Renungan Harian Katolik

Renungan Harian Katolik Kamis 12 Agustus 2021: Mengampuni

Mengampuni? Ah ... sulit! Banyak teori dengan uraian biblis, teologis, filosofis, etis bertebaran.Tapi mempraktekkannya sulitnya minta ampun.

Editor: Agustinus Sape
Foto Pribadi
RD. Fransiskus Aliandu 

Renungan Harian Katolik Kamis 12 Agustus 2021: Mengampuni (Matius 18:21-19:1)

Oleh: RD. Fransiskus Aliandu

POS-KUPANG.COM - Mengampuni? Ah ... sulit! Banyak teori dengan uraian biblis, teologis, filosofis, etis bertebaran. Tapi mempraktekkannya sulitnya minta ampun.

Mungkin ada banyak orang gampang untuk mengampuni sesamanya yang telah menyakiti hatinya. Namun tak sedikit yang sangat sulit untuk memberi pengampunan. Jangankan setelah setahun dua tahun berlalu. Bahkan bertahun-tahun hingga dibawa ke liang lahat rasa sakitnya di hati yang membuat sulit untuk mengampuni.

Ini bukan saja karena pernah tersakiti, hati pernah dilukai dan terasa perih teriris. Namun juga karena orang membayangkan betapa sukarnya untuk  melupakan pengalaman pahit yang dialami. Pengalaman pahit itu seakan terpatri kuat dan selalu saja memenuhi benak dan membuatnya selalu teringat lagi.

Petrus tentu pernah disakiti hatinya oleh orang lain. Mungkin pernah dimarahi atau diomelin Andreas, adiknya, soal melabuhkan pukat di danau Tiberias.

Baca juga: Renungan Harian Katolik Kamis 12 Agustus 2021: Mengampuni Tanpa Batas

Atau, katakanlah saat tahu ibunya Yakobus dan Yohanes merayu dan meminta Yesus agar memberi posisi istimewa kepada kedua puteranya itu. Karena bukankah dengan itu berarti posisi dan pengaruhnya sebagai ketua atau yang dituakan dalam kelompok keduabelasan justru akan terancam?

Pengalaman demi pengalaman menyakiti dan tersakiti ini membuat dia paham bahwa tak mudah untuk mengampuni. Seperti kebanyakan manusia lain, baginya, mengampuni  merupakan masalah yang hampir selalu mengganggu hatinya.

Tidaklah heran, kalau Petrus berani menginterupsi Yesus yang lagi memberi pengarahan tentang menegor sesama yang bersalah (bdk. Mat. 18:15-20). Dia berkata, "Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku, jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?" (Mat 18:21).

Lantaran persoalan terkait mengampuni ini juga menjadi persoalan yang juga meliliti diri kita, maka berkaca pada Petrus, kita pun bolehlah bertanya pada Tuhan, "Sampai berapa kali saya harus mengampuni sesamaku?"

Baca juga: Renungan Harian Katolik Selasa 10 Agustus 2021: Berani dan Rela Berkorban

De facto, berulang kali orang berbuat salah kepada kita. Tak terhitung kita dibuat jengkel dan marah oleh sesama. Dan ... mungkin kemarin kita bisa memaafkan dan memberi ampun saat digosipin ini dan itu. Tapi besok saat kita kembali disakiti oleh orang yang kita percayai, rasanya berat dan sulit sekali kita bisa mengampuni.

Bisa jadi kemarin, ketika kita menyakiti, kita bisa dengan mudah mendatangi orang yang kita sakiti dan meminta maaf-ampun. Namun lebih sering kita merasa sungguh berat untuk meminta ampun.

Terkadang muncul niat untuk memohon ampun, apalagi sebagai bagian dari penitensi. Tapi ternyata merealisasikan niat minta maaf, tetap saja tak pernah terjadi.

Tetap saja diakui bahwa tidak gampang untuk melakukannya. Karena memgampuni bukanlah tindakan formal. Bukan pula sekedar perayaan, selebrasi. Dalam mengampuni terkandung perubahan hati. Artinya, mengampuni memiliki intensitas relasional yang memungkinkan hati baru.

Mengampuni itu mengungkapkan sensibilitas hati. Tidak selalu mengandalkan kesalahan yang karenanya menuntut adanya pengakuan supaya diberi ampun.

Baca juga: Renungan Harian Katolik Senin 9 Agustus 2021: Syukur dan Taat

Mengampuni juga mengungkapkan keindahan disposisi hati, bahwa "aku tak mau menyakiti siapa pun"; menjadi sebuah cetusan kebaikan hati yang direalisasikan dalam ucapan.

Dengan mengampuni, kita seakan berhenti sejenak di "rest area", "oase" dan menyimak apa yang telah dilakukan serta memandang diri secara baru dalam relasi dengan sesama.

Mengampuni itu selain menuntut "respons" atas ampunan yang diucapkan, pun merupakan cetusan pembebasan. Orang yang mengampuni adalah orang yang paling memesona hatinya dan dia yang diampuni adalah orang yang paling bahagia. Karena terjadi cetusan oase terindah dari relasi rekonsiliatif.

Nah ... menata hati memang bukanlah perkara mudah. Kadang kala ia terganggu oleh pikiran yang penuh dengan sejumlah argumentasi semisal "biarlah ini sebagai pelajaran untuknya". Tak jarang ia terhalangi oleh perasaan negatif seperti dendam, barulah puas bila telah membalas, dan sebagainya.

Baca juga: Renungan Harian Katolik Senin 9 Agustus 2021: Jadi Sandungan

Olehnya, kali ini kita tak lagi berani bertanya, "Tuhan, berapa kali saya harus mengampuni?" Kita justru sujud memohon kepada Tuhan, kiranya kepada diri kita dicurahi ROH yang menguatkan dan meneguhkan hati agar mampu untuk mengampuni.

Tak lupa kita pun mau berdoa untuk orang yang pernah berbuat salah dan menyakiti kita. "Tuhan ... ampunilah dia. Janganlah Engkau ingat kesalahan-nya kepada-ku." *

Renungan harian lainnya

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved