Laut China Selatan

Jelang Latihan Malabar 2021, India dan Vietnam Gelar Latihan Bersama di Laut China Selatan

Menjelang Latihan Malabar 2021, Angkatan Laut India menggelar latihan bersama dengan Angkatan Laut Vietnam di Laut China Selatan, Rabu 18 Agustus 2021

Editor: Agustinus Sape
indiatimes.com
Angkatan Laut India dan Angkatan Laut Vietnam menggelar latihan bersama di Laut China Selatan, Rabu 18 Agustus 2021. 

Potensi kekayaan Laut China Selatan yang semakin dapat dieksplorasi belakangan ini mengungkapkan kepada dunia bahwa Paracel dan Spratly kemungkinan memiliki cadangan besar Sumber Daya Alam (SDA), terutama mineral, minyak bumi dan gas alam.

Pemerintah RRC sendiri sangat optimistik dengan potensi SDA yang ada di sana melalui riset-riset yang terus dilaksanakannya.

Berdasarkan laporan lembaga Informasi Energi Amerika (Energy Information Administration --EIA), RRC memperkirakan terdapatnya cadangan minyak di sana sebesar 213 miliar barel, atau sekitar 10 kali lipat cadangan nasional Amerika Serikat (AS).

Sedangkan para ilmuwan AS memperkirakan terdapat sekitar 28 miliar barel minyak di kawasan Laut China Selatan.

Adapun EIA menginformasikan, cadangan terbesar SDA di sana kemungkinan berasal dari gas alam, yang diperhitungkan sekitar 900 triliun kaki kubik, atau sama dengan cadangan minyak yang dimiliki Qatar.

Di samping itu, perairan kawasan Laut China Selatan merupakan rute utama perkapalan dan sumber pencarian ikan bagi kehidupan banyak orang dari berbagai negeri yang terletak di sekitarnya.

Sengketa kepemilikan atau kedaulatan teritorial di Laut China Selatan sesungguhnya merujuk pada kawasan laut dan daratan di dua gugusan Kepulauan Paracel dan Spratly. Dalam kedua gugusan kepulauan tersebut terdapat pulau yang tidak berpenghuni, atol, atau karang.

Wilayah yang menjadi ajang perebutan klaim kedaulatan wilayah ini terbentang ratusan mil dari Selatan hingga Timur di Provinsi Hainan. Republik Rakyat China (RRC) menyatakan klaim mereka berasal dari 2000 tahun lalu, saat kawasan Paracel dan Spratly telah menjadi bagian dari bangsa China. Menurut Pemerintah RRC, pada tahun 1947, Pemerintah RRC mengeluarkan peta yang merinci klaim kedaulatan RRC atas wilayah Laut China Selatan.

Keterangan Pemerintah RRC itu dibantah Pemerintah Vietnam, yang juga mengklaim kedaulatan atas wilayah tersebut, dengan mengatakan bahwa Pemerintah RRC tidak pernah mengklaim kedaulatan atas Kepulauan Paracel dan Spratly sampai dasawarsa 1940.

Pemerintah Vietnam kemudian menyatakan bahwa dua kepulauan itu masuk wilayah mereka, bukan wilayah RRC, sejak abad ke -17, dan mereka memiliki dokumen sebagai bukti.

Filipina juga memiliki klaim kedaulatan yang sama, dengan mengangkat kedekatan geografis ke Kepulauan Spratly sebagai dasar klaim terhadap sebagian wilayah kepulauan tersebut.

Juga, Malaysia dan Brunei memiliki klaim kedaulatan terhadap sebagian kawasan di Laut China Selatan. Menurut kedua negara bertetangga dekat itu, perairan Laut China Selatan masih dalam kawasan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) mereka, seperti yang ditetapkan Konvensi PBB tentang Hukum Laut tahun 1982.

Memang Brunei tidak mengklaim kepemilikan wilayah atas dua kepulauan itu, sementara Malaysia, menyatakan bahwa sejumlah kecil kawasan di Spratly adalah kepunyaan mereka.

Show of force dan manuver agresif dan provokatif, dan bahkan, konflik terbuka di kawasan Laut China Selatan telah terjadi berulang sejak dasawarsa 1970, selain telah berlangsung di masa lalu dalam sejarahnya.

Hal ini diperlihatkan dengan silih bergantinya kontrol atau penguasa di wilayah itu, yang berdampak pada perubahan nama kawasan perairan tersebut.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved