Corruptio Optima Pessima

Pemberantasan korupsi bersifat komprehensif dan karenanya dibutuhkan sinergitas di antara semua komponen tersebut.

Editor: Agustinus Sape
Foto pribadi
Yosef Sudarso, S. Fil, penyuluh Agama Katolik Kemenag Kota Kupang. 

Corruptio Optima Pessima

Refleksi atas Pelatihan Dasar Antikorupsi bagi Penyuluh Agama (3)

Oleh Yosep Sudarso, S. Fil

(Penyuluh Agama Katolik pada Kemenag Kota Kupang)

DALAM artikel sebelumnya sudah ditegaskan bahwa pemberantasan korupsi mesti melibatkan seluruh lapisan masyarakat dan menggunakan banyak pola pendekatan. Pemberantasan korupsi tidak hanya menjadi tugas pemerintah, instansi atau lembaga negara tetapi semua pemangku kepentingan.

Meminjam bahasa Dr. Wendra Yunaldi, salah satu narasumber dalam kegiatan pelatihan dasar antikorupsi bagi penyuluh agama, pemberantasan korupsi harus menjadi sebuah revolusi.

Pemberantasan korupsi bersifat komprehensif dan karenanya dibutuhkan sinergitas di antara semua komponen tersebut.

Pemberantasan korupsi yang komprehensif dan sinergis kiranya merupakan sumbangan yang sangat berharga dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Kehadiran undang-undang ini pada awalnya memang melahirkan pro-kontra di kalangan masyarakat. Adanya Dewan Pengawas KPK dan kewenangan menghentikan perkara dianggap sebagian kalangan sebagai upaya melemahkan KPK.

Namun apa pun dinamikanya, pencegahan dan pemberantasan korupsi tetaplah harus menjadi prioritas negeri ini dan komitmen kita bersama, termasuk di dalamnya penyuluh agama.

Karena itu menurut Wendra Yunaldi, pelatihan dasar antikorupsi kepada para penyuluh agama fungsional merupakan terobosan yang luar biasa.

Diharapkan dengan peran serta dan kontribusi maskimal para penyuluh agama dapat menghantar bangsa ini keluar dari lingkaran korupsi.

Cita-cita ini barangkali sebuah utopia. Namun optimisme mesti tetap digaungkan. Apalagi sebagai bangsa yang religius, kita tentu tidak hanya mengandalkan semua upaya dan ikhtiar kita semata, tetapi juga pada saat yang sama memercayakannya pada penyelenggaraan Tuhan.

Barangkali aspek ini akan menjadi sumbangan yang paling berharga dari penyuluh agama yang dalam melaksanakan tugasnya bersenjatakan “bahasa agama.”

Power Bahasa Agama: Kisah Nyata Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama

Kisah ini sejatinya sudah sekitar tujuh tahun lalu, tepatnya pada hari Sabtu, 14 September 2014 di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Klas IIA Kupang.

Penulis mengingatnya dengan baik karena selain tercatat dalam agenda harian penulis, kisah ini memang sedemikian membekas dan turut memperteguh kecintaan pada profesi sebagai penyuluh agama.

Saat itu, Rutan Klas IIA Kupang sudah menjadi salah satu wilayah sasaran bimbingan dan penyuluhan agama dari semua penyuluh agama yang bekerja di Kantor Kementerian Agama Kota Kupang.

Di Rutan itu ada ratusan warga binaan dari pelbagai agama dan lebih dari setengahnya adalah para terdakwa kasus korupsi. Semuanya pria karena warga binaan yang wanita ditampung di Lapas Wanita.

Jadwal bimbingan dan penyuluhan agama bagi warga yang beragama Katolik adalah pada hari Sabtu antara pukul 09.00 sampai pukul 12.00. Tentu saja ada juga Perayaan Ekaristi oleh imam pada hari Minggu atau pada hari raya gereja.

Pada hari itu, Sabtu, 14 September 2014, penulis memimpin katekese Bulan Kitab Suci Minggu Kedua.

Pemilihan materi ini memang sudah disepakati sebelumnya. Pada tahun itu Gereja Katolik Indonesia mendalami tema Keluarga Beribadah Seturut Sabda Allah. Subtema Minggu kedua adalah Ibadah dalam Keluarga Sebagai Sekolah Iman.

Kami berkatekese dengan menggunakan pola lectio divina, sebuah metode yang sangat dianjurkan dalam Gereja Katolik agar peserta katekese dapat menemukan kehendak Tuhan dan kemudian meneropong pengalaman hidupnya: apakah sesuai atau bertentangan dengan warta Kitab Suci.

Bacaan Kitab Suci yang digunakan pada hari itu diambil dari Kitab Ulangan 6:20-25. Sebagai fasilitator, penulis menjelaskan secara singkat latar belakang dan isi perikope tersebut.

Selanjutnya untuk memudahkan peserta menemukan pesan teks untuk dirinya dan untuk membangkitkan partisipasi peserta, penulis mengajukan pertanyaan yang sudah dipersiapkan sebelumnya.

Mestinya ada beberapa pertanyaan. Tetapi waktu itu, kami akhirnya hanya bergumul dengan satu pertanyaan saja.

Pertanyaan itu penulis susun berdasarkan teks pada ayat 20: “Apabila di kemudian hari anakmu bertanya kepadamu: Apakah peringatan, ketetapan dan peraturan itu, yang diperintahkan kepadamu oleh Tuhan Allah kita?”

Bunyi pertanyaannya ialah: “Apakah ada pertanyaan anak-anak kita yang sulit kita jawab sebagai seorang ayah? Mengapa kita merasa sulit menjawabnya?”

Setelah tiga peserta membagikan pesan sabda Tuhan bagi dirinya, tibalah peserta keempat. Seorang bapak berdiri dan mulai berbicara. Mulanya ia memperkenalkan diri sebagai ASN pada salah satu Pemda Kabupaten di Pulau Flores dan bahwa dirinya ditahan karena kasus tipikor.

Setelah perkenalan, bapak itu berdiam sejenak. Suasana hening. Dengan suara gemetar ia bertutur, ada banyak sekali pertanyaan anak-anak di rumah. Ada yang dia ingat tetapi banyak juga yang sudah ia lupa.

Namun justru yang dia tidak akan lupa ialah pertanyaan yang anaknya tidak sempat ajukan. “Tetapi saya tahu ada pertanyaan itu dalam hatinya. Mengapa saya tidak hadir saat ia diwisuda. Sebenarnya tiket pesawat sudah saya beli. Tetapi sebelum hari keberangkatan, saya sudah lebih dahulu ditahan oleh jaksa.”

Bapak itu kemudian bersaksi bahwa ia merasa sangat bersalah pada keluarga dan teristimewa anak sulungnya tersebut. Hatinya hancur.

Pada penghujung sharing, dengan berlinang air mata, dia berkata, “Saya sangat menyesal dengan apa yang sudah saya lakukan. Kalau tahu begini, saya pasti tidak korupsi. Nanti sesudah keluar dari sini, saya akan sampaikan anak saya bahwa bapak sudah jawab pertanyaannya dalam doa kepada Tuhan.”

Pengalaman bimbingan dan penyuluhan agama di atas sejatinya menegaskan bahwa bahasa agama sesungguhnya punya daya magis. Bahasa agama dapat mengantar para pelaku pada pertobatan. Dan, pertobatan yang sejati pada gilirannya menjadi pesan yang sangat efektif bahwa kejahatan termasuk korupsi hanya bisa merusak dan tidak akan pernah membawa kebahagiaan.

Uang negara yang dicuri, jabatan yang disalahgunakan, suap, gratifikasi dan pelbagai jenis tindakan korupsi lainnya selalu bermuara pada rasa malu yang berkepanjangan. Korupsi itu aib tidak hanya bagi diri sendiri, tetapi juga keluarga: istri, suami dan anak-anak bahkan juga keluarga besar.

Belajar dari Si Bungsu dalam Kisah Anak yang Hilang

Dalam pelbagai kesempatan konseling dengan para terdakwa dan terpidana tipikor, salah satu dilema dalam hati mereka adalah kerinduan untuk bebas dan bisa pulang rumah di satu sisi, namun di sisi lain memikul beban mau pulang rumah dengan wajah seperti apa.

Pertentangan batin itu mirip dengan pengalaman Si Bungsu dalam perumpamaan Anak yang Hilang (Lukas 15:11-32).

Setelah meminta harta warisan, Si Bungsu menjual semua warisan itu lalu pergi ke negeri yang jauh. Di sana ia memboroskan harta miliknya sampai akhirnya menjadi sangat miskin dan telantar.

Si Bungsu bahkan bersedia bekerja di kandang babi yang dalam tafsiran Dr. Leo Kleden, SVD, imam dan dosen pada STFK Ledalero, anak bungsu itu bersedia bekerja di tempat yang haram karena babi adalah hewan yang haram dalam budaya Ibrani.

Menurut Leo Kleden, akibat paling fatal dari rangkaian kejahatan Si Bungsu adalah pelecehan martabatnya sampai ke titik yang paling rendah. Si Bungsu lebih hina dari babi karena supaya bisa makan, ia terpaksa meminta ampas makanan babi, tetapi itu pun tidak ia peroleh.

Maka Leo Kleden menyimpulkan seluruh kejatuhan Si Bungsu itu dalam ungkapan: corruptio optima pessima, yang berarti merusak apa yang terbaik itulah yang terburuk.

Pada hemat penulis, ungkapan itu kiranya juga tepat digunakan bagi para pelaku tindakan pidana korupsi. Korupsi mencabut seluruh harta terbaik dari pelakunya, yakni integritas, harga diri dan kebahagiaan keluarga.

(selesai)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved