Renungan Harian Katolik

Renungan Harian Katolik Minggu 22 Agustus 2021, Minggu Biasa XXI: Momen Pemurnian Iman

Pada hari Minggu Biasa XXI 22 Agustus 2021 Pater Steph Tupeng Witin SVD menulis renungan harian katolik berjudul Momen Pemurnian Iman. Salam.

Editor: Agustinus Sape
Foto Pribadi
Pater Steph Tupeng Witin SVD 

Renungan Harian Katolik Minggu 22 Agustus 2021, Minggu Biasa XXI: Momen Pemurnian Iman (Yos 24: 1-2a.15-17.18b; Ef 5:21-32; Yoh 6: 60-69)

Oleh: Pater Steph Tupeng Witin SVD

POS-KUPANG.COM - Murid-murid Yesus terguncang imannya mendengar perkataan Yesus perihal Tubuh-Nya sebagai makanan dan Darah-Nya sebagai minuman. Perkataan Yesus terasa keras menampar iman mereka yang dalam rentang waktu lama telah menjadi pengikut-Nya.

Lamanya waktu ada bersama Yesus tidak menjadi jaminan bahwa orang akan percaya semua perkataan-Nya. Orang tidak akan memahami Ekaristi yang menjadi momen istimewa pemberian diri Yesus dengan akal sangat sederhana tanpa ruang keterlibatan Roh-Nya.

Akal manusia terlalu kecil untuk memahami rahasia Allah yang begitu luas dan mendalam. Persis Santo Agustinus yang terperangah di hadapan seorang anak kecil yang memberi pelajaran sangat berarti: lautan yang mahaluas tak terbatas tidak mungkin diisi dalam sebuah lubang kecil yang digali di atas pasir. Rahasia Allah terlampau agung untuk diselami akal seorang manusia yang rapuh dan kemampuan terbatas.

Ketika murid-murid-Nya bingung memahami perkataan-Nya dan mengundurkan diri dan tidak mengikuti-Nya, Yesus malah semakin menantang iman mereka. “Apakah kamu tidak mau pergi juga?” (Yoh 6:67).

Baca juga: Renungan Harian Katolik Sabtu 21 Agustus 2021: Menduduki Kursi

Petrus yang biasanya selalu tampil berbicara mewakili mayoritas para murid ketika diadang krisis iman akan Yesus menjawab pertanyaan Yesus: “Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Engkau memiliki perkataan hidup yang kekal; dan kami telah percaya dan tahu bahwa Engkaulah Yang Kudus dari Allah” (Yoh 6:68-69).

Narasi Biblis memberitahu kita bahwa pengakuan iman Petrus itu tidak lahir dari dirinya sendiri. Bapa di Surga telah menyatakan kepadanya tentang Yesus yang adalah adalah Kristus (Mat 16:16-17). Kita tidak tahu persis, apakah saat itu Petrus benar-benar memahami secara mendalam makna perkataan Yesus yang menggoncangkan iman para murid dan orang banyak itu.

Tapi kata-kata pengakuan iman Petrus menginsafkan kita bahwa kata-kata Yesus membawa kehidupan sekurang-kurangnya bagi dirinya dengan cara istimewa yang tidak pernah dilakukan atau disabdakan oleh para orang bijak dalam agama Yahudi. Bapa Surgawi telah memampukan dirinya untuk melihat dan mengakui bahwa Yesuslah satu-satunya sumber kehidupan sejati dan teladan kasih murni.

Sabda Yesus: “Rohlah yang memberi hidup, daging sama sekali tidak berguna” (Yoh 6:63) mengingatkan: kita tidak akan mampu memahami diri Yesus sesungguhnya dan makna dari perkataan yang Ia sabdakan ketika keangkuhan akal yang terbatas mendominasi. Akal kita membutuhkan penerangan Ilahi dari Roh Kudus seperti yang bisa kita baca dari Simon Petrus yang tidak dimiliki para rasul lain yang lebih memilih hendak meninggalkan Yesus dengan argumen ketakberdayaan bahwa kata-kata Yesus terlalu “keras.”

Baca juga: Renungan Harian Katolik Jumat 20 Agustus 2021: Kesegenapan

Ketika hati kita tertutup terhadap daya pengaruh Roh Kudus, yang terjadi hanya ketidakberdayaan iman, putus asa dan kehilangan harapan pada Yesus.

Sejarah keselamatan bangsa Israel-sebagaimana pengalaman Petrus-mengingatkan kita bahwa iman itu bertumbuh dan mekar dalam aneka kesulitan dan tantangan. Israel mengalami pengalaman iman kepada Allah melalui proses “jatuh-bangun” dalam lintasan sejarah.

Pengalaman itu semakin menegaskan bahwa Allah tidak pernah tidak setia dalam sejarah keselamatan. Allah tetap setia dalam rentetan pengalaman ketidaksetiaan Israel. Allah setia menolong agar Israel tetap diyakinkan untuk kembali kepada kerahimanan dan kesetiaan-Nya.

Roh Allah selalu hadir ketika manusia menyibak ketertutupan hatinya yang mengandalkan keinginan diri instan yang merupakan representasi dari kerapuhan dan keterbatasan. Roh Allah yang berdiam dalam diri akan setia mengajar kita perihal “siapa” yang menjadi sumber murni kebenaran iman. Syaratnya, kita membuka hati dan membiarkan Roh itu “berbisik.”

Pernyataan Yesus mengenai Ekaristi: Diri-Nya sebagai makanan bagi manusia memisahkan murid-murid-Nya dalam dua kelompok, sebagaimana juga penyampaian mengenai sengsara-Nya menimbulkan reaksi menolak pada mereka: "Perkataan ini keras, siapakah sanggup mendengarkannya?" (Yoh 6:60).

Baca juga: Renungan Harian Katolik Kamis 19 Agustus 2021: Iman dan Kasih

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved