Renungan Harian Katolik

Renungan Harian Katolik Selasa 10 Agustus 2021: Nyawa

Saya terpana sesaat lalu bertanya, "Apa sih yang Tuhan maksudkan dengan 'nyawa' itu ?" Rupanya Dia tidak menjawab. Dia biarkan saya bermenung sendiri.

Editor: Agustinus Sape
Foto Pribadi
RD. Fransiskus Aliandu 

Renungan Harian Katolik Selasa 10 Agustus 2021: Nyawa (Yohanes 12:22-26)

Oleh: RD. Fransiskus Aliandu

POS-KUPANG.COM - Hari ini Tuhan Yesus bilang begini kepada saya, "Barang siapa mencintai nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tetapi barang siapa tidak mencintai nyawanya di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal" (Yoh 12:25).

Saya terpana sesaat lalu bertanya, "Apa sih yang Tuhan maksudkan dengan 'nyawa' itu ?" Rupanya Dia tidak menjawab. Dia biarkan saya bermenung sendiri.

Saya yakin "nyawa" dimaksud bukan hanya sebatas tarikan nafas. Sekedar contoh, seorang pejalan kaki diserempet angkot. Cerita saksi mata, "Tragis! Kecelakaan itu merenggut nyawanya."

Hemat saya, tentu pengertian tentang "nyawa" pun terarah kepada hidup menurut nilai-nilai duniawi. Katakanlah, "nyawa" itu tak lain keserakahan, nafsu akan harta, jabatan, dan kuasa.

"Nyawa" juga menyangkut kecenderungan-kecenderungan psikologis. Sebut saja, keinginan, ambisi atau dorongan kuat untuk berhasil, untuk dicintai, untuk dihargai, untuk diakui orang lain, untuk memiliki kuasa, dan untuk mengontrol orang lain. Keinginan-keinginan seperti ini saya tahu ada dalam diri saya. Muncul dalam berbagai cara dan berbagai tahap dalam hidup saya.

Baca juga: Renungan Harian Katolik Senin 9 Agustus 2021: Solider

Ketika saya kecil, saya ingin dipuji oleh guru saat dapat juara kelas. Saat pemuda, saya mau pamer kehebatan di depan gadis pujaan. Saat jadi bos, saya suka disembah.

Sebenarnya tak masalah saya punya keinginan, ambisi, kecenderungan itu, sejauh diarahkan pada tujuan-tujuan yang baik dan suci. Semua itu pun mungkin perlu pada awal perjalanan hidup iman saya.

Namun, kalau saya ingin maju lebih jauh dalam perjalanan rohani saya, berkembang dalam kerendahan hati dan keterbukaan, maka saya mesti melepaskan semuanya itu; saya harus mati terhadap kebutuhan saya untuk diakui, dikagumi, dan berkuasa.

Pada tahap awal, saya rasa perlu punya keinginan dan ambisi untuk raih sukses dan berprestasi, menggapai posisi tinggi, dipercayakan tugas dan jabatan ini dan itu. Namun seiring waktu, saya pun harus berkembang dalam kerendahan hati dan menempatkannya sebagai "hamba yang tak berguna" di hadapan Tuhan.

Baca juga: Renungan Harian Katolik Minggu 8 Agustus 2021: Akulah Roti Hidup

Untuk itu, saya harus mati terhadap kebutuhan saya untuk dipuja-puji, untuk dikagumi, untuk berkuasa.

Agaknya tiap orang mungkin punya jalan panggilannya sendiri untuk "mati", atau "tak lagi mencintai nyawa-nya". Barangkali melalui pengalaman sakit, kecelakaan, kehilangan pekerjaan, atau berbagai pengalaman gagal. Lewat itu, hidupnya tiba-tiba berubah.

Rektor saya dulu seorang doktor teologi moral. Tak lama menjabat, ia dinyatakan sebagai penderita kanker otak. Lewat pergumulan, ia lalu menyadari bahwa ia memiliki keistimewaan yang baru : menjadi pembimbing rohani bagi penderita kanker. Ia tak lagi bergumul dengan buku-buku dan gagasan-gagasan, tetapi mulai menemukan keindahan pribadi-pribadi orang. Hidupnya berubah.

Ada teman pernah share kisahnya. Usahanya maju, istri cantik, pernikahannya bahagia, anak-anaknya sukses. Lalu seorang anak gadisnya mengalami kecelakaan yang berujung maut. Istrinya terkena stroke.

Kemudian ia berjumpa dengan seseorang yang mengalami hal yang sama. Pertemuan itu seakan membuat dia menemukan dunia penuh derita yang sebelumnya nyaris tak pernah ia alami dan mungkin ia kesampingkan.

Baca juga: Renungan Harian Katolik Sabtu 7 Agustus 2021: Iman

Kecelakaan anak dan sakit istrinya membantu dia untuk memberi perhatian kepada orang lain yang bernasib tragis. Ia dituntun masuk ke dalam hidup baru, hidup yang terbuka kepada sesama yang nasibnya kurang beruntung.

Dua pengalaman itu mengajarkan saya untuk tidak mencintai nyawa dan mau "mati" terhadap keinginan saya dan membiarkan rencana dan jalan Allah menguasai diri saya.*

Renungan harian lainnya

BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved