Berita Nasional
Kenakan Pakaian Adat Baduy Saat Pidato di Sidang MPR/DPR, Presiden Jokowi Dapat Apresiasi Luas
Seperti sudah menjadi kebiasaan Presiden ke-7 RI, setiap kali membawakan pidato menjelang perayaan 17 Agustus selalu mengenakan pakaian daerah.
Penulis: Agustinus Sape | Editor: Agustinus Sape
SEKAY FAQIH TV: Baju Yang di pakai Bapak Presiden itu Baju adat Baduy Luar bukan ya?
Risaldy Husaini: Bajunya keren pak.
Presiden Jokowi Tepis Stigma Negatif Suku Baduy
Sementara itu, Deputi II Kantor Staf Presiden (KSP) Bidang Pembangunan Manusia, Abetnego Tarigan mengatakan, mengenakan pakaian adat Suku Baduy Jawa Barat dalam menghadiri sidang tahunan MPR 2021, Presiden Joko Widodo tidak hanya mengapresiasi keluhuran nilai-nilai adat dan budaya suku Baduy, namun juga menangkal stigma negatif terhadap Suku Baduy.
Baca juga: Kenakan Pakaian Adat Suku Badui Saat Sidang Tahunan MPR RI 2021 Presiden Jokowi Ungkapkan Alasan Ini
“Presiden mengangkat ke tingkat paling tinggi di salah satu acara kenegaraan. Hal ini dapat dimaknai sebagai cara presiden untuk menghentikan stigma dan makna negatif dari penyebutan suku Baduy,” kata Abetnego Tarigan melalui siaran pers Kantor Staf Presiden (KSP), Senin 16 Agustus 2021.
Pihak KSP pun menganggap bahwa langka Presiden untuk menggunakan pakaian adat dan mengangkat kebudayaan suku Baduy dalam acara kenegaraan ini merupakan suatu inisiatif yang baik dalam menekankan kebhinekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Presiden Jokowi dalam menyampaikan pidato kepresidenan saat sidang tahunan MPR 2021 pada Senin 16 Agustus tampak mengenakan pakaian adat Suku Baduy berwarna hitam dengan lencana merah putih.
Ia juga mengenakan udeng kepala berwarna biru, alas kaki sandal berwarna hitam lengkap dengan tas rajut berwarna coklat.
Pakaian adat ini disiapkan secara pribadi oleh Tetua Adat Masyarakat Baduy sekaligus Kepala Desa Kanekes, Jaro Saija.
Presiden Jokowi pun mengatakan bahwa desain pakaian adat Baduy sangat sederhana dan sangat nyaman untuk dikenakan.
Sebutan "Baduy" sendiri merupakan sebutan yang disematkan oleh penduduk luar kepada kelompok masyarakat adat sub-Sunda yang tinggal di wilayah Lebak, Banten.
Namun penyebutan Suku Baduy cenderung mengarah pada makna peyorasi karena kaitan sejarahnya sebagai produk era kolonial Belanda.
Para kolonial secara gegabah mengidentifikasi suku Baduy layaknya suku Badawi di tanah Arab yang hidup secara nomaden dan dianggap liar.
Baca juga: Peringatan HUT ke-60 Pramuka: Jokowi Minta Pramuka Ajak Warga Ikut Vaksinasi
Walaupun kelompok masyarakat ini menyebut dirinya sebagai Urang Kanekes, namun dalam perkembangannya, istilah Baduy kini tidak lagi bersifat peyoratif karena penyebutannya oleh banyak orang tanpa ada niatan untuk merendahkan.
“Istilah Baduy dilekatkan pada mereka oleh orang luar dan terus berlanjut sampai sekarang. Tapi saya pun kadang pakai istilah 'Baduy' karena sangat sering digunakan dan tidak dengan maksud merendahkan,” ungkap Hilman Farid, Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek).