celah Timor telah mendatangkan kekhawatiran akan rusaknya hubungan kedua negara di sebelah timur Indonesia.
Setelah Xanana menyampaikan argumentasinya, pihak Australia kemudian memberikan presentasi.
Pemeritah Australia menyebut panel di Den Haag tak memiliki yurisdiksi untuk menetapkan batas wilayah kedua negara. Australia tetap berpegang untuk menegakkan perjanjian antara kedua negara.
Sebelumnya, ketika menjadi pembicara di Universitas Islam Raden Rahmat (Unira) Malang, Jawa Timur, 19 Agustus lalu, Xanana Gusmao mengatakan, proses perundingan batas laut dengan Australia di Mahkamah Internasional PBB di Den Haag masih berlangsung.
Baca juga: Xanana Gusmao Kaget Ladang Minyak Baru di Timor Leste Segera Dibor, Indonesia Gigit Jari? Simak Ini
Xanana mengibaratkan, sengketa batas laut itu sebagai perselisihan antara negara kecil dan negara besar. Menurutnya, negara besar seperti Australia hanya ingin mengganggu negara kecil yang baru berdiri seperti Timor Leste.
"Saya kasih contoh bagaimana di tempat-tempat lain, negara- negara berkuasa itu bikin-bikinin (berulah) terhadap negara kecil atau lemah. Tetapi ini bukan berarti tidak punya hubungan yang saling menghormati. Kalau mesra tetap mesra. Kami harus berunding," katanya.
Pada 20 Mei 2002, Timor Leste dan Australia membuat perjanjian tentang pembagian sumber alam di Timor Leste. Meski demikian, kedua negara itu belum memiliki batas maritim. Timor Leste lantas mengirim surat perundingan ke PBB untuk menentukan batas laut.
Timor Leste meyakini, putusan Konvensi PBB mengenai Yurisdiksi Batas Maritim dan Hukum Laut (UNCLOS) akan membuat sebagian besar cadangan minyak di Laut Timor berada di dalam wilayahnya. Namun, Australia telah menarik diri dari Konvensi PBB mengenai Yurisdiksi Batas Maritim dan Hukum Laut (UNCLOS) itu. (*)